DESEMBER
Kutemukan kini, tempat paling sunyi
kulabuhkan segala perjalanan
tetapi, perahu itu ah
mengingatkan aku pada tempat-tempat jauh!
kulabuhkan segala perjalanan
tetapi, perahu itu ah
mengingatkan aku pada tempat-tempat jauh!
Tetapi kini, telah kulipat layar
menjadi alas peraduanku, kini dan entah nanti
bersamamu,
kuronce bunga-bunga meski tak lagi punya warna
dan aroma itu ah, mengingatkan aku
pada taman-taman
menjadi alas peraduanku, kini dan entah nanti
bersamamu,
kuronce bunga-bunga meski tak lagi punya warna
dan aroma itu ah, mengingatkan aku
pada taman-taman
Kudapati di sini pada Desember
kau pinang segala musim-musim lalu, kini
lewat cakrawala kuterima pesan burung-burung
yang lama terbang tinggalkan
tinggal di tempat ini,
bayangan serpihan pengabdian
membunuhku dalam kuning janur-janur
menghiasi tidurku
kau pinang segala musim-musim lalu, kini
lewat cakrawala kuterima pesan burung-burung
yang lama terbang tinggalkan
tinggal di tempat ini,
bayangan serpihan pengabdian
membunuhku dalam kuning janur-janur
menghiasi tidurku
sementara aku istirahat di sini
menemukan kasih-Mu
akan kuubah segala penderitaan
dengan kekuatan doa
antara kepasrahan dan kenisbian
di sisi dua manusia mencoba melampaui batas-batas
langit dan cakrawala
menemukan kasih-Mu
akan kuubah segala penderitaan
dengan kekuatan doa
antara kepasrahan dan kenisbian
di sisi dua manusia mencoba melampaui batas-batas
langit dan cakrawala
dan akan kukembalikan kebimbangan ini
pada-Mu ya Rabbi
Kucari api-Mu
menghangati gigil nurani
perkawinan ini
dengan matahari-Mu
di beku musim Desember-Mu
Sragen, Februari 1998
SAJADAH I
Adalah daun-daun-Mu
ranting-ranting-Mu
akulah burung-burung yang menggigil
terperangkap Musim
Sunyi dan Kegelapan
langit di tanahku berbaring
kabut asap menyesak
Dadaku sesak
Burung-burung yang menggelap
menggelepar mencari ranting kering
kubaringkan resah dan gelisah
di bebatuan-Mu
candi-candi-Mu
kuusung doa-doa
kubawa kembang dan dupa
membumbung tinggi ke Langit bencana
ranting-ranting-Mu
akulah burung-burung yang menggigil
terperangkap Musim
Sunyi dan Kegelapan
langit di tanahku berbaring
kabut asap menyesak
Dadaku sesak
Burung-burung yang menggelap
menggelepar mencari ranting kering
kubaringkan resah dan gelisah
di bebatuan-Mu
candi-candi-Mu
kuusung doa-doa
kubawa kembang dan dupa
membumbung tinggi ke Langit bencana
Kubentangkan sajadah ini
di atas permadani rerumputan tak lagi hijau
di atas iga-iga menancap tonggak-tonggak
baja di dada kami
dan ladang-ladang yang hilang
kebun-kebun tumbuh bunga uang
utang-utang tak terlunaskan
tak lagi biru warna langit kami
airmata mengalir perih
di atas permadani rerumputan tak lagi hijau
di atas iga-iga menancap tonggak-tonggak
baja di dada kami
dan ladang-ladang yang hilang
kebun-kebun tumbuh bunga uang
utang-utang tak terlunaskan
tak lagi biru warna langit kami
airmata mengalir perih
DONGENG
Antara tidur dan jaga
Sunyi menemani malam
sayup terdengar
kau mendongengkan tentang kelicikan kancil
dan kerakusan srigala
Sunyi menemani malam
sayup terdengar
kau mendongengkan tentang kelicikan kancil
dan kerakusan srigala
menelan malam-malammu,
memakan lautmu, gunung, tanah, darah, keringat
dan seluruh suaramu itu,
hingga kau cuma diam dan berpasrah diri
menyerah di tikar Ilahi
karena segala tangkas dan kaki
terjerat janji,
termakan hutang-hutang tak terlunaskan
memakan lautmu, gunung, tanah, darah, keringat
dan seluruh suaramu itu,
hingga kau cuma diam dan berpasrah diri
menyerah di tikar Ilahi
karena segala tangkas dan kaki
terjerat janji,
termakan hutang-hutang tak terlunaskan
sampai malam tenggelam
kau masih dalam buaian Bunda
yang perkasa
hutan, gunung, sawah, lautan
di Rahimnya,
tetapi mengapa tak bisa menyembuhkan Duka
bulan pasi menemani
seekor kancil berlari-lari dalam Taman
aku berusaha mengusirnya pergi
sebelum pergi
tetapi di ujung pagi, ganti Srigala melumat bulan
kau masih dalam buaian Bunda
yang perkasa
hutan, gunung, sawah, lautan
di Rahimnya,
tetapi mengapa tak bisa menyembuhkan Duka
bulan pasi menemani
seekor kancil berlari-lari dalam Taman
aku berusaha mengusirnya pergi
sebelum pergi
tetapi di ujung pagi, ganti Srigala melumat bulan
Bulan hilang,
Jagat tanpa caya
gelap
kancil dan srigala muncul di dada berlumur darah
merah segar habis melumat Bulan
cerita tak pernah berakhir, dongeng-dongeng Ibu menjelang
tidur kita
Jagat tanpa caya
gelap
kancil dan srigala muncul di dada berlumur darah
merah segar habis melumat Bulan
cerita tak pernah berakhir, dongeng-dongeng Ibu menjelang
tidur kita
Sragen, Maret 1998
Tentang Penyair
Sus S. Harjono lahir di Sragen. Puisinya dimuat di berbagai media massa, di samping terikutsertakan dalam antologi Refleksi Setengah Abad, Indonesia Merdeka, Antologi Puisi Indonesia, Kepodang, dan lain-lain.
-----------------------------------------------------
Sumber tulisan: Jentera Terkasa (Kumpulan puisi penyair Jawa Tengah)
Sumber foto penyair: Facebook
Sumber ilustrasi: Pixabay
0 comments:
Post a Comment