Hari itu saya bersama seorang teman berteduh di bawah atap sebuah bangunan. Maklum, hujan sangat lebat. Meski diterjang dengan menggunakan mantel sekalipun, agaknya cukup berisiko bagi keselamatan kami berdua.
Maka, kami putuskan berada di sana dalam waktu yang lumayan lama. Ya, di bawah atap bangunan tersebut. Tepatnya bangunan yang berbentuk rumah khas tradisional Suku Banjar. Orang menyebutnya rumah bubungan tinggi.
Sebenarnya bukan hanya jenis rumah ini yang menjadi satu-satunya rumah khas Banjar. Ada rumah gajah baliku, rumah balai laki, rumah balai bini, rumah palimasan, rumah gajah manyuruh, dan lainnya, termasuk pula rumah lanting yang didirikan di pinggir sungai.
Apa pun jenisnya, satu yang dapat saya ambil sebagai pelajaran dari rumah tempat kami berteduh kala itu, yakni upaya menjaga kelestarian budaya lokal di Kalimantan. Saya sebut Kalimantan karena sesuai dengan latar tempat kejadiannya. Terpenting dan yang menjadi intinya adalah pelestarian kebudayaan-kebudayaan lokal itu sendiri di Indonesia.
Seperti yang kita ketahui, di tengah laju perkembangan zaman, khususnya pada era digital ini, semua serba modern. Gedung-gedung menjulang hampir setiap waktu kita jumpai di dalam kota, misalnya. Bangunannya megah dan mewah. Jauh dari kesan kekhasan daerah yang menjadi tempat bangunan-bangunan itu didirikan.
Meski demikian, kita patut berbahagia karena masih ada bangunan-bangunan yang didirikan dengan mengambil bentuk khas rumah tradisional. Dalam hal ini saya mengambil contoh nyatanya di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Beberapa waktu lalu, saya sempat membuat rekaman video bangunan-bangunan modern yang berbentuk rumah tradisional khas Suku Banjar di kota itu. Anda dapat menyaksikan di bawah ini.
Sebagai negara yang memiliki keanekaragaman budaya, bangsa Indonesia memang tetap dan harus bersemangat melestarikan kebudayaan-kebudayaan tersebut. Jika tidak, kemungkinan besar, ke depan nanti negara ini akan kehilangan jati diri sebagai bangsa besar yang majemuk.
0 comments:
Post a Comment