Satu orang atau seorang diri tentu tidaklah dapat mendirikan sebuah bangunan besar. Diperlukan kerja sama dengan orang-orang lainnya. Begitu pula dengan pemikiran yang dihadirkan oleh seorang sastrawan perlu diperhatikan oleh orang-orang lain sebagai bentuk kerja sama nyata.
Ya, ada yang bertugas sebagai pemikir, dan ada yang mengaplikasikannya dalam kehidupan. Sebutlah sastrawan yang berkontemplasi, menggerakkan batinnya untuk menemukan sikap ideal semisal tentang kelestarian lingkungan.
Dalam hal ini, saya ambil contoh Ibramsyah Amandit. Ia adalah sastrawan dari Kalimantan Selatan yang serius menjaga kelestarian alam Kalimantan lewat puisi dari tangan-tangan tak bertanggung jawab. Sebutlah Bukit Meratus yang ditumbuhi keanekaragaman hayati telah mengalami banyak kerusakan. Mulai dari penebangan pohon-pohon, pengerukan besar-besaran, membawa isi perutnya yang berupa batu bara, hingga menyisakan hasil galian-galian besar yang memperihatinkan.
Sekilas, itu sangatlah baik demi pendapatan berupa uang yang melimpah. Akan tetapi, dampak yang ditimbulkannya sangatlah parah. Bukan hanya banjir, tetapi juga jauh daripada itu terjadi pemanasan global.
Yang terakhir di atas bukan perkara main-main. Bukan sekadar menghitamkan kulit, tetapi mengundang bahaya besar seperti mencairnya batu-batu es di wilayah kutub. Nah, melalui puisi-puisinya ia mengajak dan menggugah sikap positif masyarakat dan pemerintah untuk tetap melestarikan alam.
Di bawah ini ada video berisi suara beliau terkait hal tersebut.
Namun, sekali lagi perlu upaya bersama agar Kalimantan Selatan, khususnya wilayah Bukit Meratus yang masih tersisa dapat diselamatkan.
0 comments:
Post a Comment