Apa yang Anda pikirkan tentang judul di atas?
Rasanya mustahil jika dua metode pada judul itu digunakan untuk mengetahui arah politik Prabowo Subianto. Coba bayangkan saja, bagaimana bisa?
Ya, Prabowo memang makhluk yang mendiami salah satu benda langit. Itu faktanya. Tapi, ia bukanlah hilal yang menandakan masuknya awal bulan baru dalam sistem kalender Hijriah.
Jadi, sudah jelas, baik hisab, maupun rukyat tidak bisa digunakan untuk mengetahui arah pergerakan Prabowo Subianto dalam karier politiknya.
Sudah selesai? Tentu belum. Lho, kok? Benar, pembahasan yang sesungguhnya belum dimulai.
Hisab dan rukyat memang digunakan untuk menentukan awal bulan baru dalam Islam. Patokannya adalah sebuah benda langit, yakni bulan baru. Secara umum lazim disebut hilal.
Beda keduanya yang paling mencolok adalah, hisab dengan perhitungan sedangkan rukyat dengan penglihatan atau pengamatan langsung.
Dengan kata lain, hisab menggunakan hitungan karena matahari dan bulan beredar menurut perhitungan. Sementara rukyat dengan melihat hilal secara langsung.
Lalu? Apakah Prabowo beredar menurut perhitungan? Atau dapat dilihat langsung?
Agaknya, dalam hal ini lebih tepat jika hisab diartikan sebagai prediksi. Maksudnya, prediksi atas berbagai rekam jejak Prabowo selama ini dan beragam kemungkinan yang akan terjadi. Kemudian, dibuktikan dengan penglihatan atau pengamatan langsung selama lima tahun ke depan.
Banyak pihak yang berkomentar atas pergerakan Prabowo pascapilpres 2019 lalu. Terutama setelah ia merapat ke kubu Jokowi. Pertemuan demi pertemuan dengan sejumlah tokoh elit politik semisal Megawati dan Surya Paloh pun ia lakukan.
Lantas apakah tujuannya? Ini yang menarik. Ada yang mengatakan Prabowo Subianto sengaja melakukannya untuk dapat menunaikan janji-janji politiknya. Ada lagi yang mengatakan bahwa hal itu guna mengamankan negara dari tangan-tangan asing khususnya Republik Rakyat China.
Selebihnya, Prabowo diduga mendekati Megawati agar dapat menang dalam Pilpres 2024 mendatang. Selain itu semua, ada juga yang berkomentar agak miring, yakni Prabowo dikesankan sebagai manusia rakus kekayaan dan kekuasaan sehingga mau menjadi salah seorang menterinya Jokowi. Dalam arti sebagai pembantu dari lawan politiknya pada Pilpres 2014 dan 2019.
Terlepas dari semua prediksi itu, idealnya kita perlu melihat atau mengamati saja secara langsung bagaimana sepak terjangnya dalam kancah perpolitikan Indonesia ke depan.
Pertanyaan yang muncul selanjutnya, apakah kita dapat sabar selama lima tahun ke depan? Dan, adakah manfaatnya bagi bangsa ini? Dan, bagaimana dengan Anda?
Kita buktikan saja!
0 comments:
Post a Comment