Melalui akun
Twitternya, Goenawan Mohamad yang merupakan Jurnalis Senior sekaligus pendiri
Majalah Tempo, mengecam pernyataan Wiranto tersebut.
Hal senada juga
datang dari Irfan Yusuf yang merupakan Juru bicara BPN
Prabowo-Sandi. Ia mengaitkan penyataan Wiranto dengan era reformasi yang sudah berjalan 20 tahun lebih sejak
1998 silam.
"Barangkali
Wiranto lupa, bahwa kita sudah 20 tahun menjalani reformasi," ujar Irfan
seperti terlansir RMOL, Selasa (7/5).
Sebagaimana
kita ketahui, di era reformasi rakyat bebas dari belenggu pemerintah dalam hal
menyuarakan pendapat ke khalayak ramai (publik), termasuk yang berupa evaluasi
dan kritik tehadap pemerintah itu sendiri.
Selanjutnya
politikus lain, yakni Wakil Sekjen Partai Demokrat, Renanda Bachtar, menegaskan
bahwa Wiranto ini pemikiran dan kebijakan politiknya selalu represif. Padahal
menurutnya, demokrasi yang sehat itu kalau rakyat boleh memberikan
koreksi-koreksi terhadap jalannya pemerintahan. Jika diancam, maka artinya demokrasi dibuat sakit.
Sedang Anggota Dewan Pakar BPN Muhammad Said Didu memeberikan tanggapan bahwa dua hal yang digaungkan Wiranto
merupakan bentuk ancaman terhadap para tokoh dan media.
Sementara pakar
hukum pers—Wina Armada Sukardi—mengingatkan bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan
pembredelan dan penyensoran, oleh siapapun. Pembredelan dan penyensoran bukan
hanya melanggar UU Pers 40/1999 tetapi juga mengancam kehidupan demokrasi
bangsa Indonesia dan karena itu sekaligus melanggar UUD 1945. Dan, salah satu peranan pers adalah melakukan
koreksi terhadap kepentingan umum.
0 comments:
Post a Comment