Friday, February 21, 2025

Indonesia Gelap, Adili Jokowi, Sukatani, Apa Lagi Ya?

Sumber Foto: Pixabay


Kini, tagar atau tanda pagar yang sedang viral di media sosial terkait keindonesiaan kian meluas. #IndonesiaGelap dan #AdilJokowi, misalnya, terus menggema. Bahkan, bukan hanya di medsos, keduanya berkumandang di alam nyata bersamaan dengan yang lainnya seperti lagu dari grup band Sukatani.

Lihatlah unjuk rasa terkini, mereka meneriakkan yel-yel tersebut. Dan, sebenarnya baik Indonesia Gelap, maupun lainnya, merupakan reaksi rakyat terhadap aksi para pejabat di Indonesia. Itu khususnya terkait sekali dengan keterpurukan negeri ini selama dipegang Joko Widodo dan kebijakan era Prabowo Subianto seperti efisien anggaran.

Akibatnya, Jamrud Khatulistiwa tidak secerah dulu lagi. Masa kini dan masa depan negeri yang sudah berdiri puluhan tahun ini gelap. Begitu suram. Kedaulatan rakyat di semua lini kehidupan sudah tidak ada. Kebebasan berpendapat pun sirna. Berani bersuara kritis dengan lantang, akan berpeluang besar masuk bui.

Lantas bagaimana mengatasinya? Apakah dengan revolusi? Jika kita menengok ke belakang, ada peristiwa unjuk rasa Juni 1987 di Korea Selatan, unjuk rasa di Lapangan Tiananmen Republik Rakyat China pada tahun 1989, dan unjuk rasa 1998 di Indonesia, contohnya. Dari peristiwa-peristiwa itu ada yang berhasil ada yang tidak.

Tentu saja keberhasilan dari unjuk rasa bukanlah kuasa rakyat, melainkan kehendak dan kuasa Tuhan Yang Maha Esa. Kita semua berharap Indonesia bisa cerah kembali. Semoga saja dengan unjuk rasa mahasiswa pada awal tahun ini dan berbagai upaya positif lainnya, akan membuahkan hasil yang manis.

Terpenting kita harus tetap semangat.

Monday, February 17, 2025

Unjuk Rasa Februari, Menyehatkan Indonesia

Sumber foto: Pixabay


Unjuk rasa sedang digelar di Indonesia. Bulan ini agaknya menjadi awal dari proses penyehatan kembali Negeri Jamrud Khatulistiwa kita. Ya, meski tak sehijau dulu, alam Indonesia masih ada harapan untuk disembuhkan atau diperbaiki. Kehijauan alam tersebut hanyalah satu dari banyak persoalan yang melanda Indonesia. 

Pasca sepuluh tahun masa kepimpinan Jokowi, secara nyata Indonesia memang dalam kondisi yang memperihatinkan. Ibarat orang sakit, tubuhnya kurus kering. Itulah sebabnya, bagi rakyat yang masih peduli, penyehatan kembali harus dilakukan. 

Bagaimana caranya? Tentu dengan mengembalikan Indonesia sebagaimana yang dicita-citakan bersama. Benar, harapan pasti butuh realisasi. Penegakan hukum, misalnya, sesegara mungkin diwujudkan. Sebutlah tuntutan rakyat dengan gerakan "Adili Jokowi" yang kian meluas. Itu perlu realisasi sebagai bagian dari upaya mewujudkan Indonesia yang diimpikan. 

Nah, sebagai bagian dari upaya itu, unjuk rasa dipilih guna memperdengarkan suara rakyat kepada pemimpin negeri. Presiden Prabowo Subianto dan DPRRI harus merespon positif demonstrasi ini. 

Mereka perlu belajar dari sejarah politik dunia. Contohnya unjuk rasa di Korea Selatan tahun 1987 silam. Pemimpin di Negeri Ginseng itu menyetujui tuntutan para pengunjuk rasa terkait pemilihan presiden dan pemulihan kebebasan sipil. 

Jika Indonesia tidak mencontoh Korea Selatan, yang terjadi mungkin akan seperti tragedi Tiananmen tahun 1989 di China Daratan. 

Pertanyaan, pilih mana? Pro kepada rakyat? Ataukah, malah sebaliknya seperti di Negeri Tirai Bambu? 



Sunday, February 16, 2025

Kabur Aja Dulu, Setelah Aman Balik Lagi

 

Sumber foto: Pixabay

Ini seperti penduduk di lereng gunung api saat ada letusan. Mereka mengungsi sendiri dan ada yang terpaksa dievakuasi menuju tempat yang aman meski tak nyaman. 

Ya, tenda-tenda besar memang berdiri tegak, tapi tetap saja tak senyaman rumah sendiri. Begitulah kira-kira makna "kabur aja dulu" yang sedang viral saat ini. 

