BEGITU UNDANGAN kuterima dari sahabat baikku Korrie Layun Rampan, aku segera memperlihatkan pada suamiku. Karena dialah yang akan menentukan apakah undangan itu harus kuterima atau tidak. Soalnya aku sudah lama tidak pulang kampung, sebelumnya aku bolak-balik saja ke Kaltim. Biasa, namanya juga rindu kampung, rindu sanak saudara, rindu tepian mandi, rindu ikan sungai, rindu terong asam, rindu sayur pakis, rindu buah sayur combrang dan sebagainya. Dan suamiku selalu membolehkan aku pergi, dia penuh pengertian lagi pula dia sendiri meskipun asli Jawa tapi merasa bahwa Kaltim adalah kampung kedua setelah Tanah Jawa.
“Kau harus pergi Ma, ini adalah duniamu, dunia sastra," katanya sambil tersenyum.
"Ya, Bah (aku dan anak-anak terbiasa memanggil suamiku dengan sebutan Abah), lagi pula ini Korrie yang ngundang, pasti ada suatu perkembangan di Kaltim terutama dunia seni sastra."
Demikianlah, aku pun siap-siap untuk berangkat meskipun sebelumnya sempat tertunda rencana acara karena Korrie begitu sibuk dan mengundurkan rencana. Adikku H. Sinarmas Djati bersedia gabung dan ikut hadiri seminar sastra ini. Sebenarnya dia salah seorang pengusaha perkebunan kelapa sawit, tetapi karena ajakanku dia tertarik juga untuk mengikuti acara seminar sastra dan Dialog Borneo Kalimantan ini. Lagi pula para undangan berdatangan dari beberapa daerah seperti Kaltim, Kalteng, Kalbar dan Kalsel. Terutama pesertanya juga berdatangan dari Delegasi Malaysia, dan Brunei Darussalam.
Acara seminar akan berlangsung tanggal 13 s.d. 15 Juli 2011. Kami berangkat dari Jakarta menuju Balikpapan tanggal 12 Juli 2011 pukul 08.00, tiba di Balikpapan sekitar pukul 11.00 siang. Setelah makan siang di perjalanan menuju ke Samarinda, kami makan siang di warung; kalau tak salah Warung Ponorogo dengan hidangan lauk-pauk lengkap.
Kami menginap di Hotel Mesra, sebuah hotel modern yang pertama kali dilaksanakan, itulah alasan mengapa adikku memilih hotel lama ini. Kami dimiliki Kota Samarinda. Hotel itu tak jauh dari Lamin Etam tempat acara beristirahat malam itu setelah diajak makan malam dengan adikku ke restoran di mana banyak menyediakan ikan Sungai Mahakam yang kurindukan.
Besok paginya kami berencana akan ke Tenggarong mengunjungi beberapa famili, nanti malam barulah acara dimulai. Acara pembukaan dilaksanakan di Lamin Etam, kediaman Gubernur Kaltim yang dipimpin oleh Bapak Dr. H. Awang Faroek Ishak. Ramai sekali tamu yang datang, mungkin semuanya adalah penulis-penulis Kaltim, atau peminat sastra dan budaya daerah. Mungkin karena termasuk penulis atau tokoh tua, kami dapat tempat duduk di depan bersama rombongan tamu dari Malaysia, Sabah, Berunai, dan Serawak. Kami juga dapat bertemu dan duduk bersama Bapak Gubernur dan stafnya di mana beliau menerima kami dengan ramah dan penuh persaudaraan. Kami juga bertemu mantan Gubernur Dr. Yurnalis Ngayoh dan ibu, saya duduk di samping Ibu Ngayoh. Sambil menunggu acara dimulai saya dan Ibu Ngayoh bercerita banyak, maklum sudah lama tak bertemu. Saya terharu karena salah seorang adik sepupu saya yang juga penulis bernama H. Bachrin Masyhoer hadir meskipun keadaannya sudah payah karena sakit-sakitan. Tulisannya sering mengisi majalah-majalah ibu kota seperti Femina, Sarinah, dan lain-lain, begitu besar semangatnya ia datang diantar oleh anak menantunya Eka. "Aku iri melihat Kakak dengan usia begini masih lebih sehat dan kuat dari saya." ujarnya beberapa kali bertemu. "Alhamdulillah semuanya atas izin Allah," kataku sambil tertawa.
Sebelum acara dimulai, para tamu diminta untuk makan malam dahulu. Kebetulan belum makan sore.
