Langkah tanpa tujuan
bergerak dalam sunyi
hutan-hutan tuhan, yang kini jadi ladang subur para binatang
binatang berdasi
menyulap hutan menjadi besi
bergerak dalam sunyi
hutan-hutan tuhan, yang kini jadi ladang subur para binatang
binatang berdasi
menyulap hutan menjadi besi
Merambah, menjarah
hingga kubu ku berpindah-pindah tak tentu arah
negeri krinok kini hilang elok
selampit delapan jadi kenangan
hingga kubu ku berpindah-pindah tak tentu arah
negeri krinok kini hilang elok
selampit delapan jadi kenangan
Nyanyian sunyi pedalaman
melumut tak dihiraukan sang tuan kebijakan
berharap dengan cemas, menanti ajal ketika
sandang, papan, pangan di sulap
jadi gedung pencakar cakrawala
melumut tak dihiraukan sang tuan kebijakan
berharap dengan cemas, menanti ajal ketika
sandang, papan, pangan di sulap
jadi gedung pencakar cakrawala
Tidurnya tak lagi pulas
setengah terlelap, setengah terjaga
menatap wajah daun jati yang mulai mati
merenungi sungai dan rawa yang mulai langka
hewan-hewan yang menjadi legenda
menjaga bukit lembah menjadi sia-sia
setengah terlelap, setengah terjaga
menatap wajah daun jati yang mulai mati
merenungi sungai dan rawa yang mulai langka
hewan-hewan yang menjadi legenda
menjaga bukit lembah menjadi sia-sia
Hanya menanti takdir bumi
mati terbunuh dari suku kaum sendiri!
mati terbunuh dari suku kaum sendiri!
Bungo, 2012
Marwan Kubu (H. Marwan Padli. HM). Aktif sebagai Ketua Sanggar Kubu Bungo dan anggota dari Komunitas Musikalisasi Puisi Indonesia. Tulisannya pernah dimuat di beberapa surat kabar lokal dan juga dalam antalogi Tiga Bukit Sungai Au dan Majalah Seni Nol Kilometer Sabang.
---------------------------
Sumber tulisan: Sauk Seloko (Bunga Rampai Puisi Pertemuan Penyair Nusantara VI)
Sumber ilustrasi: Pixabay
0 comments:
Post a Comment