Nah, tiga kata itu terkait dengan situasi dan kondisi Indonesia yang oleh sebagian orang dinilai sedang tidak baik-baik saja. Bagi yang melihat dengan otak kritis, hal itu memang menjadi gamblang. Bagaimana tidak? Lihatlah pagar laut, pengambilalihan tanah warga di Rempang, pengakhiran hubungan kerja akibat efisiensi anggaran, penambangan nikel untuk asing, dan sebagainya. 

Dan, hal ini tidak ada kaitannya dengan nasionalisme. Siapa pun boleh kabur jika memang berada di daerah yang dianggap tidak aman. Sebenarnya kata "kabur' dalam hal ini bisa juga dimaknai sebagai upaya penyelamatan diri. 

Pertanyaannya, berapa lama masa kabur tersebut? Dengan kata lain, sampai kapan situasi dan kondisi di Indonesia aman kembali? 


Saturday, February 15, 2025

Mengadili Jokowi Adalah Kehendak Rakyat

Food Estate - Sumber Foto Pixabay

 

Jika ditanya rakyat yang mana, maka jawabannya rakyat yang sebenarnya. Ialah rakyat Indonesia yang tanpa sogokan bansos, tanpa bayaran spesial, dan tanpa ada kepentingan politik. 

Rakyat yang jujur dengan nuraninya pasti menghendaki pengadilan Jokowi benar-benar terwujud. Selama sepuluh tahun atau dua periode kepemimpinannya, Jolowi memiliki daya rusak yang sangat besar bagi Indonesia. Tentu saja semua itu tidak dilakukannya seorang diri. Ada tangan-tangan menteri yang giat melakukannya. Sebutlah food estate dan pembelian pesawat bekas oleh Prabowo Subianto saat menjadi salah satu menteri Jokowi. 

Dua hal terakhir tadi sangat merugikan Indonesia. Contohnya banyak pohon ditebang di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah waktu itu. Hasilnya? Sangat jauh dari target. Bisa dikatakan gagal. 

Pertanyaannya, akankah pengadilan tersebut terwujud? 

Agaknya sangat sulit diwujudkan mengingat Presiden Prabowo Subianto tak terpisahkan dari Jokowi. Mereka satu paket yang saling melengkapi. Segala kebijakan Prabowo merupakan keberlanjutan dari semua yang dirintis Jokowi. 

Lalu, bagaimana dengan kehendak rakyat mengadili Jokowi? 

Yaaaah, kita lihat saja ke depannya. 

Harapan kita bersama adalah, Indonesia menjadi negara yang berdaulat penuh, termasuk dalam hal hukum yang adil. Semoga! 


Friday, February 14, 2025

Sudahkah Pemerintahan Era Prabowo Berperang?

Sumber Foto: Pixabay


Kasus penyerobotan tanah rakyat, mega korupsi, utang luar negeri, belum jelasnya penciptaan lapangan kerja, perampokan kekayaan alam, dan banyak lagi kasus di negara ini masih seperti dulu. 

Warisan besar rezim Jokowi tersebut belum jelas penanganannya di era Prabowo. Alih-alih berperang melawan ganasnya virus korupsi, misalnya, pemerintah malah memaafkan koruptor. Lalu ada juga yang namanya efisiensi anggaran. Mungkin niatnya baik sebagai tindakan positif, namun yang terjadi malah sebaliknya. 

Sebutlah satu contoh nyata, dengan kebijakan efisiensi anggaran secara besar-besaran, banyak orang tua siswa kena PHK. Bukannya mencerdaskan anak bangsa dengan makan siang gratis, tapi malah membuat para siswa tidak makan bergizi di rumah lantaran orang tua mereka tak memiliki banyak uang untuk pemenuhan gizi tersebut. 

Lantas, kapankah Prabowo mulai berperang menghancurkan kebobrokan-kebobrokan itu? 

Hari ini sudah lebih seratus hari kerja kepemimpinannya di Indonesia. Rakyat tidak menginginkan pemimpin yang mengekor pemimpin sebelumnya. Rakyat tentu sangat menunggu gebrakan yang futuristis dari seorang Prabowo Subianto demi Indonesia berkemajuan. 


Wednesday, February 12, 2025

Masihkah Pemerintah Indonesia Pro kepada Rakyat?

Sumber Foto Pixabay



Entah gebrakan apalagi yang akan muncul setelah pemangkasan anggaran di berbagai kementrian. Sebelumnya ramai soal kelangkaan LPG 3 kg. Sebelumnya lagi dan hingga kini masih nyaring gaungnya adalah, pagar laut yang menyeret nama Jokowi, Aguan, dan juga beberapa orang jenderal. 

Pagar laut yang mencapai puluhan kilometer itu benar-benar menyita perhatian masyarakat luas. Indonesia seakan-akan kehilangan kedaulatannya. Sampai-sampai laut pun dijual. Padahal Indonesia is not for sale! 