Setelah acara pembukaan dimulai, terlebih dahulu pembacaan doa dipimpin oleh seorang Ustaz, kemudian hadirin diminta berdiri semua untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sebagai pimpinan dan Tuan Rumah dimulai oleh Pak Drs. Korrie Layun Rampan S.H., dengan laporan tentang kegiatan yang diselenggarakan; kemudian sambutan Perwakilan Delegasi Malaysia Dr. Encik H. Othman Mahali.
Kemudian kata sambutan dari Delegasi Brunei Darussalam, selanjutnya tampil Bapak Gubernur Dr. Awang Faroek Ishak.
Setelah mengadakan launching buku Kalimantan Timur dalam Sastra Indonesia, Kalimantan dalam Puisi Indonesia, Kalimantan dalam Prosa Indonesia, dan Sumbangan Borneo-Kalimantan terhadap Sastra Indonesia, Brunei Darussalam, dan Malaysia, acara dilanjutkan dengan Pemberian cendera mata dari panitia Dialog Borneo-Kalimantan XI kepada Gubernur Provinsi Kalimantan Timur, Delegasi Malaysia, Brunei, Kaltim, Kalteng, Kalbar, dan Kalsel.
Kemudian pemberian penghargaan kepada Korrie Layun Rampan dari sastrawan Kalimantan Timur yang diwakili oleh Abdul Rahim Hasibuan.
Tak dapat diragukan lagi segala pujian dan penghargaan selayaknyalah diberikan kepada Korrie Layun Rampan, itu juga disinggung oleh Pak Gubernur dalam pidato beliau yang panjang lebar. Meskipun dalam kondisi kurang sehat, dan telah melalui operasi beberapa kali dengan tertatih-tatih penulis kawakan ini tetap maju dan sanggup menyelengarakan kerja besar ini. Dia pun mampu menyelesaikan buku-buku sastra tebal sebanyak 4 buah, berisi hasil sastra para seniman Kaltim sangat mengagumkan. Itu dibagi-bagikan kepada para tamu dan peserta yang sangat bangga dengan semangat besar penulis Kaltim ini.
Tidak itu saja Korrie adalah penulis Nasional yang telah menghasilkan karya yang tidak sedikit, dengan mengadakan acara besar ini dia membuat Kalimantan Timur menjadi tambah terkenal. Hasil buku yang akan dibagikan kepada para peserta yang berjumlah 4 buah, tebal dan penuh dengan hasil karya putra daerah. Dengan tulus Pak Gubernur mengatakan akan membeli buku-buku tersebut sebanyak 300 buah. Andil Pak Gubernur tidak itu saja sumbangan beliau untuk sastra Kaltim sangat besar, Pemda Kaltim membantu sepenuhnya acara besar ini. Bahkan tahun-tahun ke depan bantuan akan terus berlanjut, ini berita sangat membanggakan dunia sastra kita.
Beruntung kita mempunyai seorang pemimpin yang peduli dunia sastra kita yang selama ini hampir tenggelam. Kita bersyukur bahwa kita memiliki Korrie Layun Rampan anak buah kesayangan Bapak H. B. Jassin (alm) yang telah melahirkan ratusan buku sastra, puisi, dan buku-buku teks sastra untuk sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Dengan semangat yang menggebu-gebu Korrie Layun Rampan mempunyai hubungan yang luas dengan para penulis nasional dan luar negeri. Ia menguasai puluhan bahasa asing yang sangat membanggakan dan menambah kemampuannya sebagai penulis kawakan.
Saya teringat kawan-kawan sastrawan di Jakarta, ketika mengadakan pertemuan rutin di ruang bekas kantor H. B. Jassin di mana ketika itu Korrie Layun Rampan tidak hadir. Mereka tahu kalau saya dan Korrie sama-sama dari Kaltim, mereka mengajukan pertanyaan bertubi-tubi kepada saya.
“Mana Korrie, Bu, di mana dia sekarang?"
"Korrie sudah aktif sebagai anggota DPR Kubar di Kaltim, jawab saya singkat.
"Jadi tidak menulis lagi? Katakan padanya Bu, tempatnya bukan di Kaltim tapi di sini di Jakarta".
"Ya..., nanti saya sampaikan," jawab saya singkat.
Ketika saya sampaikan pesan teman-teman ini, Korrie hanya tersenyum tanpa komentar. Tapi saya sempat bicara. "Betul Korrie, Anda bukan orang politik tempatmu di dunia sastra."
