Suku Dayak Ngaju merupakan suku asli Kalimantan Tengah. Mereka
tersebar hampir di semua wilayah provinsi ini dengan kebudayaan yang tinggi.
Salah satunya adalah bahasa Dayak Ngaju yang digunakan dalam proses berpikir
dan mengungkapkan segala komunikasi verbal termasuk melalui peribahasa secara
bijak.
Orang Dayak Ngaju membuat peribahasa dengan cara mengamati dunia
sekitar mereka. Nah, yang tak bisa mereka abaikan adalah kehidupan flora dan fauna.
Hal ini dapat dimengerti karena mereka sangat akrab dan peduli terhadap segala
tumbuhan dan hewan. Bagi mereka, kepedulian terhadap keduanya itu termasuk
upaya menjaga kelestarian hidup dan keseimbangan alam.
Berikut adalah 7 peribahasa Dayak Ngaju beracuan flora paling
kaya pengalaman batin disertai makna per kata, terjemahan lengkap, maksud, contoh,
dan amanat setiap peribahasa dengan
ilustrasi gambarnya.
1.
Inti-intih bua rihat halawu bua ruku
Makna per kata:
inti-intih: memilih-milih
bua: buah
rihat: langsat
halawu: malah jadinya
ruku: duku
Terjemahan lengkapnya:
Memilih-milih buah langsat malah jadinya (mendapatkan) buah duku.
Maksudnya:
Memilih-memilih yang bagus malah mendapatkan yang buruk.
Peribahasa ini mengacu pada buah langsat dan buah duku. Keduanya
sama-sama termasuk dalam genus lansium.
Tetapi keduanya memiliki perbedaan. Kulit buah langsat berwarna kuning dan
bagus. Sebaliknya, kulit buah duku kuning keputihan dan cenderung pucat. Selain
itu, permukaan kulit langsat juga lebih halus dan lebih lembek daripada kulit
duku. Karena, kulit duku lebih kesap dan juga lebih keras.
Kebanyakan para pembeli terlalu memilih buah-buah di pasar. Misalnya
memilih-milih buah langsat. Hal itu dibuat sebagai bahan acuan peribahasa ini. Maksud
peribahasa ini ditujukan pada hubungan sosial. Sebaiknya kita tidak
memilih-milih orang dalam berteman. Kita juga tidak boleh membeda-bedakan suku
dan lainnya. Karena prinsip dalam bersosial itu adalah saling
hormat-menghormati, harga-menghargai, tolong-menolong, dan saling percaya satu
sama lain.
Misalnya kalau hari ini kita yang menolong, besok hari bisa
jadi kita yang perlu ditolong orang lain. Kita diciptakan berbeda-beda itu agar
kita saling mengenal. Jadi, dalam berteman kita tidak boleh memilih-milih. Bisa
jadi yang kita nilai baik malah buruk bagi kita. Amanat peribahsa ini ialah berteman
kepada siapa saja dapat memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia.
Ilustrasinya:
Berteman dengan siapa saja. Sebab, meskipun berbeda-beda, tetapi kita tetap bersatu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia |
2.
Kilau mahampis enyuh santan induan kuas
inganan
Makna per kata:
kilau: umpama
mahampis: memerah
enyuh: nyiur, kelapa
santan: santan
induan: diambil
kuas: ampas
inganan: dibuang
Terjemahan lengkapnya:
Umpama memerah nyiur, santan diambil, ampas dibuang.
Maksudnya:
Jika mendengar atau membaca perkataan orang, pilihlah yang
baik, dan buanglah yang buruknya.
Peribahasa ini mengacu pada buah kelapa. Buah ini dapat
menghasilkan santan. Caranya adalah dengan memarut daging buahnya. Kemudian
hasil parutannya diperah. Air santannya diambil sedangkan ampas parutan
kelapanya dibuang. Santan tersebut digunakan agar masakan berasa gurih. Dalam kehidupan
sehari-hari tentang santan dan ampas kelapa ini sering kita jumpai. Begitu
banyak informasi yang berkembang di masyarakat dan media sosial.
Contoh peribahasa ini membaca berita di internet. Informasi-informasi
itu tidak semuanya benar atau baik. Kita juga tidak dibenarkan mengunakan dan
menyebarkan berita yang salah kepada orang lain.
Amanat peribahasa ini adalah, kita harus memilih informasi
yang baik dan membuang yang buruk. Jangan sampai kita menjadi korban dari
informasi yang salah.
Ilustrasinya:
Seorang pemuda membaca informasi yang benar dan baik di dunia maya. |
3.
Dia’ tau pisang handue mamua
Makna per kata:
dia’: tidak
tau: bisa
pisang: dalam hal ini adalah pohon pisangnya
handue: dua kali
mamua: berbuah
Terjemahan lengkapnya:
Pohon pisang tidak bisa berbuah dua kali.
Maksudnya:
Waktu tidak bisa kembali ke awal.
Peribahasa ini mengacu pada tumbuhan pisang. Pohon pisang
secara alami hanya berbuah satu kali dalam hidupnya. Setelah buahnya dipanen,
pohon pisang akan mati dengan sendirinya. Orang Dayak Ngaju mengambil pelajaran
dari kenyataan pohon pisang ini. Mereka membuat peribahasa beracuan pisang
sebagai sebuah nasihat. Yakni, bahwa kedewasaan dan kekuatan manusia tidak bisa
kembali ke awal. Waktu yang telah kita lalui tidak bisa diulang kembali.
Contoh peribahasa ini dalam kehidupan sehari-hari seperti orang berusia 24 tahun tidak bisa lagi menjadi anak
usia 10 tahun.
