Aku
Ingin Mengajak Kau ke Hutan
Karya
Akhmad Zailani
I
Aku
ingin mengajak kau ke hutan. Berkelana menulis puisi yang indah. Puisi tentang
hutan. Mumpung belum punah. Sekalipun keindahannya hanya sedikit. Tentang
pohon-pohon yang kita lihat di sepanjang langkah. Jangan takut ada harimau,
ular, beruang atau binatang buas lainnya. Ada aku. Aku bisa menjadi lebih dari
harimau untuk membunuh harimau atau aku bisa lebih menjadi ular dan beruang
untuk membantai ular dan beruang. Untuk mengusir rasa takut kau. Tapi tentu
saja, binatang binatang itu sudah tak ada lagi. Orang orang telah
memelihara di dalam diri. Ya, aku berharap di dalam hati. Bila aku dan
kau beruntung; kita akan mendapati kupu-kupu yang terbang , mungkin akan ada
bunga anggrek hutan, yang tumbuh liar di antara pohon-pohon besar, yang
aku pun tak tahu namanya, lalu kau berteriak girang ; “ oh indahnya”.
II
Seorang
kenalan menawarkan kelezatan hutannya. Mungkin dia bercanda. Mungkin
masih hutan. Tapi aku kurang terpikat, dan berpikir; hutan dia, hutan ku
dan hutan kau, tidak berbeda jauh. Sudah dijamah. Aku dan kau memang bisa
saja mencari hutan di daerah lain, berkelana untuk menulis puisi. Mencari kupu
kupu dan inspirasi pun muncul berterbangan ke luar lewat telinga, mata dan
mulut. Tapi cukup lah sementara hutan yang ada di pikiranku saja. Atau
hutan di kepala kau saja, yang belum dijamah. Tapi tidak menutup
kemungkinan, bisa saja kita diam diam sambil mengendap-ngendap menengok hutan
kenalan itu, lalu merasakan aromanya. Seperti menghirup secangkir kopi nikmat
di hari dingin dan kita rasakan perbedaannya ; “oh lezatnya”
III
Hutan
perlu buru-buru diubah menjadi puisi, karena mimpi-mimpi dari tidur aku dan kau
tentang hutan telah habis dimakan babi-babi, yang berdatangan dari jauh. Hutan
perlu segera diberi sayap, agar segera terbang bersama kupu-kupu, dan tidak
merasa kesepian. Karena kupu-kupu bukan sepenuhnya asesoris hutan. Bila
suatu ketika aku dan kau beruntung, akan ketemu kupu-kupu yang terbang bersama
hutan-hutan secara terpisah. Bila hutan sudah beterbangan, babi-babi
hanya bisa memakan kotoran sendiri secara berulang-ulang, tiada habis.
Hutan-hutan berterbangan, bersama kupu-kupu, lalu ada bunga anggrek yang
menuliskan harapan di pohon-pohon besar, dan kau pun terkagum kagum
melihatnya;” oh mari buru-buru kita lukis kenangan”
IV.
Tapi
terlambat. Aku dan kau gagal membungkam waktu. Babi-babi tak bisa ditahan,
terus berdatangan seperti hantu. Mungkin berkendaraan angin. Tidak
tampak, namun terus mencukur hutan hingga botak. Kau pun menangis sejadi
jadinya. Hutan-hutan beberapa di antaranya tak sempat diterbangkan. Hutan-hutan
yang tak sempat diberi sayap, lenyap dimakan babi-babi hingga tak
bersisa. Bukan sekedar mati. Bahkan hingga ke dalam jantung hati. Tersisa
galian lubang-lubang besar seperti mulut raksasa. Air mata kau menetes,
tertampung di dalam lubang yang telah memakan anak-anak pewaris mimpi-mimpi aku
dan kau. Lalu dari lubang lubang berlarian babi-babi. Kau pun makin
menangis sejadi-jadinya. “ Oh …”
Biodata
Akhmad Zailani
Ia
seorang Jurnalis kelahiran Samarinda Kalimantan Timur ini suka menulis puisi,
cerpen, essai, sejarah, cerbung, karya ilmiah, berita, dan lain-lain.
Puisi-puisinya di antaranya dimuat di antologi puisi bersama penyair 5 negara
SINAR SIDDIQ (Sempena Mahrajan Persuratan dan Kesenian Islam Nusantara 2012,
Membakut Sabah-Malaysia/8-11 Februari 2012), Kepada Sahabat (antologi puisi
Malaysia, Brunei Darussalam, Indonesia) yang diterbitkan Dewan Bahasa dan
Pustaka Cawangan Sabah), Suara 5 Negara (prakata Korie Layun Rampan), dan
Langit Terbakar Saat Anak-anak Itu Lapar (Sastra Welang Pustaka, Bali 2013).
Cerpennya
dimuat di beberapa kumcer bersama antara lain, Aminah Sjoekoer di Atas Kapal
Nederland (22 Cerpen Borneo Pilihan 2012, Metro, 2012) bersama pengarang
Malaysia dan Brunei Darussalam, Kalimantan Timur dalam Cerpen Indonesia
(editor Korrie Layun Rampan), dan Para Lelaki (Sultan Pustaka, 2013). Selain
buku sastra, juga menulis buku sejarah politik di Kaltim, Wajah Parlemen
Samarinda, wakil rakyat dari masa ke masa (DPRD Samarinda, 2006), Catatan
Kecil tentang Kerja Besar Walikota Achmad Amins Membenahi Samarinda (Pemkot
Samarinda, 2005), Melawan Banjir di Kota Air Samarinda (Pemkot Samarinda,2004),
Gubernur Datang, Bawa Uang Nggak? (Pemprov. Kaltim, 2002.
0 comments:
Post a Comment