Kepada Sang Dewi
Kaulah dewi penunggu hujan
Pemuja gerimis
Pemelihara kunang-kunang
Pencuri kesunyian
Di antara gelap yang menyingkap
Di balik jelebu yang menderu
Kaulah penyelamat rindu
Menunggumu di untaian waktu
Memujamu di zaman yang syahdu
Adalah cara lain mengasah diri
Mencipta ruang kosong di sanubari
Menajamkan rasa, mengukir kembali cinta
Kepadamu sang dewi
Bertahtalah dalam hati.
2016
Menunggumu
Menunggumu di
beranda ini
mengeja ulang
perjalanan
cinta yang
memancar dari urat nadi
menyebar dalam
lintasan bola mata
Menunggumu di
beranda ini
ibarat musafir
separuh jalan
menyusuri padang
pengembaraan
kembali pada titik
pijak yang sama
kerinduarn
Menunggumu di
beranda ini
adalah mengenang
perjumpaan
memilah butir
hujan
yang tumpah di
sudut mata
kesunyian
Bandung, 2017
Gadis Garut
Sungai ini mengingatkanku padamu
yang dulu, menyebar kerinduan mengusik keresahan
dalam perjalanan antara batas kota dan gudang di sana
warnamu masih hijau saat itu
Saat kutelusuri lagi jejak rindu
sekian purnama dalam kesendirian
dalam lalulintas cuaca tak mudah diterka
engkau menjadi layu
Hijaumu menjadi ungu
cantikmu serupa senja yang kesumba*
gadismu tak perawan lagi
lekukan tubuhmu tak senakal yang kukenal
engkau telah berubah, gadisku
tapi aku harus tetap memujamu
karena hati tak bisa dibohongi
kupendam cinta dengan berat hati.
Garut, 2016
*Meminjam penggalan larik puisi Acep Zamzam Noor
Di Kota Ini
Panas Menyengat Tak Henti-Henti
Lihatlah langit di
atas sana! Cerah ceria!
Tapi kenapa di
sini panas menyengat
Tak henti-henti
Membakar
ubun-ubun, menusuk ulam jantung
Aku
paham, hujan tak tentu datang
Aku paham,
berteduh adalah cara terbaik menghindari
sengatan
Namun, tempatku
berlindung dari panas dan hujan
Sirna ditelan
angkara
Di kota ini panas
menyengat tak henti-henti
Membakar diri.
Indonesia, 2017
Biodata
singkat Moh. Syarif Hidayat
Ia
lahir di Panjalu-Ciamis, 28 Juli 1976. Karya-karyanya berupa puisi, esai, dan resensi dimuat di berbagai media massa lokal dan nasional, seperti Bandung
Pos, Hikmah, Suara Publik, Pikiran Rakyat, Galamedia, Media Pembinaan, Tabloid AKSI, Suara Pembaruan, Republika, Rakyat Sultra, Mimbar Umum, dan lain-lain. Selain itu sejumlah puisinya termuat
dalam antologi bersama Ketika Matahari... (1998), Graffiti Gratitude (2001), Cimanuk, Ketika
Burung-Burung Kini Telah Pergi (2016). Kumpulan puisi tunggalnya adalah Tentang
Bunga yang Tumbuh di Pinggir Kolam (Kaifa Publishing, 2016) dan Mengenang Kelahiran (Gam,bang, 2017. Kini masih aktif bekerja
sebagai peneliti di Balai Bahasa
Jawa Barat.
0 comments:
Post a Comment