Pernahkah Anda mendengar atau membaca seputar judul di atas?
Jujur, saya belum pernah membahasnya dengan siapa pun. Mungkin Anda pernah.
Zaman terus mengalami perkembangan saat menyusuri bentangan waktu. Teknologi kian maju. Dulu, pada masa lampau, tulisan terpampang di media-media selain kertas. Sebut saja kulit pohon. Setelah kertas tersedia, mulailah huruf-huruf nangkring di atasnya. Pena menjadi alat tulis populer kala itu.
Maka tak mengherankan kata "pena" masih eksis hingga sekarang. Hal itu dapat dipahami karena media kertas dan pena merajai dunia tulis-baca dalam rentang waktu yang panjang.
Lalu mulailah muncul alat tulis modern. Mesin tik. Ya, mulai yang manual hingga elektronik. Lambat laun mesin berbunyi "tik" itu juga ditinggalkan, kecuali saat listrik padam. Komputer mengalahkannya.
Awalnya, terkenal dengan versi desktop atau komputer duduk. Ukurannya yang besar membuat orang melahirkan komputer versi yang lebih kecil, notebook. Alasannya agar mudah di bawa dari satu tempat ke tempat lainnya (mobile).
Belakangan, komputer jinjing itu pun mendapatkan saingan baru, tablet dan smartphone.
Nah, di era kekinian yang terhubung internet inilah, tulisan cetak perlahan mulai kehilangan penggemarnya. Hitung saja berapa media massa cetak yang gulung tikar. Penerbit buku cetak juga banyak yang menyusul mati.
Di era digital ini, tulisan memang sangat mudah dipublikasikan secara online atau daring (dalam jaringan). Sekali lagi, sangat mudah. Benar, tak perlu masuk dapur redaksi terlebih dahulu, tulisan sudah dapat dibaca banyak orang.
Perhatikan saja media-media sosial dan web. Dan tak bisa dipungkiri bahwa sebagian penulis online memiliki banyak penggemar di dunia maya. Jumlahnya ada yang jutaan. Bahkan, penulis buku cetak kondang pun ada yang kalah dalam hal jumlah penggemar di dunia yang serba virtual itu.
Pertanyaannya, apakah benar penulis online lebih keren daripada penulis di media cetak?
Untuk menjawabnya, tak lepas dari kualitas. Maksudnya, tulisan yang baik tentu yang menggembirakan dan bermanfaat. Siapa pun penulisnya, asalkan mampu menghadirkan tulisan seperti itu sangatlah keren.
Mengenai jumlah penggemar, tentu bukanlah tolok ukur di dunia kepenulisan. Artinya, di dunia cetak sekalipun buku-buku best seller misalnya, belum tentu lebih berkualitas daripada yang laku dalam jumlah sedikit.
Ah rasanya, saya perlu minum kopi dulu nih sebagai pengingat bahwa saat ini masih hidup di dunia nyata.
0 comments:
Post a Comment