Sumber Tribun Jogja |
Satu bangsa yang terbelah. Begitulah agaknya penamaan yang cocok untuk dua negara yang berasal dari satu bangsa itu, Korea. Bahkan, dari satu keluarga, sebutlah keluarga Kim, dipisahkan oleh batas negara yang hingga kini masih terlibat perang dingin. Perang yang dilandasi dua paham yang berbeda, kapitalis dan komunis. Dan, diperparah oleh perang proksi dua kekuatan besar dunia.
Ketegangan kedua negara itu sangat mudah terselut isu-isu yang bisa dikatakan tidaklah besar. Ambillah contohnya soal drama dan film.
Seperti terlansir BBC (5/3/2020), Media Korea Utara (Korut) mengecam sejumlah drama dan film Korea Selatan (Korsel). Pihak Korut menganggap hasil olah seni hiburan itu memperlihatkan Korut dalam nuansa buruk dan terlibat dalam "provokasi keji".
Misalnya saja laman media Uriminzokkiri yang meski tidak menyebutkan secara spesifik judul drama dan film Korsel yang dimaksud, namun tampaknya laman tersebut merujuk pada serial drama televisi berjudul Crash Landing on You dan film laga Ashfall.
"Baru-baru ini pihak berwenang Korea Selatan dan para produser film telah merilis drama dan film anti-republik yang memperdaya, dibuat-buat, absurd, dan kotor, mengerahkan segala upaya mereka membuat propaganda strategis," sebut ulasan pada laman media Uriminzokkiri yang dikutip BBC.
Padahal, Crash Landing on You merupakan tayangan drama bergenre komedi romantis lintas perbatasan dua negara. Serial drama ini sangat populer di negeri asalnya (Korsel) dan beberapa negara lainnya.
Secara ringkas, drama komedi romantis ini mengisahkan seorang perempuan kaya Korsel yang jatuh di wilayah Korut saat sedang terbang layang. Paralayang yang ia gunakan terbawa angin besar (tornado) hingga dirinya tersangkut di sebuah pohon dalam wilayah Korut. Ia ditemukan seorang kapten pasukan perbatasan Korut yang baik hati.
Kapten itu begitu gigih berupaya mengeluarkannya dari Korut agar selamat sampai di Korsel. Perlahan cinta keduanya pun tumbuh bak cendawan di musim hujan dengan latar belakang perselisihan Korut-Korsel.
Selain populer, serial ini mendapat pujian sebagian khalayak Korsel karena diproduksi dengan riset yang baik dan menggambarkan nuansa Korea Utara. Tak tanggung-tanggung, mereka memperkerjakan seorang pembelot Korut sebagai staf penulis dan konsultan dramanya.
Namun, sayang, penonton asal Korut mungkin punya pandangan berbeda. Dalam drama itu Korut memang digambarkan sebagai negara miskin yang penduduknya kerap mengalami ketiadaan pasokan listrik, sementara kaum elitenya menikmati hidup mewah. Oleh beberapa kalangan yang pernah tinggal di Korut, keadaannya memang demikian.
Nah, editorial Uriminzokkiri mengecam mereka (pihak Korsel) yang "membuat perpecahan tragis Korea sebagai sumber hiburan" dan menyebutnya sebagai "sampah manusia tanpa nurani".
Lebih jauh, tulisan itu mengancam, "Pemerintah Korea Selatan dan rumah-rumah produksi akan menanggung akibat dari membuat dan mendistribusikan film-film dan tayangan sepert itu, yang penuh manipulasi dan fiksi yang menghina kenyataan situasi cerah di Utara."
Sebenarnya ini bukan yang pertama kalinya Pemerintah dan Media Korut tersinggung oleh karya fiksi dari negara lain. Sebutlah pada 2014 lalu, Pyongyang berang dengan rumah produksi Sony Pictures yang merilis The Interview—film komedi tentang Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un.
Beberapa waktu kemudian, Sony Pictures lantas mengalami peretasan komputer. Aksi tersebut disebut-sebut ulah Korea Utara.
0 comments:
Post a Comment