Saturday, October 18, 2025

Datuk Maringgihi Minta Natuna Utara?

 

Ilustrasi: Pixabay
Natuna adalah sejenis ikan berukuran besar yang hidup di wilayah Kerajaan Samudera. Ikan ini sangat nikmat. Diburu banyak orang. Nah, seorang pengusaha sukses pada masa itu memiliki seekor ikan Natuna langka yang diberi nama Utara. 

Natuna Utara inilah yang juga menjadi incaran pengusaha sukses lainnya, yakni Datuk Maringgihi. Selain sukses, dia terkenal sangat licik. Dirinya terus berusaha membangkutkan usaha pemilik ikan Natuna Utara dengan segala kelicikannya. Mulai dari penawaran jasa transportasi kereta kuda cepat hingga pembangunan kantor pusat perusahaan. Kemudian, setelah semuanya gagal, pengusaha bernama Sultan Sulam Kaya bingung. 

Saat itulah Datuk Maringgihi menawarkan pinjaman berbunga. Sultan Sulam pun mengiyakannya. Dan, saat dia tak bisa melunasi utangnya, Datuk Maringgihi berujar, "Hei, Temanku. Kamu boleh tidak membayar utangmu asalkan ikan Natuna Utara menjadi milikku. Bagaimana? Kamu setuju?"

Dengan terpaksa, ikan itu pun akhirnya beralih kepemilikan. Begitulah cerita fiksi tentang ikan langka yang luar biasa tersebut. 

Habiskan Anggaran, Masyarakat Berpeluh Lelah

Ilustrasi: Pixabay

Konon, di sebuah kerajaan pada masa lampau, rajanya mewajibkan semua pemimpin instansi pemerintah menyerap anggaran hingga habis seratus persen. Tidak boleh ada yang tersisa. Untuk itulah, pajak dikenakan di setiap sendi kehidupan. Bahkan, buang air kecil saja dikenai pajak. 

Padahal rakyatnya masih banyak yang miskin materi. Uang pas-pasan dari hasil kerja serabutan di bawah teriknya matahari. Sebagian malah berutang untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup seadanya. Saking muaknya, ada sekelompok masyarakat waktu itu yang angkat senjata memberontak dan berhasil. Sebagiannya lagi masuk hutan dan enggan membayar pajak. Alhasil, kerajaan itu tumbang sebelum diserang kerajaan lain.

Dalam hal ini, kerapuhan sebuah negara tidak sekadar perkara persenjataan. Apalah artinya memiliki banyak senjata canggih jika dari dalam banyak kesalahan sistem yang demikian. 

Itu hanyalah sebuah cerita. Jangan baper. Ayo nikmati hidup ini dengan bahagia. 

Thursday, October 16, 2025

Banyak Kasus Baru Membungkam Kasus Besar

Ilustrasi: Pixabay

Benarkah demikian? Kasus Banyak Kasus Baru Membungkam Kasus Besar dan tampar di Lebak, Banten, merupakan kasus baru, misalnya. Sebelumnya ada kasus besar seperti pagar laut, ijazah palsu, dan korups kuotai haji. Perlahan kasus-kasus baru membungkam kasus-kasus besar. 

Waduh! Seandainya begitu, wadidaw gila bingits. Berarti kasus soal kiai juga ya? Ah! Yang benar aja? 

Apa pun pendapat orang, itu sah-sah saja. Wong namanya negara bebas ya bebas juga dalam hal berpendapat. Mau itu membungkam, mau itu menutupi, atau melegalkan kasus-kasus busuk sekalipun. Ha ha ha ha. 

Intinya sih perlu adanya analisis dan perhatian yang lebih serius terhadap semua kasus. Pastinya termasuk kasus-kasus besar sebelum adanya kasus-kasus baru. Yaaaa, kita berharap yang terbaik untuk Indonesia. 

Tuesday, October 7, 2025

Pembacaan Puisi

 

Ilustrasi: Pixabay

Puisi tidak sekadar ditulis. Tetapi juga dibaca. Harapan terbesar, puisi yang telah ditulis akan dibaca dan dibaca dari waktu ke waktu oleh banyak orang. Pembacaan puisi dapat kita lihat di dua video berikut. 

Video 1:


Video 2:


Sunday, September 28, 2025

"Wajar" Adalah Jurus Mengelak Terjitu

Ilustrasi: Pixabay

Hari itu ketika seorang anak mengalami patah leher dan dinyatakan meninggal dunia, banyak orang bereaksi. Hal ini karena kronologinya dinilai tak wajar. Sebab, saat berangkat dari rumah si Mansyah ini dalam kondisi sehat. Tetapi, dia pulang tinggal jasad yang kaku di atas kasur. Ya, sebelum pulang, dirinya mendapatkan pelatihan bela diri di sebuah perguruan yang cukup terkenal. 

