Sebenarnya saya ingin menuliskan tentang potensi sastra sebagai objek wisata. Sebab, dengan itu, diharapkan semakin banyak orang mengenal dan menyayangi sastra.
Tapi, tiba-tiba saja saya teringat sosok-sosok yang diidolakan, disanjung, dipuja-puja, dibanggakan, dan sejenisnya.
Dan, masyakarat begitu cepat tersihir dengan hal semacam itu. Sebutlah juara lomba ini, lomba itu. Atau sukses di luar negeri. Wah kalau sudah demikian, banjirlah dunia dengan kata-kata sanjungan manusia untuk manusia lainnya.
Tapi, terkadang ada hal-hal penting yang malah terlupakan bahwa setiap hari kita harus makan, harus minum, harus tidur, harus berpakaian, dan harus-harus lainnya agar bisa hidup.
Pertanyaan awalnya, dari mana mendapatkan makanan, minuman, tempat tidur, dan pakaian tersebut? Mungkin jawaban terlugu adalah di warung. Pilihan lainnya minimarket. Atau bisa jadi dari toko mewah.
Ya, alurnya memanglah demikian. Lantas, apakah semua itu berawal dari tempat-tempat yang saya sebutkan di atas saja? Bagaimana dengan alur sebelumnya?
Itulah agaknya yang menjadi pertanyaan idealnya. Tentu saja masih ada episode-episode awal sebelum sampai di warung, minimarket, atau toko mewah.
Jika itu adalah makanan semisal nasi, maka sebelumnya ialah beras dengan air secukupnya dan pemanas. Sebelumnya lagi ada gabah dan petani atau bisa juga buruh tani. Sebelumnya, juga ada yang lainnya. Sebut saja pembuat pupuk dan pembasmi hama.
Begitu pula dengan minuman, tempat tidur, serta hal-hal penting lainnya. Artinya, orang-orang yang berjasa untuk hidup kita sangatlah banyak. Petani, tukang batu, pembuat panci, pengaspal jalan, kuli bangunan, dan banyak lagi.
Kemerdekaan negara kita ini pun tidak hanya didapat dari satu orang, atau segelintir orang. Melainkan banyak orang dan pastinya atas rahmat Allah swt yang Maha Penyayang.
Dengan kata lain, tidak hanya pemenang lomba ini, lomba itu, orang sukses di luar negeri, dan sebagainya, melainkan banyak orang, kecuali pelaku kriminal, adalah hebat. Luar biasa bagi kita.
Bahkan, dalam catatan sejarah pun Nabi Muhammad saw yang merupakan manusia teragung sejagat ini mencium tangan seorang tukang batu. Sungguh itu merupakan tangan yang bekerja untuk mencari nafkah dengan susah payah dan halal.
Itulah sebabnya, banggalah jika kita disamakan dengan tukang batu atau semacamnya.
0 comments:
Post a Comment