Manusia
diciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling mengenal satu sama
lain.
Begitulah
adanya kehidupan di dunia ini. Tak ada bangsa atau suku yang lebih tinggi
daripada yang lain. Semua setara dan idealnya tak ada pula kesombongan apalagi
penjajahan terhadap manusia lainnya. Pertanyaannya, apakah makna saling
mengenal hanya sebatas berkenalan lalu putus tak ada komunikasi lagi?
Jawabnya
tentulah lebih daripada itu. Mengenal masyarakat tertentu, secara sadar atau
tidak kita juga mengenal kebiasaan mereka. Dari cara berpakaian, bercocok
tanam, seni, dan lain sebagainya yang bisa kita petik menjadi pengetahuan baru. Yakni pengetahuan positif
yang bisa dimanfaatkan di wliayah asal
kita. Itulah sebabnya, studi banding dengan mengunjungi suatu tempat dalam
dunia kekinian menjadi hal penting demi kemajuan bersama.
Kemudian,
pada zaman semodern dan secanggih sekarang ini, pastinya makna mengunjungi tak
sekadar perjalanan fisik dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Dapat pula kita
maknai sebuah aktivitas mendaratkan pandangan, pikiran, dan hati melalui
teknologi. Kita bisa dengan cepat melihat kota-kota lain melaui koneksi
internet misalnya.
Nah,
bagian terakhir di atas tadi, salah satu contohnya ialah berlayar ke Negeri
Ginseng untuk mengenal salah seorang penyair dan puisinya melalui artikel ini.
Adalah
Moon Chung Hee yang dikenal sebagai salah seorang penyair Korea Selatan. Puisi-puisi liris perempuan kelahiran Boseong, Jeollanam-do, Korea Selatan pada 25 Mei 1947 ini berkenaan tentang
kehidupan dan hal-hal yang menunjukkan keberanian dari sudut pandang kewanitaannya. Sebagian puisinya juga
berdasarkan kesadaran sosialnya yang tinggi. Dan, hal itulah yang menjadikannya
favorit para pencinta puisi di negara itu.
Pruduktivitasnya
dalam menulis puisi tergolong mengagumkan. Terbukti ia telah berhasil
melahirkan 11 buku puisi dalam bahasa Korea dan juga telah diterjemahkan ke
dalam sembilan bahasa, termasuk Spanyol, Jerman, Jepang, dan Inggeris. Bahkan,
buku puisinya ada yang diterbitkan di Amerika Serikat.
Puisi-puisinya
juga digemari para pembaca Barat. Padahal mereka tidak memiliki pengetahuan
mendalam tentang puisi dan sastra Korea. Berikut satu contoh puisi feminimnya
yang berjudul Suami.
Baik
ayahku maupun kakakku,
Dialah
pria yang berdiri di suatu tempat, di antara keduanya.
Seseorang
yang paling dekat, namun begitu jauh.
Tatkala
aku menderita insomnia
Aku
cenderung untuk meminta nasihatnya
Ups!
Apa pun selain itu!
Jadi
aku diam-diam berpaling darinya di tempat tidur.
Terkadang
dia musuhku,
Di
lain waktu, dia satu-satunya manusia di bumi
yang
menggenggam hangat anak-anak tersayangku.
Jadi
aku membuat makan malam untuknya lagi,
Laki-laki
ini makan banyak sekali,
Pria
ini yang mengajarikucara bertarung.
0 comments:
Post a Comment