Masih ingat perang cicak versus buaya? Itu cerita lama. Sudah terkubur oleh bebatuan, tanah, dan pasir berton-ton jumlahnya.
Meski demikian, hal tersebut tetaplah bagian dari sejarah Indonesia. Pasti sudah dicatat rapi dalam buku-buku sejarah yang apik. Dan, kita tidak boleh melupakan sejarah begitu saja.
Nah, akhir-akhir ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhadap-hadapan langsung dengan DPR-Pemerintah RI.
KPK dilemahkan DPR dengan revisi UU KPK. Terkait persoalan ini, seperti terlansir RMOL, Rabu (18/9/2019), Ketua Presidium Perhimpunan Masyarakat Madani (Prima)--Syaroni--mengatakan, "Sekarang KPK melakukan serangan balik yakni menyasar pihak-pihak yang bisa sesegera mungkin ditetapkan sebagai tersangka."
Ia menerangkan bahwa langkah termudah membalas koalisi pemerintah-DPR adalah dengan menetapkan Menpora sebagai tersangka.
Mengapa mudah? Sebab, kasus suap dana hibah Kemenpora kepada KONI yang menjerat Imam itu telah lama disidik. Terlebih, asisten pribadi (Aspri) Menpora, Miftahul Ulum, sudah ditahan.
Lalu di mana efek serangannya? Disadari atau tidak, sebenarnya hal ini merupakan pukulan telak bagi Presiden Jokowi. Ya, pemerintahannya telah tercoreng dengan kasus korupsi oleh menterinya sendiri. Yang lebih parahnya lagi bahwa revolusi mental yang diusungnya gagal total.
Syaroni menambahkan, "Dalam sejarahnya nanti akan dikenang bahwa kabinet Jokowi berlumur korupsi."
Mengenai langkah KPK selanjutnya, menurut Sya'roni, aksi KPK akan lebih dahsyat jika berani menetapkan Menteri Perdagangan--Enggartiasto Lukita--juga sebagai tersangka kasus dugaan pemberian suap Rp 2 miliar kepada mantan anggota DPR Bowo Sidik Pangarso.
0 comments:
Post a Comment