Dan semua itu sama sekali tidak ada yang pro rakyat. Sebutlah contohnya pemangkasan anggaran. Seperti kita ketahui bersama bahwa pemangkasan anggaran ini tidak menyentuh sama sekali anggaran untuk TNI, BIN, POLRI, dan juga DPR. Sementara yang jelas-jelas berkaitan langsung dengan rakyat dipangkas, semisal di sektor kesehatan dan pendidikan. 

Presiden Prabowo bisa saja berargumen bahwa pemangkasan anggaran tersebut untuk makan bergizi gratis dan perbaikan sekolah. Akan tetapi, dengan kebijakan ini, ada berapa orang tua siswa yang kehilangan pekerjaan? Lihatlah begitu banyak tenaga honorer yang dirumahkan sebagai imbas dari pemangkasan anggaran! 

Jika pun pemerintah benar-benar ingin memajukan dunia pendidikan, yang paling utama adalah pendidikan gratis dan bukan makan gratis. Ada banyak rakyat Indonesia yang belum mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan karena keterbatasan biaya. Ingat, pendidikan di Indonesia ini masih mahal, Bung! 

Nah kalau ini terus bergulir, lambat laun akan ada kemungkinan terjadi konflik kepentingan antara rakyat dan pemerintah, baik di daerah, maupun pusat. Rakyat akan muak dengan segala kebijakan pemerintah yang hanya menguntungkan kepentingan para elit. Sedangkan rakyat tidak menerima apa-apa dari pajak yang dikeluarkan. 

Memang dengan stabilnya anggaran TNI, BIN, POLRI, dan DPR, menjadikan pemerintah mungkin "aman" dari suara-suara demonstrasi. Melalui POLRI, pemerintah bisa menggebuk massa dengan mudahnya. Tapi, semakin luas konflik yang terjadi, kondisi tentu akan kian memburuk. Dan, tidak menutup kemungkinan demonstrasi besar 1998 bisa terulang kembali. 

Untuk menghindarkan hal itu, sudah saatnya pemerintah benar-benar memikirkan rakyat. Semua kebijakan haruslah didasarkan pada kepentingan rakyat dan bukan kepentingan elit. Semua yang tidak pro kepada rakyat sesegera mungkin dibatalkan demi kelangsungan Indonesia sebagai negara dengan tingkat kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang tinggi. 



Tuesday, February 11, 2025

Apakah Efisiensi Anggaran Era Prabowo Memajukan Indonesia?

Sumber: Pixabay



Salah satu program andalan Presiden Prabowo adalah makan gizi gratis bagi pelajar di seluruh Indonesia. Apa pun dilakukan untuk mewujudkannya. Ini penting demi kepercayaan masyarakat bahwa janji Sang Presiden saat kampanye itu bukan sekadar omon-omon. 

Itulah sebabnya, penghematan di sana sini secara besar-besaran dilakukan. Kebijakan ini ditetapkan melalui Instruksi Presiden (Inpres) No.1/2025 yang menargetkan penghematan sebesar Rp306,7 triliun dengan strategi multidimensi. Alasannya tentu sangatlah manis. 

Mengutip laporan INews, saat menghadiri Kongres ke-XVIII Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) di Jatim International Expo (JIExpo), Surabaya, Jawa Timur, Senin (10/2/2025), presiden Indonesia itu berujar, “Saya melakukan penghematan, saya ingin pengeluaran-pengeluaran yang tidak perlu, pengeluaran-pengeluaran yang mubazir, pengeluaran-pengeluaran yang alasan untuk nyolong. Saya ingin dihentikan, dibersihkan." 

Dia juga menegaskan bahwa kebijakannya itu demi memberikan makan anak-anak lewat program makan bergizi gratis. 

Pertanyaannya, apakah program kerja Presiden Prabowo hanya memberikan makanan gratis tersebut selama lima tahun kepemimpinannya? 

Jika demikian, apakah berarti kegiatan lainnya yang anggaran pelaksanaannya dipangkas dianggap tidak penting dan tidak perlu ada? Sebutlah yang terkait langsung dengan dunia perekonomian, seperti transportasi dan perhotelan. Dengan pemangkasan anggaran yang brutal, secara otomatis berdampak pada ekonomi masyarakat dan negara. 

Sudah barang tentu hal itu juga menjadi penghambat kemajuan Indonesia di tengah persaingan global. 

Kalaupun pemangkasan anggaran menduduki peringkat tertinggi dalam skala prioritas program kerja Pemerintahan Presiden Prabowo, yang perlu dipangkas adalah pengeluaran untuk menggaji wakil menteri dan pejabat lainnya yang sebenarnya tidak perlu ada. Penggelembungan kabinet kerja era Prabowo Subianto jelas merupakan pemborosan anggaran negara. 

Secara ringkas, penghematan anggaran ini merupakan tantangan besar yang idealnya perlu direvisi demi kemajuan Indonesia ke depan. Semoga negeri tercinta ini mampu mengatasinya.