Matanya melotot. "Secara moral saya tak sanggup duduk di DPR, meskipun saya merasa mampu jadi presiden kalau ada yang memilih."
Kami terus berbicara panjang lebar.
Sejak itu lama kami tak bertemu, sampai satu hari kami berjumpa. Dia berkata: "Aku jenuh dan tak cocok di dunia politik, aku tak sanggup." Tampak kesal, aku diam saja sedih hatiku melihat keadaannya yang dulu lincah kini sakit-sakitan. Tapi sekarang... Korrie mulai bersemangat, memang dia seniman asli. Mudah-mudahan dia sehat dan berhasil mengangkat dunia sastra kita meneruskan cita-cita H. B. Jassin almarhum.
Tambah malam namun acara terus berlangsung. Dilanjutkan dengan pertunjukan kesenian.
Begitu gembira dan bahagianya Pak Gubernur sehingga beliau menyumbangkan beberapa pantun dan puisi, bahkan beliau juga menyumbangkan lagu dengan suara yang empuk.
Yang menarik adalah acara tarsul yang dibawakan oleh Kadisdik Provinsi Kaltim Drs. H. Musyahrim, MM, yang dilanjutkan dengan tari Jepen khas Kaltim. Suasana tambah meriah diisi dengan beragam seni bahkan ada sumbangan tarian khas Cina yang cukup memukau dibawakan gadis-gadis cantik. Setelah acara bernyanyi dari beberapa peserta, acara ditutup.
Besok pagi acara seminar akan mulai, bertempat di ruangan rapat kantor Pak Gubernur tak jauh dari Lamin Etam.
Kami cepat pulang karena besok pagi acara seminar akan berlangsung.
Tanggal 14 Juli seminar hari pertama berlangsung, beberapa pembicara mulai 3 pembicara dengan moderator Drs. Roedy Haryo Widjono, AMZ. Pukul 09.00--12.00 diisi oleh Drs. H. Musyahrim, MM (Kaltim), Jaya Ramba (Malaysia), dan Ibnu HS (Kalteng).
Ramai juga lebih-lebih ketika tanya jawab dimulai. Pembicara dan peserta sama bersemangat membawa pertanyaan yang berhubungan dengan dunia sastra. Pukul 13.00--15.00 Moderator Dr. Mugni Bahharuddin, pembicara Zefri Arif (Brunei Darusalam ), dan Surya Sili, Ph.D (Kaltim). Pukul 15.00-15.10 dengan moderator Dra. Atik Sulistyowati, M.Pd dengan pembicara Prof. Dr. Chairil Effendy (Kalbar) dan H. Encik Othman Mahali (Labuan, Malaysia).
Acara berjalan dengan lancar sehingga peserta tampak puas. Begitu berlangsung sampai sore sekitar jam 17.00, acara bubar. Malamnya akan ada lagi acara hiburan, sehingga kami siap-siap untuk pulang mandi dan sebagainya.
Acara berlangsung dengan meriah, bermacam seni tari daerah disuguhkan ada yang menghidangkan pantomin yang cukup menghibur dan menggelikan. Silih berganti acara pembacaan puisi/cerppen/monolog dari masing-masing delegasi, yang terakhir disediakan waktu untuk tamu dan undangan. Entah bagaimana melihat tak ada pembawa puisi dan sajak dari wakil perempuan, aku yang sudah tua renta ini tiba-tiba saja memberanikan diri untuk membaca puisi meskipun kondisi terasa lelah. Korrie tersenyum memberikan dukungan.
"Sudah ada sajaknya Bu?” tanyanya.
"Aku ambil dari buku yang sudah tersedia saja," jawabku sambil membuka lembaran buku tebal itu.
Aku tak sadar ketika namaku dipanggil, agak terhuyung meniti tangga menuju podium. Tapi aku harus bisa, aku harus tampil. Kubaca sajak seorang penulis yang aku lupa namanya, dengan judul “BULAN”.
Ketika selesai menuruni tangga podium Korrie menyambut aku dengan senyum." Intonasinya bagus Bu," seakan terdengar ditelingaku, hiruk pikuk pengunjung menghilangkan suara Korrie. Endang Nurdiani yang mendampingi aku, menarik kursi dan mempersilakan aku duduk.