Amanat dari peribahasa ini adalah gunakanlah waktu kita
dengan sebaik mungkin. Jangan sampai waktu kita terbuang sia-sia. Usia muda
harus diisi dengan hal bermanfaat semisal belajar dengan rajin. Bangsa Indonesia
membutuhkan generasi penerus yang giat dalam belajar.
Ilustrasinya:
Belajar dengan giat saat sekolah sehingga menjadi arsitek sesuai cita-citanya. |
4.
Amun mikeh buah gita, ela kuman nangka
Makna per kata:
amun: kalau
mikeh: takut
buah: kena
gita: getah
ela: jangan
kuman: makan
nangka: nangka
Terjemahan lengkapnya:
Kalau takut kena getah, jangan makan nangka.
Maksudnya:
Kalau takut mendapatkan kesusahan, jangan mengerjakan yang berbahaya.
Peribahasa ini mengacu pada tumbuhan nangka. Buah nangka
sangat bergetah. Untuk dapat memakannya, tangan kita pastilah kena getahnya
itu. Orang Dayak Ngaju menjadikan kenyataan tentang buah nangka tersebut
sebagai sebuah peribahasa tentang menjaga diri. Dalam hidup ini kita memang harus
bisa menjaga diri agar tidak mendapatkan kesusahan.
Contoh maksud dari peribahasa ini dalam kehidupan sehari-hari
seperti naik sepeda tidak dengan hati-hati. Mengayuh sepeda dari rumah menuju
sekolah dan juga pulangnya haruslah dengan hati-hati. Karena, jika tidak
hati-hati, kita juga yang akan mendapatkan kesusahan seperti terjatuh dan
terluka.
Amanat peribahasa ini adalah kerjakanlah yang baik-baik agar
tidak mendapatkan kesusahan. Misalnya pengayuh sepeda harus menaati rambu-rambu
lalu-lintas.
Ilustrasinya:
5.
Duan kulate ilihi batange
Makna per kata:
duan: ambil
kulate: jamurnya
ilihi: ditinggal atau tinggalkan
batange: kayunya, pohonnya
Terjemahan lengkapnya:
Ambil jamurnya, tinggalkan pohonnya.
Maksudnya: Mau
enaknya saja, sakitnya tidak mau.
Peribahasa ini mengacu pada tumbuhan jamur yang bisa dimakan.
Jadi, bukan jamur beracun. Biasanya orang akan meninggalkan pohon yang
ditumbuhi jamur setelah mereka mengambil jamurnya.
Contoh peribahasa yang mengacu pada tumbuhan jamur ini adalah
seorang suami sehabis makan di rumah, tapi tidak mencuci piring dan sendoknya.
Alhasil, istrinyalah yang mencucinya. Padahal jika mau mencuci sendiri, ia dapat
meringankan pekerjaan istrinya di rumah.
Amanat dari peribahasa ini adalah jangan hanya mau enaknya
saja, tapi juga ikut merasakan susahnya.
Ilustrasinya:
6.
Kalah batang awi sampange
Makna per kata:
kalah: kalah
batang: kayu, pohon
awi: karena
sampange: simpangnya, dahannya
Terjemahan lengkapnya:
Kalah pohon karena banyak dahannya.
Maksudnya: Pekerjaan
atau aktivitas yang melenceng dari tujuan semula.
Peribahasa ini mengacu pada pohon yang banyak dahannya. Pohon
dengan banyak dahan bagai jalan yang banyak simpangannya. Kalau tidak fokus,
bisa menyimpang ke jalan yang salah. Begitu pula dengan aktivitas manusia. Jika
tidak fokus, malah akan mengerjakan aktivitas lainnya.
Contoh peribahasa ini seperti kerja kelompok. Semula
tujuannya untuk menyelesaikan tugas dari guru. Ternyata malah
berbincang-bincang dan bercanda. Seharusnya dalam kerja kelompok tetap
beraktivitas mengerjakan tugas sampai selesai. Amanat dari peribahasa ini
adalah tetap pada tujuan semula.
Ilustasinya:
7.
Neweng kayu hapa pisau, mandirik hapa
baliyong
Makna per kata:
neweng: menebang
kayu: pohon
hapa: menggunakan
pisau: pisau
mandirik: membabat, memangkas
baliyong: kapak
Terjemahan lengkapnya:
Menebang pohon menggunkan pisau, membabat menggunakan kapak.
Maksudnya:
Menggunakan segala alat atau lainnya tidak pada tempatnya.
Peribahasa ini mengacu pada menebang pohon dan membabat suatu
tumbuhan seperti rumput. Menebang pohon seharusnya menggunakan kapak. Sedangkan
membabat rumput dengan menggunakan pisau. Akan tetapi, dalam peribahasa ini terbalik.
Dalam kehidupan sehari-hari, kadang kita menjumpai hal yang demikian.
Contoh peribahasa ini adalah, pulpen dipakai seorang murid
untuk menggambar di buku tulis saat ia bosan di dalam kelas. Saat ada tugas
mencatat hal penting, tinta pulpelnya habis. Dengan terpaksa ia menggunakan
pensil warna untuk mencatat hal penting tersebut. Padahal pensil warna gunanya
untuk mewarnai gambar.
Amanat dalam peribahasa ini adalah gunakanlah segala alat
atau lainnya sesuai tempatnya.
Ilustrasinya:
Kakak beradik sedang asyik di kamar mereka. Sang kakak menulis
menggunakan pulpen. Adiknya menggunakan pensil warna. |
Sumber tulisan: Buku Mengenal Peribahasa Dayak Ngaju yang Beracuan Flora dan Fauna karya Mahmud Jauhari Ali
Sumber gambar: koleksi pribadi
Sumber gambar: koleksi pribadi
0 comments:
Post a Comment