Kemarahan
yang Api
kemarahanmu yang api
menelanjangi kata-kataku
membakar jutaan huruf mati
yang tersimpan dalam laci kehidupanku
dari sudut balkon kau jelajahi
diri
tak ada yang lebih sepi dari
sunyi itu sendiri
senja yang tenggelam dalam
hening malam
mengusir kicauan burung gereja
di batas cakrawala
lalu diam-diam kau tuang amarah
dalam secangkir gelisah
yang kau aduk merata di
sekeliling tubuhmu
hingga meleleh ragaku menjadi
abu
kemarahanmu yang api itu
membuatku terjebak dalam arus
waktu masa lalu
Kedoya,
18 November 2013
Takdir
barangkali
kita yang tak pernah bosan
mengeja
kata-kata dalam hujan
atau
gambar-gambar yang salah ditafsirkan
sebagai
pertanda kehidupan
kita,
adalah sepasang kesalahan yang ditakdirkan
untuk
tetap berada dalam kegelapan
barangkali
cerita kita tak akan berkesudahan
atau
barangkali tangan ini tak lagi sanggup bergenggaman
biar,
biar semua menjadi kenangan
dan
kita pun berjalan, dalam langkah yang berlawanan
Kedoya, 18 November 2013
Tentang Isyarat
: a³
pada
satu kedipan yang telah hadir
diam-diam
sebaris senyum terukir
sebut
saja ini pendar-pendar
yang
jejaknya terekam dalam ingatan
yang
debarnya sepanjang kenangan
yang
detaknya penuh kerinduan
katakanlah,
mungkin ini isyarat hati
tentang
sebuah janji
tentang
ia yang berani menggapai mimpi
Tangerang, 13.03.2014
Bayangmu
telah
kubentengi diri dengan doa
meski
itu tak cukup memahat jeda
menghapus
bayangmu di segumpal asa
ia
yang telah hadir bersama kelebat waktu
mematri
rasa di jantung kalbu
menjadikan
hitam-putih serupa abu-abu
mengingatmu
serasa mengamini luka
pedih,
namun tak jera
demikianlah
aku memaknai debar yang telah ada
Tangerang, 03.03.2014
Merindumu
(lagi)
:
hy
pagi adalah tentang hangat
sapamu
saat
lembut mentari jatuh tepat di bola matamu
demikianlah
pagi yang selalu ada di ingatanku
namun,
pagi juga terkadang tentang lebam penantian
kerinduan pada hangatnya
percakapan
dan debar di dada yang acap
kali tak ingin dituntaskan
seperti kenangan yg datang
sesubuh ini
wajahmu
terbias indah pada kepulan sepoci kopi
sebab
rindu ternyata tak pernah mati
Tangerang, 15/01/2015
Kemarau
di Matamu
hanguskan pohon rindu di kalbu
ialah guguran waktu
membakar ranting keyakinan
hingga
berguguran pucuk dedaun
dihempas
angin yang menderu
ketika
sajak tak lagi bercerita
kau
dan aku tahu; kita tak pernah ada
di
matamu, kemarau pun kian meraja
Kedoya,
06/03/2015
Novy
Noorhayati Syahfida lahir
di Jakarta pada tanggal 12 November. Alumnus Fakultas Ekonomi dengan Program
Studi Manajemen dari Universitas Pasundan Bandung ini mulai menulis puisi sejak
usia 11 tahun. Puisi-puisinya telah dipublikasikan di beberapa media cetak,
elektronik dan lebih dari 60 buku antologi bersama. Namanya juga tercantum
dalam Profil Perempuan Pengarang &
Penulis Indonesia (Kosa Kata Kita, 2012). Dua buku kumpulan puisi tunggalnya
yang berjudul Atas Nama Cinta
(Shell-Jagat Tempurung, 2012) dan Kuukir
Senja dari Balik Jendela (Oase Qalbu, 2013) telah terbit. Pencinta buku,
penulis puisi dan penyuka senja ini dapat dihubungi melalui: Novy Noorhayati
Syahfida (facebook)/@syahfida (twitter)/syahfida@yahoo.com
(email).
0 comments:
Post a Comment