Ilustrasi - Pixabay |
Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Unifah Rosyidi, berharap bahwa kiranya program POP untuk tahun ini ditunda dulu.
Harapan itu seiring dengan mundurnya PGRI dari Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). PGRI sebelumnya termasuk dalam daftar organisasi yang lolos seleksi POP dan bisa bekerjasama dengan Kemendikbud.
Lantas pertimbangan apa yang mendasari harapan itu?
Hal yang paling menonjol terkait POP adalah kondisi saat ini. Seperti terlansir Republika, PGRI menilai anggaran negara sekitar Rp500 miliar yang dialokasikan untuk POP, lebih baik digunakan untuk menangani permasalahan pendidikan yang terdampak Covid-19.
PGRI memandang bahwa dana yang dialokasikan untuk POP akan sangat bermanfaat apabila digunakan untuk membantu siswa, guru/honorer, penyediaan infrastruktur di daerah khususnya 3T demi menunjang pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Hal lainnya yang menjadi pertimbangan tersebut adalah, PGRI memandang pemerintah perlu berhati-hati dalam menggunakan anggaran POP. Mengingat waktu pelaksanaan yang sangat singkat, PGRI berpendapat program tersebut tidak dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Masih dari sumber yang sama, Unifah menambahkan, kriteria pemilihan dan penetapan peserta program organisasi penggerak tidak jelas. PGRI memandang, perlunya prioritas program yang sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kompetensi dan kinerja guru melalui penataan pengembangan dan mekanisme keprofesian guru berkelanjutan.
Selanjutnya, ada hal yang semestinya lebih diutamakan, yakni adanya permasalahan mendesak, antara lain adalah kekosongan guru akibat tidak ada rekrutmen selama 10 tahun terakhir.
Mengutip media itu, Unifah pun berkesimpulan, "Dengan pertimbangan di atas, kami (PGRI) mengharapkan kiranya program POP untuk tahun ini ditunda dulu."
0 comments:
Post a Comment