MAMANG BORNEO
Aku mencari Pepunden cinta
Tanah Borneo
mencari pemilik makna Otot Rimba
sa'at ini mamang buli ke risau
kebawa-bawa kpd Ikau...
Iyu beh; ikau Uluh Siang, uluh
Ngaju, uluh Busang, uluh Benuak, uluh Punan, uluh Penyabung, uluh Bahau, uluh
Kenyah, uluh Manyan, uluh Bawu, uluh Otdanum, uluh Lawangan, uluh Tabayan, uluh
Kahayan, uluh Kutai, uluh Bakumpai, uluh ngawa si kuweh2, uluh Ngaju
kanih...
Risau yaku buli pada rimba,
hutan ulin, hutan ramin, kapur
meranti keruing
Ken kuweh ikau cari jihi huma
betang. Huma beleh peteh, sandung
semayam tulang-tulang?
Ken kuweh tancap kayu
palawan?
Sanggai lunuk upacara Tewah?
Rimba Awen meranggas-ranggas
pagar Banua hilang batas
Tiada halat sasangga wisa
hilang arifnya !
Kudengar isyarat dari gurun2;
"Ihdzaar al Jidaar"! " Ihdzaar
al Jidaar"!
Awas dinding! Awas dinding!
Namun tiap jengkal tanah Borneo
gerbang peluang...
kaki tangan jerat masuk
menginjak-injak
senyum jebak rayu me-nembak2
Halimatek lintah lunak
menhisap-hisap
Aku mencari Pepunden cinta
tanah Borneo
mencari pemilik makna Otot Rimba
dari perih luka2 daging jantung
Banua
Sebuas-buas binatang; tdk di Rimba
Sebuas-buas siapa; ia binatang kota
Segarang-garang raung bukan singa
Segarang-garang raung; ia Uang
Kuasa!
Konglomerat habitat apa kuku tajam
taring merunjam-runjam
sorot mata ke lapis2 bumi plg dalam
wariskan jurang menganga;
Kawah kubur Rakyat anak
Banua
Banjir menerjang desa-desa
membelah-belah kota
melindas sawah kebun
dan pematang
Sebuas-buas siapa; ia Binatang Kota
Segarang-garang apa raung;
ia Uang Kuasa?
Kita, kita, kita...
Inilah kita jadi reruntuhan
peristiwa
Kita, kita, kita...
Inilah kita tak kuasa berkata
Jida!
Hai Dayak, pewaris Diraja Bunu
Putera2 Kekasih Raja Jata
Raja Sangiang,
habiskan sudah Tewah Balaku
Untung?
Duhai, Rahyang Hatala Langit;
tunjukan Pepunden tanah Borneo
pemilik makna Otot Rimba
tunjukan enzim kekuatan
tubuh Kalimantan
Zat Hidup pengetahuan Borneo
Tunjukan...
apa-bagaimana-siapa-mengapa
di Borneo!
Kudengar dari gurun2
berdesauan suara lembut ;
"Wari'u al lushuut"!
" Wari'u al lushuut"!
Usir maling2 itu!
Usir maling2 itu!
Tamban, 8 Mei 2011(IA)
Dibaca di Rumah Etam pd Dialog
Borneo Kalimantan XI Samarinda, tgl. 13--15 Juli 2011
SOSOK
Bila kau lahir menjadi Penyair;
Anakku, jangan tidur !
Terimalah beban sejarahmu.
Di sepasang bibirmu;
kicau kan burung Syurga
berbaur guruh Naraka !
Karena ucapanmu milik abad akan
datang
jangan baringkan lidah di ilalang
rebah !
Katakanlah...
Hanya dirimu yg menaklukanmu
bukan si burung Beo !
Tamban, 14-1-2011.(IA)
MADU DAN BATU
Ketakutanku pada pengertian dan
ilmu
Apa mencair seperti madu
atau membatu?
Bila tangan selesai menjurai puisi
langit terbit membintang pagi
Bila khusyuk menimbang laba-rugi
rumput laut menyusur kali
Aku menjerit-jerit meraih
tepi.
Tamban, 29 April 2012(IA)
Biodata Penyair
Bernama asli H. Ibramsyah bin H. Lawier, lahir pada tanggal 9 Agustus 1943 di Desa Tabihi Kanan, Kelurahan Karang Jawa, Kecamatan Padang Batung, Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan. Dalam dunia puisi ia menggunakan nama pena Ibramsyah Amandit dan di kalangan sastrawan Kalsel dirinya lebih dikenal dengan sebutan si Janggut Naga.
Mulai menulis sejak tahun 1970-an. Pada tahun 1971 ia aktif dalam diskusi dan pembacaan puisi Persada Club Yogyakarta di bawah bimbingan Umbu Landu Paranggi.
Di samping rajin menulis puisi ia juga rajin mendalami ajaran tasawuf melalui guru-gurunya yaitu: KH Gusti Abdussamad, KH Ramli Tatah Daun, KH Ahmad Arsyad, KH Muhammad Nur Tangkisung, KH Sam’ani, Guru H. Basman Tinggiran, KH Abdul Mu’in yang membaiatnya dalam Thariqat Akhirul Zaman, dan KH Muhammad Zaini Ghani yang membaiatnya dalam Thariqat Syamaniah.
Keakrabannya di dunia tasawuf membuat hampir seluruh puisinya kental dengan pemikiran tasawuf. Hal ini dapat kita lihat dalam setiap puisinya yang pernah dimuat dalam berbagai media.. Di antaranya yang dimuat di Mercu Suar Yogya (1971), Sampe Balikpapan (1978), Banjarmasin Post Banjarmasin, (1980-an).
Puisi-puisinya juga pernah dimuat dalam antologi puisi bersama antara lain Bahalap (1995), Pelabuhan (1996), Rumah Sungai (1997), Jembatan Asap (1998 ), La Ventre de Kandangan (2004), Sajak-sajak Bumi Selidah (2005), Seribu Sungai Paris Berantai (2006), Cinta Rakyat (2007), Tarian Cahaya di Bumi Sanggam (2008), Doa Pelangi di Tahun Emas (2009), Konser Kecermasan (2010), Menyampir Bumi Leluhur (2010), Seloka Bisu Batu Benawa (2011), Kalimantan Dalam Puisi Indonesia (2011), Sungai Kenangan (2012), Tadarus Rembulan (2013), dan dalam Membuka Cakrawala Menyentuh Fitrah Manusia (2014). Buku kumpulan puisinya Badai Gurun dalam Darah (Penerbit Tahura Media, Banjarmasin, 2009).
Ibramsyah Amandit juga telah menerima beberapa penghargaan antara lain, Penghargaan Seniman Sastra dari Kantor Wilayah Dep. Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Selatan (1990), Penghargaan Seniman Sastra dari Bupati Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan (2006), Penghargaan Hadiah Seni bidang Sastra dari Gubernur Provinsi Kalimantan Selatan (2009), dan Penghargaan Astaprana dari Kesultanan Banjar (2013).
0 comments:
Post a Comment