: Wisrawa -- Sukesi
Di gerbang cepuri keputren Alengka
Wisrawa, resi tua itu termangu
Amis darah Jambumangli belum pergi
juga rasa iri dalam perang tanding
dibalut caci-maki
juga rasa iri dalam perang tanding
dibalut caci-maki
Raksasa itu mati. Tubuhnya pecah belah
tapi, kutuk terus menusuk
meletakkan harga dirinya rata tanah
serupa bangkai, semut cacing tak mau menjamah
"Sukesi, manakah yang harus kujaga?
Tangan kanan atau kiri? Puteri Prabu Sumali
atau anak sendiri yang datang menagih janji?"
Di depan keraton, seorang raja muda menunggu
berbekal mantram, melupakan haram
menantang junjungan yang dimuliakan
berbekal mantram, melupakan haram
menantang junjungan yang dimuliakan
"Prabu Wisrawana, Anakku...." Desis menghapus tangis
dua laki-laki berhadapan, namun tak segaris
dalam keinginan.
"Biarlah, aku yang kalah, Wisrawana." Seolah ia mundur
namun, kakinya mengangkang; menantang
dan ratusan dalang memainkannya
dengan dada lapang, gamelan ditabuh dengan lantang
Benar yang kalah, menang yang sampah
tinggal dewata yang bertitah
sedangkan cerita dan kisah hanya tafsir
sebelum nisan terpasang mustahil silang-sengketa itu berakhir
2011
Tentang Penyair
Iman Budhi Santosa lahir di Magetan. Pada th. 1969 bersama Umbu Landu Paranggi Cs. mendirikan Persada Studi Klub (PSK) komunitas penyair muda di Malioboro, Yogyakarta. Menulis sastra dan kebudayaan dalam dwi bahasa, Indonesia dan Jawa.
-----------------------------------------------------
Sumber tulisan: Sauk Seloko
Sumber ilustrasi: Pixabay
0 comments:
Post a Comment