Selesai acara kami pulang ke hotel, masih ada acara seminar sehari besok pagi. Acara dimulai dengan moderator Drs. Nanang Rijono, Mizar Bazarvio (Kalbar), Terakhir Abang Patdeli bin Abang Muhi (Sarawak/Malaysia). Peserta mengambil kesempatan untuk bertanya kepada pakar-pakar seniman sastra yang dilayani dengan sabar.
Bagian kedua moderator Yudianti Herawati, MA dengan para pembicara: Dr. Marko Mahin, MA (Kalteng ), dan Drs. Jamal T. Suryanata M.Pd (Kalsel). Jam 15.10--17.00 dengan moderator Drs. Zulfaisal Putera, M.Pd. Pembicara-pembicara: Drs. Ahmadun Yosi Herfanda, M.Si (Jakarta) dan Drs. Korrie Layun Rampan, S.H (Kaltim).
Wah... ramai sekali apalagi karena Korrie Layun Rampan yang menghadapi para peserta secara langsung
Malam terakhir yaitu malam ketiga, tanggal. 15 Juli 2011 di Lamin Etam. Acara ini juga merupakan acara perpisahan, mungkin sepenuhnya diisi dengan acara hiburan. Mula-mula diisi dengan acara makan malam, kemudian pembacaan doa lalu diteruskan dengan Lagu Indonesia Raya. Karena ini adalah acara terakhir dan acara perpisahan, maka beberapa perwakilan memberikan kata sambutan di mana semua menyatakan puas dan bersyukur dengan suksesnya semua acara Kemudian ditutup dengan drama "TUHA" oleh Yayasan Darma Nusa.
Waktu penutupan tampak Korrie Layun Rampan terhuyung-huyung saking lelahnya, tetapi di wajahnya tampak cerah. Semoga Bung Korrie sehat dan tetap bersemangat untuk membawa Kalimantan dengan dunia sastra yang mendunia. Hidup Korrie Layun Rampan, hidup Kalimantan.
Sarua Indah Ciputat, Ramadhan, 10 Agustus 2011, Flora Inglin H.Moerdani, Kesan dan kenangan manis di Seminar Dialog Borneo Kalimantan XI Samarinda Kalimantan Timur
Tentang Cerpenis
FLORA INGLIN HARRY MOERDANI. Lahir di Long Iram, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur.
Pada tahun 1990, bersama teman-temannya di Jakarta ia menerbitkan Buletin Sambung Rasa. Flora didukung sang suami tak pernah melupakan nasib suku pedalaman Kaltim yang juga suku ibundanya: Dayak. Kemudian atas dukungan sepenuhnya dari suaminya ia membawa sebuah tim survey dengan 7 orang antara lain, Gunanto Bimo dan istrinya Nia Titiek Haryati dari Jakarta, M. Jamaluddin dari Balikpapan, Ding Juan dari Samarinda dan Amir dari Long Iram. Hasil survey ini membuahkan sebuah buku dengan judul Ulu Mahakam dari Long Iram Sampai Long Apari.
Kemudian ia menulis kisah perjalanan yang penuh petualangan, diterbitkan atas bantuan Pemda Kutai Barat dengan judul Perjalanan ke Ulu Mahakam.
Memikirkan masa depan daerah asalnya atas dukungan sang suami yang tak segan-segan mengeluarkan dana, Flora membawa tim survey untuk memeriksa beberapa kemungkinan membuat “Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro" di Kutai Barat bekerja sama dengan Cihanjuang Inti Teknik yang berkantor di Bandung dengan 3 orang tenaga ahli. Ada 4 tempat yang telah disurvey untuk Long Iram Sungai Menihing di Long Dali, Air Terjun Mapan di Desa Linggang Mapan, Air Terjun Gemuruh di Sekolaq Darat dan Air Terjun Manarung di Ombau Asa.
Flora telah mempunyai 4 buah lokasi masing-masing dengan proposal kelaikan proyek, yang tentu saja mengeluarkan dana yang tak sedikit. Untuk mewujudkan semua itu, demi masyarakat daerah pedalaman tentu saja memerlukan biaya yang lebih besar. Untuk ini Flora mengharapkan uluran tangan Pemda setempat untuk menanganinya. Riwayat hidup lengkapnya terdapat dalam buku Profil Perempuan Pengarang, Peneliti, Penerbit di Indonesias (ed. Korrie Layun Rampan dkk., Kelompok Cinta Baca, Jakarta, 2000).
-----------------------------------------------------
Sumber tulisan: Kalimantan Timur dalam Cerpen Indonesia
Sumber foto: Laman Persatuan Penulis WP Labuan