Melihat demo besar terjadi tahun lalu di Hong Kong dan sempat berlanjut tahun ini, Pemerintah Cina daratan menerapkan sebuah undang-undang yang menargetkan tindakan separatisme, subversi, dan terorisme, dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup.
Undang-undang itu dikenal dengan nama UU Keamanan Nasional Kota Hong Kong. Lantas apa hubungannya dengan Indonesia?
Diketahui undang-undang tersebut sebenarnya bertujuan meredam aksi demonstrasi rakyat Hong Kong terhadap rencana ekstradisi tahanan ke Cina daratan dan kebebasan kota itu dari cengkraman Beijing.
Di republik kita pun aksi demonstrasi kerap terjadi. Bahkan, kata sebagian orang, kita dapat menikmati alam kebebasan berpendapat juga dikarenakan demonstrasi tahun 1998 silam. Ketika zaman orba, kebebasan itu sangat dibatasi Pemerintah Soeharto.
Lalu, bagaimana dengan saat ini?
Kini, negeri Jamrud Khatulistiwa sedang dilanda gelombang demonstrasi besar. Disebut besar karena hampir merata di setiap provinsi. Kota-kota besar seperti DKI Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Banjarmasin, diwarnai aksi demo menolak Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disahkan DPR RI awal Oktober lalu.
Diketahui undang-undang tersebut berdampak pada dunia pekerja (sebutlah buruh), pendidikan, lingkungan hidup, bahkan proses sertifikasi kehalalan produk.
Tentu kita semua berharap Pemerintah Indonesia tidak ada niatan sama sekali membuat undang-undang semacam itu, apalagi menerapkannya terkait sejumlah demonstrasi akhir-akhir ini.
Sebagai negara merdeka dan demokratis, sejatinya aksi demonstrasi sangat diperlukan di Indonesia dalam rangka kontrol publik terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah. Artinya, pemerintah jangan dibiarkan berjalan sendiri, tetapi perlu pengawasan dan kritik membangun dari semua elemen masyarakat. Termasuk pula di dalamnya ormas-ormas besar dapat kritis menyikapi situasi dan kondisi kebangsaan.
0 comments:
Post a Comment