Seorang pasien Covid-19 di sebuah rumah sakit di Najaf, selatan Baghdad, pada 25 Maret 2020 - AFP |
Dari tanah kembali ke tanah. Begitulah manusia. Setelah meninggal, maka manusia dikuburkan di dalam tanah. Tapi, hal ini belum bisa dilakukan semenjak COVID-19 telah mengakibatkan warga Irak meninggal dunia.
Seperti terlansir AFP, Senin (30/3/2020), mayat-mayat para korban pandemi COVID-19 telah beberapa waktu lamanya di kamar mayat, karena kurangnya lahan untuk kuburan mereka.
Sebutlah sebuah kasus COVID-19 yang telah merenggut sekrang lelaki tua. Karena pihak keluarganya menghadapi penolakan dari manajer pemakaman dan penduduk di sekitarnya, terpaksa tubuh lelaki tua itu tetap nerada di salah satu rumah sakit di Baghdad.
"Negara kita sangat besar. Bukankah benar-benar ada beberapa meter persegi kosong untuk mengubur mayat-mayat ini?" Kata Malak, anak lelaki tua itu, kepada AFP sambil menangis. "Sudah seminggu sejak ayahku meninggal dan kita masih belum bisa mengatur pemakamannya atau menguburnya."
Di sebuah negara dengan sistem kesehatan miskin seperti Irak, suku-suku dengan aturan adatnya, pasti menolak untuk menawarkan sebidang tanah kepada orang-orang yang terinfeksi mati oleh COVID-19.
Beberapa hari yang lalu, misalnya, salah satu suku ini memaksa delegasi Kementerian Kesehatan Irak yang mencoba mengubur empat korban penyakit Covid-19 di daerah timur laut Baghdad untuk berbalik arah.
Kemudian, para pekerja kementerian itu pun mencoba peruntungan mereka di tempat lain, yakni di sebelah tenggara ibukota. Di sana, puluhan warga yang marah juga memaksa mereka untuk kembali.
Dan akhirnya, mereka tidak punya pilihan selain mengembalikan keempat mayat itu di dalam lemari pendingin di kamar mayat tempat mereka dibawa.
Mengapa bisa terjadi demikian?
Hal itu terjadi karena penduduk setempat takut. Salah satu dari mereka, yang lebih memilih untuk tidak menyebutkan namanya, mengatakan kekhawatiran terhadap COVID-19 kepada AFP.
"Untuk anak-anak dan keluarga. Itu sebabnya kami menolak pemakaman di dekat kami," katanya.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Irak, Jaafar Allaoui, secara pribadi meyakinkan bahwa tidak ada risiko penularan oleh jenazah yang dikubur, tetapi ia meminta otoritas keagamaan tertinggi Syiah untuk campur tangan.
Masih dari sumber yang sama, Ulama Besar Syi'ah Ayatollah Ali Sistani mengeluarkan dekrit bahwa setiap kematian COVID-19 harus dibungkus dalam tiga kafan dan pihak berwenang harus memfasilitasi penguburan.
Tetapi di gerbang Provinsi Najaf dan Kerbala, dua kota suci besar di Irak selatan, kementerian kesehatan tidak dapat memaksakan kehendaknya dalam hal penguburan itu pada pihak berwenang setempat, seorang dokter memastikannya.
Dengan syarat anonim, ia mengatakan kepada AFP bahwa setidaknya satu mayat dalam perjalanan untuk dimakamkan di Najaf ditangkap di pintu masuk provinsi, dan keluarga melaporkan cerita yang sama di pintu masuk ke Kerbala.
0 comments:
Post a Comment