Media sosial atau medsos. Begitulah orang sekarang sering menyebutnya. Sebuah media dalam jaringan (online) yang para penggunanya bisa saling berpartisipasi menghasilkan konten, membagikannya, dan banyak lagi semisal sekadar menyukai konten pengguna lain. Sebutlah laman, jejaring sosial, dan wiki merupakan contohnya.
Dengan kemudahan dalam hal menghasilkan konten, maka informasi apa pun dapat diunggah di media sosial. Tak jarang, media cetak kewalahan menghadapi teknologi canggih ini. Bahkan, jika tak mampu menyajikan konten yang lebih rinci, dalam, dan luas, perlahan media cetak yang bersangkutan undur diri secara teratur. Buktinya?
Sudah ada. Bukan hanya media cetak biasa, media cetak yang menyajikan konten dengan penggemar luas pun semisal dunia sepak bola akhirnya gulung tikar.
Pertanyaan awalnya, apakah para pendiri media sosial bersalah? Dengan kehadiran media mereka, media lain menjadi kesusahan dan sebagiannya mati. Begitukah?
Jika tidak bersalah, apakah masyarakat penggunanyalah yang turut andil menggulung media yang sudah ada sebelumnya itu?
Salah atau tidak, demikianlah realitasnya. Dunia mengikuti alur waktu. Dan setiap masa ada medianya, setiap media ada masanya. Begitulah kehidupan. Selalu dinamis. Dan, kita harus mampu mengikutinya jika tak ingin ketinggalan zaman.
Kemudian, karena konten apa pun dapat diunggah di medsos, termasuk informasi berisi iklan jualan online, bagaimana selayaknya kita menyikapinya?
Terkadang, informasi berisi agama, budaya, bahkan politik ramai diperbincangkan di kalangan pengguna medsos. Terlebih saat masa Pilpres 2019 lalu.
Nah, khusus jualan online atau daring (dalam jaringan), memang sebagian pengguna (medsos) lainnya menjadi tidak nyaman. Apalagi jika iklan tersebut diunggah di grup tertentu sehingga tidak jarang ada yang merasa terganggu hingga akhirnya marah dan berkomentar semisal, "Media sosial jadi lahan jualan online? Ya ampuuuun, ga banget dech!"
Lantas, apakah sikap yang demikian sudah ideal?
Agaknya, selama iklan itu tidak mempromosikan produk-produk berbahaya seperti berunsur SARA, terutama yang memang kita perlukan, silakan saja diunggah. Terlebih yang masih berkaitan dengan tema grup, misalnya.
Hal ini sebenarnya kembali kepada hakikat dari sosial itu sendiri. Bicara sosial tentunya selalu bersentuhan dengan hubungan manusia satu dan manusia lainnya. Dalam hubungan antaramanusia itulah ada komunikasi, kerja sama, dan lainnya termasuk juga jual beli, baik di luar jaringan, maupun dalam jaringan.
Itulah sebabnya, selama produknya positif, maka mempromosikan jualan online di medsos sebenarnya sesuai dengan hakikat sosial yang menjadi nama media tersebut.
Setujukah? Atau...?
0 comments:
Post a Comment