Di Bawah Purnama
bayangbayangku makin memanjang
setiap aku menjauh bagai sauh
membelah laut jadi dua
lalu kuberi jalan untukmu
agar pergi dari pantai yang kian amis
oleh cangkang
setiap aku menjauh bagai sauh
membelah laut jadi dua
lalu kuberi jalan untukmu
agar pergi dari pantai yang kian amis
oleh cangkang
di bawah purnama
tubuhku jadi hitam
dan cahayamu saja
tetap kurasa
sebagai penanda
ke mana aku mesti berhenti
tubuhku jadi hitam
dan cahayamu saja
tetap kurasa
sebagai penanda
ke mana aku mesti berhenti
bayangbayangku memanjang
mengukur perjalanan
yang masih separuh
padamu berlabuh
mengukur perjalanan
yang masih separuh
padamu berlabuh
Pinjami
Aku
beri aku kapak itu
akan kutebas kepala
patung dalam tubuhku
akan kutebas kepala
patung dalam tubuhku
pinjami aku tongkat
yang pernah membelah laut
dalam diri yang tak mau diam
yang pernah membelah laut
dalam diri yang tak mau diam
kasih aku kekuatan mata
untuk menatap kilatan
di batu tursina
agar kupandangi kau
tak berkejap
untuk menatap kilatan
di batu tursina
agar kupandangi kau
tak berkejap
antar kelembutan sang lelaki
hingga aku mampu
menyujudkan congkakku
hingga aku mampu
menyujudkan congkakku
Menit
yang Memburu
bergegas kutinggalkan menit-menit yang
memburu
di keriuhan petang, di saat hibuk orang-orang
mengacungkan pedang
ke tubuh bayang; ke hasat setan
di keriuhan petang, di saat hibuk orang-orang
mengacungkan pedang
ke tubuh bayang; ke hasat setan
aku tak mau tumpas, mati bersimbah
prahara
sebelum sampai di rumahmu
sebelum sampai di rumahmu
di rumahmu
yang juga rumahku
kini dan akan nanti
yang juga rumahku
kini dan akan nanti
aku tak ingin
jangan terjadi
terbunuh di luar rumahmu
jangan terjadi
terbunuh di luar rumahmu
- perkenankan -
Tak
ada Kau
tak ada kau di pintu
tapi aku tetap masuk
ingin berindurindu
hingga malam telingsut
tapi aku tetap masuk
ingin berindurindu
hingga malam telingsut
aku tetap masuk
meski kau tak menyambutku
di depan pintu
karena kutahu kau ada dalam diriku
meski kau tak menyambutku
di depan pintu
karena kutahu kau ada dalam diriku
aku ingin berindurindu
di antara kesibukanku
tapi kau tak ada di depan pintu
cuma kuyakin kau ada di dalam
di antara kesibukanku
tapi kau tak ada di depan pintu
cuma kuyakin kau ada di dalam
: hatiku yang selalu basah oleh namamu
Tadarus
sebaris ayat mengalir
bagai anak sungai
menuju ayatayat lain
ke laut, ke pulaupulau,
berlabuh di dermaga
bagai anak sungai
menuju ayatayat lain
ke laut, ke pulaupulau,
berlabuh di dermaga
lahir di penghulu bulan
mengingatkanku
pada peristiwa, jutaan
kisah: menghatukan
ruh dan jiwa
mengingatkanku
pada peristiwa, jutaan
kisah: menghatukan
ruh dan jiwa
di mahligai
tanpa lambai
tiada abai
tanpa lambai
tiada abai
dari ayat ini
aku berperahu
ke ayat berikutnya
aku berperahu
ke ayat berikutnya
malam lengang
kurasakan dengung
di hati ini
kurasakan dengung
di hati ini
"aku telah sampai
tapi tak pernah khatam."
Orang mengenalnya sebagai Isbedy Stiawan ZS. Lahir di Tanjungkarang, Lampung, dan hingga kini masih menetap di kota yang sama. Dia merupakan anak keempat dari delapan bersaudara pasangan Zakirin Senet (alm) bersuku Bengkulu dan Ratminah (Winduhaji, Sindanglaut, Cirebon). Menjadi pengarang adalah pilihan hidupnya.
Selain menulis karya sastra (cerpen, puisi, esai sastra), kini dia aktif di Dewan Kesenian Lampung dan anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Lampung. Sehari-hari, mulai Juli 2010, bekerja di Lampung TV (LTV)--grup MNC--sebagai produser New Cekal (berita-berita kriminal dan hukum). Pernah diundang ke berbagai pertemuan sastra dan budaya di Tanah Air dan luar negeri seperti Malaysia, Thailand, dan Brunai. Sempat membacakan puisi-puisinya di Utan Kayu Internationan Binnale (2005), Ubud Writers and Readers Festival (2007), dan lain-lain. Karya-karyanya dipublikasikan di Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Suara Pembaruan, Jawa Pos, Suara Merdeka, Sinar Harapan, Suara Karya, Pikiran Rakyat, Republika, Horison, Kedaulatan Rakyat, Lampung Post, Radar Lampung, Riau Pos, Jurnas Nasional, Harian Global (Jurnal Medan), dll. Blog http://isbedystiawanzs.blogspot.com
tapi tak pernah khatam."
Orang mengenalnya sebagai Isbedy Stiawan ZS. Lahir di Tanjungkarang, Lampung, dan hingga kini masih menetap di kota yang sama. Dia merupakan anak keempat dari delapan bersaudara pasangan Zakirin Senet (alm) bersuku Bengkulu dan Ratminah (Winduhaji, Sindanglaut, Cirebon). Menjadi pengarang adalah pilihan hidupnya.
Selain menulis karya sastra (cerpen, puisi, esai sastra), kini dia aktif di Dewan Kesenian Lampung dan anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Lampung. Sehari-hari, mulai Juli 2010, bekerja di Lampung TV (LTV)--grup MNC--sebagai produser New Cekal (berita-berita kriminal dan hukum). Pernah diundang ke berbagai pertemuan sastra dan budaya di Tanah Air dan luar negeri seperti Malaysia, Thailand, dan Brunai. Sempat membacakan puisi-puisinya di Utan Kayu Internationan Binnale (2005), Ubud Writers and Readers Festival (2007), dan lain-lain. Karya-karyanya dipublikasikan di Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Suara Pembaruan, Jawa Pos, Suara Merdeka, Sinar Harapan, Suara Karya, Pikiran Rakyat, Republika, Horison, Kedaulatan Rakyat, Lampung Post, Radar Lampung, Riau Pos, Jurnas Nasional, Harian Global (Jurnal Medan), dll. Blog http://isbedystiawanzs.blogspot.com
0 comments:
Post a Comment