Wednesday, January 20, 2021

Puisi-Puisi Dorothea Rosa Herliany dalam Jentera Terkasa


ZIARAH BATU

bahasa batu yang diam, keras dalam
dentum arus tak ke mana
udara dalam cucuran darah
menetes beratus tahun
mengikis keringat kebisuan nurani

bahasa batu yang dingin
beku meremas ribuan abad rindu dendam
mencari-cari udara terbuka
kekosongan yang menyimpan dengus
napas hewan-hewan liar
yang mencari tanah
dalam sejengkal jiwanya

kupilih bahasa batu
buat memecah keangkuhan nuranimu


OBSESI HITAM PUTIH

untuk lukisan
Gusti Alit

aku terperangkap lagu hujan
di antara ilalang: bulan yang itu juga
mendaki dukaku yang pernama

lereng-lereng dan tebing hati tua
melukiskan ketakutan.
kabut melingkar
dalam gelombang jerit serangga
di hutan jauh.

setetes langit hitam menghiburku
di antara daun-daun terbang, angsa dan
sekawanan bangau mencari keteduhan
yang menggenang duka-renta dalam sepercik
cahaya merah

matahari mengabut dalam genangan bulan
menggantung di kekosongan kalbu.
di manakah bertemu antara segala
yang terpisahkan?

tak ada yang bisa kubaca
dari pikiran tua yang mencari segala
yang tiba-tiba hilang. selain ketakutan.
lalu bisikan dari entah siapa-apa, “kekasih,
malam itu getar lolong hewan liar!”

Maret, 1997 – Januari, 1998


DUNIA MENUJU SEKARAT

sebuah lukisan realis

dunia menuju sekarat
jalanan berdarah
tikungan membentur jidatmu yang renta
jiwa tenggorok bagai kakek tua
menunggu gugur daun, tulang menua
dan rabun yang memangkas usia demi usia

dunia menuju sekarat: kematian,
puing peradaban, dan nurani yang gersang.

tengoklah hatimu
mencercit bagi jerit rem
membesut aspal ngilu jiwamu

dunia menuju sekarat:
nurani mengubur dalam segala tanda.
menggumpal dalam rahasia.
tak ada dibaca lewat segala bahasa!

Maret, 1997 – Februari, 1998


Tentang Penyair




Dorothea Rosa Herliany

lahir di Magelang. Puisinya dimuat Suara Pembaharuan, Pikiran Rakyat, Republika, Media Indonesia, Bernas, Suara Merdeka, Horison, Basis, Kalam, Dewan Sastra (Malaysia), Solidarity (Filipina), dan lain-lain. Menulis sejak SMA, puisinya terantologi dalam Nyanyian Gaduh, Matahari yang Mengalir, Menoreh I, Progo, Kepompong Sunyi, Nikah Ilalang, Blencong, Karikatur dan Sepotong Cinta, Antologi Puisi Jawa Tengah, Refleksi Setengah Abad Indonesia Merdeka, dan lain-lain. 



Sumber tulisan: buku Jentera Terkasa
Sumber foto penyair: Ensiklopedia Kemdikbud
Sumber Ilustrasi: Pixabay




0 comments: