Demonstrasi besar-besaran telah terjadi di sejumlah daerah di Papua dan Papua Barat sejak Senin, (19/8/2019).
Bukan sekadar suara lantang yang diperdengarkan, tetapi massa aksi juga melakukan perusakan bangunan, mobil, bahkan pengejaran dan pelemparan batu kepada polisi secara sadis.
Sebut saja di Manokwari misalnya, massa membakar gedung DPRD Papua Barat. Sedang di Sorong, Papua Barat, massa sempat membuat aktivitas bandara lumpuh.
Dan di Jayapura, Papua, meskipun aksi berjalan damai, jumlah massa yang turun ke jalan sangat banyak sehingga melumpuhkan aktivitas perekonomian setempat.
Lalu pertanyaannya, apakah sebelum demonstrasi besar-besaran itu terjadi, mereka (baca: warga Papua dan Papua Barat) baik-baik saja? Apakah mereka benar-benar merasakan kesamaan hak dan telah menguasai perekonomian di sana?
Dikutip dari CNN Indonesia, Kamis (22/8/2019) Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)--Adriana Elisabeth--menilai bentrokan dan aksi protes yang dilakukan masyarakat Papua merupakan letupan atas permasalahan yang selama ini dirasakan. Misalnya, diskriminasi dan ekonomi, ketika masyarakat Papua tidak bisa menguasai perekonomian di daerahnya sendiri.
Dirinya menambahkan bahwa persoalan panjang tersebut terpendam begitu lama dalam benak. Dan, emosi mereka meletup ketika ada permasalahan mahasiswa Papua di Jawa Timur.
Ia juga mengatakan, "Sekarang kita ribut bagaimana meredakan konflik tapi akar persoalan bagaimana martabat Papua dihargai, selama ini kan tidak pernah diurus."
Itulah sebabnya, dirinya berpendapat referendum bukan solusi tepat dan pemberian kemerdekaan secara langsung dari Indonesia juga bukan jawaban.
Akan jauh lebih baik, menurutnya, jika semua pihak memahami terlebih dahulu kondisi yang ada saat ini. Termasuk tentang apa yang dirasakan oleh masyarakat Papua. Setelah itu, baru bisa mendapatkan solusi yang tepat.
0 comments:
Post a Comment