Percayakah dengan judul di atas?
Di dunia modern saat ini mana ada orang yang mau bekerja tanpa dibayar? Setiap tetes keringat haruslah dihargai dengan nilai yang sepadan.
Menulis memang terkesan tidak melelahkan. Orang menulis tidak perlu mengangkat batu, kayu, atau pekerjaan fisik lainnya. Akan tetapi, jangan lupa bahwa kita sedang hidup di dunia materi. Syarat utama hidup di dunia seperti ini adalah adanya fisik atau jasad yang sehat.
Meskipun berpikir merupakan aktivitas psikis, namun tetap saja kita memerlukan bagian jasad (materi), yakni otak. Tanpa otak, apakah kita bisa menghasilkan kata-kata? Jangankan kata-kata, satu huruf saja tidaklah mungkin.
Artinya, menulis merupakan aktivitas yang juga melibatkan kerja fisik. Itulah sebabnya, menulis bukan perkara ringan dan sederhana. Kerja dalam kepenulisan tidaklah mudah, terutama jika sudah menyangkut penghasilan.
Terlebih saat ini. Penjualan buku, misalnya, begitu sulit. Bahkan, kebanyakan novel susah "ludes" di toko buku. Belum lagi perkara perpajakan yang "menyesakkan" pihak penulis dan penerbit.
Jika pun ada karya seperti puisi dan cerpen dimuat di koran nasional, itu tidak terjadi setiap hari. Alhasil, pendapatan penulis bersangkutan dari pemuatan tersebut belum dapat dikatakan memadai untuk keberlangsungan hidupnya.
Nah, di tengah susahnya penghasilan di atas, ternyata masih banyak penyair yang rela menulis meskipun tanpa dibayar. Lihatlah buku-buku antologi puisi, baik tunggal, maupun bersama.
Tidak sedikit, lho, penyair yang puisi mereka dimuat dalam buku antologi puisi ternyata tidak mendapatkan honorarium sepeser pun. Bahkan, para penyair rela membeli buku-buku yang memuat karya mereka tersebut.
Ini karena para penyair sadar bahwa untuk menerbitkan buku puisi tidaklah gratis. Perlu modal besar, baik tenaga, pikiran, waktu, maupun uang.
Angin segar akan sedikit berembus ke arah penyair jika ada pihak yang berkenan membiayai penerbitan buku antologi puisi mereka. Biasanya, jika sudah begitu, para penyair akan mendapatkan buku secara gratis.
Sekarang sudah tahu, 'kan bagaimana besarnya pengorbanan para penyair Indonesia dalam bersastra?
0 comments:
Post a Comment