Bertemu
Dan kami memandang ke dalam mata masing-masing,
Karena negeri digenggam bangsa asing.
Sambil menantang muka saudara yang muram caya,
Melalui dataran di senjakala.
Bagai mengembus kain mati.
Sumber: Timbul via PB 113. September 1933
Tenangan Tiada
Meninggalkan menistakan kehidupan lama.
Sekejap lagi aku tersuram gelap derita.
Entah apa mendesak aku menghimbau harapan.
Gelap gulita yang akan kudapat ditinggalkan
Harapan bersinar menarik kehidupan baru.
Sekejap saya, rupanya derita yang ditunggu.
ada.
Merobah susunan tiada tentu mana yang baka.
Menutupkan pikiran, arahkan tiada.
Meniadakan diri dalam tenangan Tiada.
Sumber: Pujanggan Baru 111/2, Agustus 1935
Video Pembacaan Puisi Bertemu:
Tentang Penyair
ARMIJN PANE lahir di Muara Sipongi, Mandailing Natal, Sumatra Utara, 18 Agustus 1908. Pada 1933 bersama Sutan Takdir Alisjahbana dan Amir Hamzah mendirikan majalah Pujangga Baru yang mampu mengumpulkan penulis-penulis dan pendukung lainnya dari seluruh penjuru Hindia Belanda untuk memulai sebuah pergerakan modernisme sastra.
Salah satu karya sastranya yang paling terkenal ialah novel “Belenggu” (1940). Selain menulis puisi dan novel, Armijn Pane juga menulis kritik sastra. Tulisan-tulisannya yang terbit pada Pujangga Baru, terutama di edisi-edisi awal menunjukkan wawasannya yang sangat luas dan, dibandingkan dengan beberapa kontributor lainnya seperti Sutan Takdir Alisjahbana dan saudara laki-laki Armijn, Sanusi Pane. Pada 1969 Armijn Pane menerima Anugerah Seni dari pemerintah RI karena karya dan jasanya dalam bidang sastra.
Pada Februari 1970, beberapa bulan setelah menerima penghargaan tersebut, ia meninggal di Jakarta, 16 Februari 1970 pada umur 61 tahun.
-----------------------------------------------
Sumber foto penyair: Wikipedia
Sumber ilustrasi: Pixabay
0 comments:
Post a Comment