Aneka camilan tradisional tak lekang dimakan waktu. Ungkapan "tak lekang dimakan waktu" sering terdengar meski samar-samar di kejauhan. Ya, di dusun-dusun atau lereng-lereng yang indah.
Meskipun begitu, anggapan bahwa di kota "tidaklah demikian" juga tidak bisa dibenarkan. Ini disebabkan camilan-camilan tradisional masih bertahan di belantara bangunan beton di kota-kota.
Kita mengenal dan dapat menemukan kue putu pandan hijau, bubur randang khas Banjar, klepon, wajik, dan kolak di tengah kota, misalnya. Ini bukti bahwa camilan-camilan tersebut tak kalah dalam selera yang dihadapkan dengan aneka camilan modern.
Bahkan, di Kalimantan Selatan dikenal istilah 41 macam wadai khas Banjar. Beberapa contohnya adalah bingka barandam, kararaban, kikicak, bulungan hayam, kelalapon, cingkarok batu, undi-undi, untuk-untuk, dan wadai balapis. Semuanya masih eksis hingga sekarang, baik di desa, maupun di kota.
Ini tentunya sangat erat kaitannya dengan selera masyarakat Indonesia. Sebagian orang zaman sekarang yang tinggal kota dan berselera makan klepon akan tetap ingin menikmatinya. Atau, anak-anak kota yang sejak kecil diperkenalkan orang tuanya dengan kue putu pandan dan menyukainya, maka mereka tetap setia pada camilan tersebut.
Selera makan tak bisa dibohongi. Sebutlah seseorang yang di hadapannya tersaji pizza, walaupun sebagian orang menginginkannya, ia tak kunjung memakannya. Alasannya sederhana, dirinya tidak menyukai kue itu.
Nah, tempo hari saya menemukan abang penjual kue putu pandan hijau. Rasanya tetap lezat seperti dulu. Berikut adalah video kue putu pandan hijau yang dijajakan di sebuah kota.
Kalau yang ini video tentang bubur randang khas Banjar.
Zaman boleh berganti, usia pun terus bertambah, akan tetapi, tidak serta merta camilan-camilan tradisional tergeser begitu saja oleh kemodernan.
0 comments:
Post a Comment