“Iyut
Fitra melalui puisi panjang ini mengisahkan betapa perantauan hanyalah sebuah
kesia-sian.”
Demikianlah yang ditulis Ivan Adilla, seorang
pengajar di Universitas Andalas, dalam prolog buku Lelaki dan Tangkai Sapu.
Mungkin perkataan “puisi panjang” jika
dikaitkan dengan sebuah buku puisi terkesan kurang familier bagi sebagian orang. Hal ini dapat dimaklumi mengingat
perkataan itu mengandung makna hanya ada satu buah puisi dalam satu buku. Sedang
lazimnya buku puisi (baca: antologi puisi) terdiri atas lebih daripada satu buah
puisi. Bisa 25 puisi, 35, atau bisa ratusan. Bahkan, ada yang mencapai angka
seribu puisi.
Akan tetapi, hal itu akan terjawab kalau mau memperhatikan
buku ini dari A—Z. Lelaki dan Tangkai
Sapu sebenarnya bisa dikatakan sebagai antologi puisi Iyut Fitra yang
sebagian besar pernah dimuat di media-media massa cetak. Sebut saja puisi Buang Pantang yang dimuat di Lombok Post pada 6 November 2016 dan Di Kalang Lengan dimuat Kompas pada 8 Oktober 2016. Namun, kemudian
puisi-puisinya tersebut dikumpulkan dan sekaligus dijadikan sebuah puisi panjang dalam wujud buku. Lalu diberi
judul baru, yakni Lelaki dan Tangkai Sapu.
Lantas, bagaimana dengan judul-judul aslinya? Jawabnya,
diganti dengan angka-angka romawi. Misalnya puisi Buang Pantang menjadi I dan Di
Kalang Lengan diganti II, begitu seterusnya hingga XLI yang kesemuanya merupakan
bagian-bagian dari sebuah puisi panjang.
Begitulah cara Iyut Fitra—pria yang lahir di
Payakumbuh 16 Februari tersebut—dalam membukukan sebagian puisi-puisinya. Nah,
di bawah ini adalah bagian awal Lelaki
dan Tangkai Sapu. Silakan dibaca, diapresiasi, atau mungkin
diinterpetasikan. Selamat membaca!
I
tangislah kata pertamanya
ketika matahari merangkak setengah. seperduanya
lenggang menuju petang
ia dengar lafaz kelahiran dari muncung waktu
“jadilah kau jantan yang akan melangkahi tangkai
sapu!”
dan jalan-jalan kecil sepanjang ranah. dua tiga
kelokan juga lembah
orang-orang himbaukan perihal kehidupan. asal mula
kedatangan
lalu musim mengalir
cuaca tukar-tukaran
segala setia terhadap bayang-bayang
maka tiba masa tepian memanggil. sungai kecil
tempat mengail
orang-orang berarak dengan dulang-dulang
batiah, sigi, tampang kelapa, dan apa saja
segala
“mandilah kau. mandi berkusuk lada kecil
lengkap
buang pantang seirama alir ke hilir!”
ramu-ramu disembur. mantra dan doa pun
dihambur
tangis berikutnya menjalar ke pematang. mengalir
tebing-tebing dan lurah
telah datang seorang jantan penghuni dusun. kelak
akan ke surau
dan memuja pantu-pantun
telah datang seorang jantan di lingkar nagari.
kelak akan pergi
setelah lepas kaji
ibu-ibu pulang
orang-orang pulang
tepian tak sempat mencatat nama-nama
sungai kecil lupa apa itu peristiwa
tangguk berisi tujuh batu
kelapa yang kemudian ditanam
selebihnya hanya waktu saling bersahutan
jantan yang telah lengkingkan kata petama
Ia lihat semua yang hanyut merasuki mimpi
menjadi petatah dan petitih. menjelma gulungan-gulungan
pituah
alas pun diletakkan
serupa kepala nasi di simpang dan tikungan
suatu saat nanti akan dipahami. ia telah lahir
sebagai bujang kampung ini
merantau kehidupan
II
tidur kandung jangan merarau
lihatlah pukul sudah tengah malam
jika tersandung bujang rantau
ingatlah kampung juga halaman
dilesapkan ke tubuhnya kata demi kata
semenjak tepian ditinggalkan. sejak itu pula
usia berjalan
lelaki yang beranjak umur
dari lapik ke kasur. dari dipan ke buaian
tak berhenti amanah disumbatkan. ibu yag tekun
menyusun lagu-lagu sepanjang malam. alif ba ta
abjad dan hitungan. siapa nanti yang membayar?
manakala orang-orang sibuk mengejar sorga
mencari-cari telapak kaki
sebelum menyerah pada tuhan
berlagu-lagu telah selesai. beragam pantun
juga usai
malam runcing aur
“lelaplah kau anak bujang di kalang lengan. buaian
tak membuat
waktu jadi singkat. esok matahari datang bercerita
tentang kota-kota. atau tangkai sapu
yang menunggu di balik pintu”
ada yang terasa ganjil
dingin turun membawa gigil
kata yang dilesapkan seolah iringan panjang
barisan orang-orang yang meninggalkan rumah
gadang
menuju kerberangkatan
timang-timang
buaian rotan
tali berkain sarung
mimpi akan datang di ujung dendang
medengkurlah ia dalam pangkuan
jantan yang tengah menunggu matahari
lelap dalam dekapan
Penasaran dan berminat
dengan bagian-bagian lainnya? Silakan membacanya langsung di buku Lelaki dan Tangkai Sapu. Pembelian buku bisa melalui nomor 08126719131. Selanjutnya silakan menikmati, mengapresiasi, dan menginterpretasikannya.
0 comments:
Post a Comment