Air. Sejak dulu hingga sekarang sifatnya tetaplah sama. Zat cair selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah, menyesuaikan dengan tempatnya, dan terpenting sifatnya positif bagi makhluk hidup termasuk manusia.
Bahkan, dari sifat-sifatnya itu, melahirkan pelajaran bagi kita. Sebutlah dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.
Meskipun air berdampak positif seperti tersebut di atas, karena ulah sebagian manusia, air bisa menjadi tersangka atas bencana alam. Banjir, misalnya.
Padahal, air tak bersalah. Sebagian manusialah yang menyebabkan air menjadi banjir. Menggunduli hutan dan membuang sampah di sungai adalah perbuatan sebagian manusia yang dapat menyebabkan air tak bisa berlaku normal. Akibatnya, air mengaliri tempat-tempat yang tak lazim seperti perumahan warga.
Contoh lainnya ialah batas negara di lautan. Akibat kurangnya pembicaraan dan kesepakatan dalam jalur diplomasi, perbatasan di wilayah air ini bisa menyebabkan hubungan antarnegara yang terkait menjadi kurang harmonis.
Terakhir dan terhangat mengenai hal itu dapat kita perhatikan hubungan antara Republik Rakyat China (RRC) dan Indonesia atas Perairan Natuna.
Seperti yang kita ketahui bahwa RRC mengklaim kawasan nelayan dan coaster guard negaranya di Perairan Natuna itu merupakan wilayah mereka. Secara tegas "Negeri Tirai Bambu" tersebut menyatakan batas wilayahnya di perairan ini adalah sembilan garis putus-putus atau 9 Dash Line yang dibuat sejak 1947 silam.
Sementara Indonesia masih bersikukuh bahwa 9 Dash Line ini menabrak teritori Perairan Natuna yang jelas termasuk wilayah Indonesia.
Kita berharap melalui jalur diplomasi, sengketa batas negara di wilayah air tersebut dapat diatasi secara damai. Jika tidak, mungkin saja akan terjadi perang senjata antara RRC dan Indonesia.
Nah, kembali ke sifat air, zat cair tetaplah akan cair meski sudah dibekukan sekalipun. Dan, air akan terus bermanfaat bagi makhluk hidup selama manusia mampu menjaga keseimbangan alam dari waktu ke waktu. Ya, dulu, kini, dan akan datang.
0 comments:
Post a Comment