Seekor induk kucing begitu menyayangi anak-anaknya. Dengan penuh perhatian ia membersihkan bulu-bulu buah hatinya tanpa meminta imbalan. Menjaga, bahkan rela tak berdaya saat air susunya dihisap oleh makhluk-makhluk mungil yang lahir dari rahimnya itu.
Mungkin bagi sebagian orang, yang dilakukan induk kucing tersebut tak lebih daripada kebiasaan saja atau hanyalah tontonan belaka. Akan tetapi, jika diamati secara langsung dirinya telah mengajarkan dan mendidik kita kepada sifat rahmah yang ditujukan khusus kepada anak-anak (kandung). Ya, dengan kata lain, ia begitu pengasih meski harus bersusah payah sekalipun.
Atau, lihatlah hujan yang mengguyur pepohonan besar, tanaman-tanaman kecil, rerumputan liar, rumah-rumah, dan segala lainnya. Sangat luar biasa. Tanah kering pun menjadi subur dan sumur-sumur terisi air sebagai tempat para ikan berenang-renang dengan riangnya.
Hujan pun sebenarnya telah menjadi guru yang baik. Ia mengajarkan dan mendidik kita kepada sifat rahmah yang luas, tanpa kecuali. Dan, sebenarnya, menjadi penyayang seperti hujan bukanlah sesuatu yang mudah dijadikan ruh dalam kehidupan kita sehari-hari.
Dari hal-hal di atas, makhluk mungil yang imut dan juga hujan telah menjadi guru yang baik bagi manusia.
Lantas, bagaimana dengan pelaku kejahatan? Sebutlah pencopet. Apakah mereka belajar sendiri? Ataukah ada orang yang mengajarkan kepada mereka tentang pendekatan, metode, dan teknik mencopet yang baik dan benar?
Seandainya memang ada, layakkah ia disebut seorang guru? Kalau tidak, bukankah ia telah mengajarkan ilmunya kepada orang lain?
Kata orang bijak, menjadi guru tidak sekadar mentransfer ilmu yang diketahui dan dikuasai kepada orang lain. Jauh lebih luas daripada itu, ia harus mampu membuat perubahan ke arah yang lebih baik. Misalnya dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang salah menjadi benar, dan dari yang tercela menjadi mulia.
Lalu, dalam hidup ini, sudahkah menjadi seperti induk kucing dan hujan?
0 comments:
Post a Comment