M. Seras di ruangannya - Buzzfeed News |
Ribuan pengungsi yang bepergian ke Indonesia berharap bisa ke Australia. Begitulah kalimat pembuka sebuah media asing, Buzzfeed News, tentang pengungsi di Indonesia.
Media itu melaporkan kunjungan salah seorang jurnalisnya, JN Joniad, ke sebuah klinik di Makassar, Indonesia pada pertengahan Januari lalu. Juga prihal lainnya tentang pengungsi di Indonesia secara singkat. Jurnalis itu berkunjung yang kedua kalinya untuk menemui seorang pengungsi bernama M. Seras dari Rohingya. Bagaimana dengan kunjungan pertamanya? Katanya, saat pertama kali di sana ia gagal menemukan Seras. Padahal dirinya sudah berada tepat di depan klinik yang ia sebut lebih mirip toko obat tersebut.
Ia pun mulai melaporkan hasil kunjungannya. Sebelum masuk ke dalam klinik, dirinya bertanya kepada penjaga toko terdekat tentang klinik itu. Kata penjaga toko, “Ada banyak keluhan yang dibuat terhadap klinik ini. Para dokter jarang mengunjungi pasien. Sebagian besar waktu, perawat tidak profesional merawat pasien. Dua kenalan saya dirawat di klinik ini selama dua tahun, tetapi tidak ada perubahan dalam kesehatan mereka. Dua kali saya berkunjung ke sana dan saya belum pernah melihat dokter di tempat itu."
Kemudian, meskipun hanya pemegang kartu yang diizinkan masuk, tetapi setelah meyakinkan penjaga keamanan dan perawat, sang jurnalis diizinkan masuk klinik selama lima menit. Ia menyebut bagian dalam klinik seperti penjara dan Seras dikurung dalam ruangan yang hanya bisa digambarkan sebagai sel. Walau ia sudah meminta perawat untuk membiarkan Seras keluar untuk berbicara kepadanya, namun perawat menolak dan mengatakan, "Dia (Seras) berbahaya dan tidak diizinkan".
Maka, sang jurnalis dan Seras berbicara melalui jendela kecil di pintu ke ruangannya (Seras).
Dalam laporan yang ia buat itu, Seras berkata, “Saya menderita mental tanpa perawatan medis yang layak selama tiga tahun. Ini adalah keempat kalinya saya di klinik ini dan mereka membuat saya terkunci sepanjang hari. Selain Seras, yakni ketika mereka (jurnalis dan Seras berbicara) seorang pengungsi Somalia yang lewat memperhatikan sang jurnalis dan berseru, “Tolong bantu saya!” Dan, perawat menjelaskan, "Dia sangat tertekan dan stres."
Dijelaskan pula bahwa pada 2013, ketika Pemerintah Myanmar mengerahkan pembantaian terhadap muslim Rohingya di negara bagian Rakhine, Seras melarikan diri dari Myanmar dengan perahu bersama sekitar 100 orang. Setelah 10 hari di laut, dengan hampir tidak ada makanan dan air, ia berlabuh dan tinggal sementara di Aceh, Indonesia. Ia dirawat di rumah sakit selama dua minggu dan kemudian dipindahkan ke pusat penahanan di Kupang, di mana dia tinggal selama hampir setahun. Setelah diakui sebagai pengungsi oleh UNHCR, ia kemudian dilepaskan ke perumahan komunitas IOM (International Organization for Migration) di Makassar pada tahun 2014, di mana ia pertama kali mengalami masalah kesehatan mental. Seras kemudian menikah dengan seorang wanita lokal dan mereka memiliki dua anak. Dan entah mengapa, tanpa penjelasan apa pun, singkat cerita ia berada di Klinik tersebut di atas.
Di samping itu, media asing tersebut juga melansir tentang Erfan Dana--seorang pengungsi Hazara dan tokoh masyarakat--yang mendaftarkan tujuh pengungsi Hazara yang tewas karena bunuh diri di berbagai kota di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Salah satunya adalah temannya, Abbas Mohammedi, seorang pengungsi Hazara berusia 22 tahun yang menulis surat kepada Dana sebelum bunuh diri di Batam pada 30 September 2018. Surat itu berbunyi, “Tidak ada yang bersalah atas apa pun yang terjadi padaku. Saya pribadi mengambil keputusan untuk bunuh diri. Saya lelah hidup di dunia ini, saya ingin menghibur diri.”
Sementara negara tujuan mereka, Australia, yang menandatangani konvensi pengungsi PBB, melalui perdana menteri Kevin Rudd pada 2013 menyatakan bahwa siapa pun yang datang dengan kapal, meskipun terdaftar di UNHCR, tidak dapat lagi berharap untuk pemukiman kembali di Australia. Tujuan kebijakan Australia adalah untuk menghentikan orang-orang yang memulai perjalanan seperti itu setelah banyak yang mati di laut.
0 comments:
Post a Comment