RITUS BURUNG
: mengenang Subagio Sastrowardoyo
: mengenang Subagio Sastrowardoyo
Hanya burung yang bisa
Mengerti tawa malaikat
“Tangkaplah” katamu
“Agar kita mengerti isyarat alam!”
Mengerti tawa malaikat
“Tangkaplah” katamu
“Agar kita mengerti isyarat alam!”
Membaca garis-garis ayat
Kepak burung mengembuskan angin
Meniupkan api nurani
Dalam sayap diri
Kepak burung mengembuskan angin
Meniupkan api nurani
Dalam sayap diri
Saat burung-burung pergi
Pulang ke sarangnya masing-masing
Aku hanya bisu. Diam!
Pulang ke sarangnya masing-masing
Aku hanya bisu. Diam!
Surabaya, 1995
KICAU BURUNG
1
kicau burung inilah yang mempertemukan
Aku dengan-Mu
(pada malam larut, kicau burung berderai bersama debur
hatiku)
oooh, dalamnya samudera
kudaki gunung-gunung di antara beribu sepi
dalam kesunyianku
kutatap masa silam yang gemuruh
gelisah mendayungkan sampan sampai ke pulau-Mu
oooh, di peta sepi ini
kujaring beribu malaikat dengan jala
makrifatku
kicau burung inilah yang mempertemukan
Aku dengan-Mu
(pada malam larut, kicau burung berderai bersama debur
hatiku)
oooh, dalamnya samudera
kudaki gunung-gunung di antara beribu sepi
dalam kesunyianku
kutatap masa silam yang gemuruh
gelisah mendayungkan sampan sampai ke pulau-Mu
oooh, di peta sepi ini
kujaring beribu malaikat dengan jala
makrifatku
2
Kicau burung kali ini benar-benar mempertemukan
Aku dengan-Mu
di antara kesunyian batu-batu kali
gemerisik mentasbihkan nama-Mu
kurajut rumah-rumah hati dari batu-batu sunyi
dihiasi dinding-dindingnya dengan burung-burung
yang berkicau atas kebesaran-Mu
(di hati ini: bersarang burung-burung sunyi yang menyanyikan
kegaduhan)
Kicau burung kali ini benar-benar mempertemukan
Aku dengan-Mu
di antara kesunyian batu-batu kali
gemerisik mentasbihkan nama-Mu
kurajut rumah-rumah hati dari batu-batu sunyi
dihiasi dinding-dindingnya dengan burung-burung
yang berkicau atas kebesaran-Mu
(di hati ini: bersarang burung-burung sunyi yang menyanyikan
kegaduhan)
Surabaya, 1990
SAJAK BUAT OI
Seperti tak kenal duka, burung-burung menebarkan
Benih kesunyian
Pada ladang-ladang kerinduan, kau-aliri sepiku
Kautanam beribu benih dan sekian kali
Siap Kauketam butir-butir zikir memupuk
Kekekalan-Mu, kerinduan dan kesetiaanku
Duh. Duh. Yaa, Rabbana. Yaa, Rabbana
Apakah bisa kulukis pertemuan ini
Meski hanya lewat kicau burung sekalipun
Antara benih dan kerinduan
Melebur dalam kesejatian
Hanya kelu yang bisa kupandang dari danau-Mu
Di antara keluasan zat, betapa kecilnya aku
Dalam samudera kebesaran-Mu, aku hanyalah
Sampan, yang siap Kau bawa berlayar (dalam Badai sekalipun)
Apakah bisa kulukis pertemuan ini
Meski hanya lewat kicau burung sekalipun
Antara benih dan kerinduan
Melebur dalam kesejatian
Hanya kelu yang bisa kupandang dari danau-Mu
Di antara keluasan zat, betapa kecilnya aku
Dalam samudera kebesaran-Mu, aku hanyalah
Sampan, yang siap Kau bawa berlayar (dalam Badai sekalipun)
Duh. Duh. Yaa, Rabbana. Yaa, Rabbana.
Biarkan kutanam sepi dalam sanubariku
Biarkan kutanam sepi dalam sanubariku
Surabaya, 1990
Tentang Penyair
Mh. Zaelani Tamaka, lahir di Jember. Puisi-puisinya dimuat, antara lain, di Horison, Basis, Ulumul Qur’an, Republika, Suara Karya, dan Surabaya Post di samping terangkum dalam sejumlah antologi puisi bersama penyair lain.
-------------------------------------------------
Sumber tulisan: Jentera Terkasa
Sumber ilustrasi: Pixabay
Sumber ilustrasi: Pixabay
0 comments:
Post a Comment