PENYANDANG MANUSIA PURBA
dengan tanah tandus. Ruang tidur
tanpa jendela. Entah petaka apa
bakal memerangkapmu, bila ruang tanpa udara
pada peti mati yang terus menanti
Sementara air matamu mengucur terus
dan keterancaman jantung jiwamu kian dekat.
Ya, kian dekat.
pasrah pada keterpurukan hasrat yang hancur.
sebab harapan doa telah menjadi siasia
dengan malapetaka entah apa.
Sembari lunglai, kau pasrah menggeletak
Pada peti mati penyandang manusia purba.
Yogyakarta, 1996
MENUNGGU EKSEKUSI
tepekur dan menggigil di lipatan hurufhuruf
doa alkitab. mengibaiba melipat harap.
Sedang gairahmu telah menjadi sungai kering
terbanting sudah alamat rohmu yang ramping.
langkah kaki kian menyimpulkan perkabungan.
Hari ini kau tumbangkan harapanharapan
di mana senandung doamu kian terdengar ngilu.
Tahukah penghuninya bakal terpanggang kaku.
Purworejo, Magelang 1995
RUMAH SELOKAN
aku nikmati sebuah dunia baru
yang penuh baksil
bersama cacingcacing dan lintah.
aku tak ingin lenyap
Ini dunia baksil yang tibatiba
harus kau nikmati pula
Di sini kau harus hidup
di antara limbah serta cerobong
pabrik. Yang merangkap rumah
paruparumu.
aku percaya kau tak mampu menyihirnya
menjadi taman
tanpa menyebarkan duka.
Purworejo, 1996
Biodata Sumanang Tirtasujana
Lahir di Purworejo, 1 Agustus 1961. Puisinya dimuat Bernas, Mutiara, Kedaulatan Rakyat, Simponi, Swadesi, Surabaya Pos, Suara Karya, Pusara, dan lain-lain. Puisinya juga terangkum dalam antologi Selokan, Kidung Pendopo, Pendopo Dalam Sajak, Mementum 32 Penyair Yogya, Forum Penyair Jawa Tengah, Menoreh 1, Menoreh 2, Perjamuan, Getar, Serayu, Vibrasi Tiga Penyair, Refleksi Setengah Abad, dan lain-lain. Tinggal di Purworejo –54263.
Sumber tulisan: buku Jentera Terkasa (kumpulan puisi penyair Jawa Tengah)
Sumber foto penyair: Twitter
0 comments:
Post a Comment