Kampung Hujan
-padangsidimpuan
adakah langitmu senantiasa mengasah pisau
tajam dan berkilau
mengirim irisan hujan ke pekarangan
menanam rindu ke kenangan
aku tak pernah mengenal setangkup payung
tiada jas hujan di almariku
aku bukan pengintai tempat berlindung
rindang pohon bukan hilir pelarianku
pakaianku dirajut dari kumparan angin
kain selimutku terbuat dari daging kabut
di sini, anak-anak hujan memahat liuk jalan
sampai ke pintu rumah
di kejauhan, inang hujan mengasuh lungkup bukit
dan lentang sawah-ladang
adalah gelipur lumpur
yang mengukir kakiku sekokoh jati
ialah gemulai sungai
yang menempa tubuhku setangguh batu
o pinak-pinak hujan
itulah air mata haru ibuku
o anak lelaki yang didekap ibu
itulah perantau perindu, aku
Sungai Deli
sepasang mata yang penat adalah engkau
deraimu selitak lenguh sapi
tak sudah diperah
tak tuntas diperas
engkau tahu, kampung medan kian memukau
pohon-pohon menyala
gedung-gedung menimang kilau
meski tubuh jalan menyandang banyak luka
deli, gericik yang parau
pusar segala risau
rambut panjang yang lalai disisir
ibu yang kerap dienyah-diusir
aku tahu, orang-orang menelurkan matahari
dari perut merkuri
sedang rahimmu cuma semayaman nyeri
semata laci bagi kesah dan dendam mimpi
Hasan Al Banna lahir di Padangsidimpuan. Menulis di Mimbar Umum, Analisa, Waspada, Medan Bisnis, Harian Global, Andalas, Riau Pos, Sagang, Sabili, Lampung Post, Suara Pembaruan, Republika, Suara Merdeka, Jurnal Nasional, Jurnal Cerpen Indonesia, Koran Tempo, Jawa Pos, Kompas, dan Horison.
--------------------------------------------
Sumber tulisan: Sauk Seloko (Bunga Rampai Puisi Pertemuan Penyair Nusantara VI)
Sumber foto buku Sauk Seloko: Arsip pribadi
Sumber foto penyair: Sastra Medan
0 comments:
Post a Comment