Dan, apa kata pihak perguruan itu? 

"Yang meninggal dunia hanya satu orang dari 50 murid di perguruan kami. Itu masih dalam batas wajar."

Seandainya peristiwa di atas adalah nyata, sudah pasti publik dibuat benar-benar geram dan ada laporan di kepolisian terkait hal itu. Betapa tidak? Selain janggal, nyawa dianggap hanya sebatas hitungan matematis belaka atau tidak ada harganya. Lebih khusus tidak ada empati dan evaluasi untuk ke depannya. 

Sebenarnya dalam kaitannya dengan kata "wajar" tersebut, publik di dunia nyata sering dibuat tak habis pikir. Misalnya soal rupiah yang jatuh di hadapan dolar Amerika pada era Presiden Jokowi dulu. Pejabat terkait masa itu mengatakan masih wajar. Begitu pula dengan masalah keracunan siswa setelah menyantap menu MBG era Presiden Prabowo Subianto. Kepala Badan Gizi Nasional menganggap kasus keracunan makanan masih dalam batas wajar. Padahal siswa yang menjadi korbannya sudah banyak. 

Kata wajar menjadi jurus terjitu dalam mengelak reaksi publik. Sekaligus, menjadi pernyataan tak bersalah atas hal buruk yang sudah terjadi tersebut. 

Idealnya, kata wajar dalam kasus-kasus demikian tidak perlu digunakan. Lebih terdengar indah jika diganti dengan kata "maaf" yang diikuti tanggung jawab. Pertanggungjawabannya pun haruslah senyata-nyatanya. Tidak boleh sebatas di mulut saja. 


Saturday, September 27, 2025

Pantun Dayak Berangas Karya Pak Masry Beserta Terjemahannya

Pak Masry (Tokoh Dayak Berangas) 


Pantun 1:

Duwan nang datuh amun mamilah
Ampar lapik si amak purun
Ikih dumah are kurang ah
Muhun maap balaku ampun

Terjemahannya:

Ambil yang besar kalau memilah
Gelar alas di tikar purun
Kami datang banyak salahnya
Mohon maaf maminta ampun

Pantun 2:

Milih enta hung nyiru rapat
Behas pulut mahawi tapai
Tahi itah bare hadapat
Panjang umur hadapat hindai

Terjemahannya:

Milih enta di nyiru rapat
Beras ketan membuat tapai
Lama kita tidak ketemu
Panjang umur ketemu lagi

Pantun 3:

Pasang bubu hamparang tatah
Tetek uwei mahanggat mandau
Wayah-wayah itah harus bapisah
Mudahan hadapat harian andau

Terjemahannya:

Pasang bubu melintang parit
Potong rotan menggunakan mandau
Sewaktu-waktu kita harus berpisah
Mudahan ketemu di kemudian hari

Friday, September 26, 2025

Menjadi Sastrawan Bisa Terkenal?

Ilustrasi: Pixabay

Agaknya keterkenalan bukanlah tujuan dari seseorang dalam bersastra hingga menjadi sastrawan besar. Terpenting dia bisa menghasilkan karya sastra yang menghibur dan bermanfaat. Jika pun suatu ketika dirinya menjadi terkenal, baik di lingkungan sastra, maupun di masyarakat luas, hal itu terkadang malah tak disangka-sangka. Anggaplah sebagai bonus belaka. 

Artinya, menghasilkan karya sastra yang berkualitas adalah yang utama. Dan, ketika karya-karya sastranya dinilai unggul, dimuatlah di berbagai media massa serta diterbitkan oleh banyak penerbit. Perlahan namanya pun terangkat. Para pembaca sastra akan mengenalnya. Bahkan, media-media mainstream, seperti televisi nasional juga meliputnya. Maka, jadilah dia sastrawan yang terkenal. 

Pertanyaannya, apakah menjadi terkenal itu sebuah keharusan dalam dunia sastra? 

Jawabannya tentu saja tidak. Meskipun demikian, keterkenalan seorang sastrawan bisa dijadikan sebuah kesempatan. Maksudnya? 

Ini bisa juga disebut dengan peluang. Dengan banyaknya orang yang mengenalnya, kesempatan untuk membumikan sastra semakin besar. Terlebih jika dirinya menjadi idola bagi banyak orang.

Hal terakhir di atas akan menjadikan dia sebagai sosok yang semakin berpotensi untuk diteladani dan diikuti. Sebutlah mengikuti kebiasaannya dalam membaca karya sastra. Tentu saja ini merupakan hal positif bagi eksistensi sastra termasuk pada era kekinian yang serba canggih dan padat tantangan.