Karya Buya Al-Banjari
Di antara jelaga pegunungan Meratus
Semak belukar dan ilalang rimbun
Yang dengkurnya sudah berabad
Seketika diusik mesin mobilisasi keserakahan
Gaduh ringkih berkepanjangan
Di antara jelaga pegunungan Meratus
Semak belukar dan ilalang rimbun
Yang dengkurnya sudah berabad
Seketika diusik mesin mobilisasi keserakahan
Gaduh ringkih berkepanjangan
Mengoyak peradaban zaman yang semakin ganas
Perih melintir perih
Menyengat panas mengeringkan daun sumsum dan getah darah
Nasib anak-anak banua yang hidup di musimnya.
Perih melintir perih
Menyengat panas mengeringkan daun sumsum dan getah darah
Nasib anak-anak banua yang hidup di musimnya.
Di antara cadas dan tegarnya pegunungan Meratus
Pasak bumi akar jalar keselamatan, keasrian dan pesona alam
titipan Sang Maha Semesta
Seketika ingin ditungkis sumber batu hitam di perutnya
Demi kepuasan dan kekuasaan sementara
Tanpa mempedulikan hidup dan kehidupan
Nasib anak-anak banua yang ada di musimnya.
Di antara stalagtit dan stalagnit pegunungan Meratus
Yang airnya sangat deras, jernih dan dingin
Seketika ingin diracuni segelintir kerakusan nafsu angkara
Rupanya sudah takdir ingin mengulang gurat sejarah purba
Tentang kebiadaban dan kedurhakaan Raden Penganten
Yang dikutuk sumpah serapah Ibu Kandungnya
Di mana bahtera dirinya menjadi batu balaman
Dahsyatnya siksa api neraka jahanam.
Martapura, Januari 2019
Tentang Penyair
Buya Al-Banjari (Ahmad Sugian Noor)
lahir di Barabai,. Kalimantan Selatan. Selain menulis puisi, ia juga aktivis teater, terutama teater tradisi Mamanda. Sering menjuarai lomba baca puisi se-Kalimantan Selatan pada tahun 1980-an. Puisinya juga dimuat di beberapa antologi bersama penyair
Kalimantan Selatan. Penyair yang bermukim di Kota Martapura ini aktif menghadiri berbagai kegiatan sastra di Kalimantan Selatan.
----------------------------------------------------------------
Sumber tulisan dan foto: Meratus (Nyanyian Rindu Anak Banua)
Sumber ilustrasi: Pixabay
0 comments:
Post a Comment