Saat ini RUU Cipta Kerja tengah menjadi sorotan publik. Tagar #BatalkanOmnibusLaw pun menjadi topik tren di media sosial. Betapa tidak? RUU ini dinilai banyak pihak kurang tepat dan malah merugikan perekonomian dalam negeri.
Sebutlah seperti yang diutarakan Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, M. Teguh Surya. Ia mengatakan poin-poin yang ditetapkan dalam Rancangan Undang-undang Cipta Kerja atau RUU Cipta Kerja tidak menyentuh akar masalah investasi.
Dalam hal ini ada faktor-faktor lain yang menjadi masalah investasi di Indonesia.
Dilaporkan Tempo, Minggu (4/10/2020) dirinya mengatakan, dari sisi lahan, masalah utama yang dihadapi negara atas hambatan investasi adalah silang-sengkarut izin.
"Memaksakan RUU Cipta Kerja berarti kita dipaksa bunuh diri massal di 2045. Karena yang dibahas enggak nyambung dengan masalah utama. Kebutuhan investasi saat ini adalah menyelesaikan sengkarut,” ujar Teguh dalam diskusi virtual, Ahad, 4 Oktober 2020.
Kemudian, hambatan lain ialah inefisiensi birokrasi dan akses pembiayaan. Selanjutnya, masalah infrastruktur yang tidak memadai, instabilitas kebijakan, instaboilitas pemerintah, tarif pajak, dan etos kerja yang buruk.
“Jadi opini bahwa kita harus mengesahkan RUU Cipta Kerja agar membuka investasi ini berdasarkan data yang ada agak kurang tepat. Ini sesat pikir,” ucap Teguh.
Masih dari sumber yang sama, menyitir data World Economic Forum dalam Global Competitiveness Report 2017--2018, penghambat utama investasi di Indonesia adalah korupsi.
Karena itu, sebagai upaya memecahkan masalah, pemerintah didesak harus mencegah dan memberantas munculnya tindakan-tindakan rasuah (korupsi).
“Pemecahan yang harus dilakukan adalah pemberantasan korupsi sehingga, investor yakin korupsi bisa dicegah dan ditangani utuh,” ucapnya.
Teguh mengatakan DPR dan pemerintah masih memiliki waktu untuk memikirkan ulang pembahasan RUU Cipta Kerja sebelum disahkan pada 8 Oktober 2020. Pemerintah dan legislator, kata dia, juga harus melihat rekomendasi dari negara-negara penanam modal.
“Bagaimana opini terhadap Indonesia karena terkesan RUU Cipts Kerja dipaksakan lahir prematur,” katanya dikutip Tempo.
0 comments:
Post a Comment