Agaknya, publik Indonesia sudah sangat familiar dengan sosoknya. Perempuan cantik ini dikenal sebagai penyair, novelis, dan juga cerpenis yang hingga kini tinggal di kota budaya (Yogyakarta). Novel karyanya yang sangat terkenal adalah Perempuan Berkalung Sorban yang laris manis di pasaran dan juga sudah difilmkan.
Nah, akhir-akhir ini dua novelnya, yakni Atas Singgasana dan Mataraisa cetak ulang kembali.
Keduanya pun ramai di media sosial. Berkenaan dengan itu, berikut wawancara bersamanya. Siapkan waktu Anda untuk membacanya hingga tuntas.
Di media sosial telah beredar foto novel Mataraisa dan Atas Singgasana cetakan terbaru karya Mbak. Sebenarnya keduanya bercerita tentang apa?
Benar, aslinya dua novel tersebut bukan novel baru, melainkan cetak ulang. Atas Singgasana itu novel pertama yang kutulis sebelum Perempuan Berkalung Sorban, tahun 2000. Dicetak pertama tahun 2002. Dan yg sekarang aslinya cetakan ke-9. Mataraisa cetak pertama 2012 dan yang sekarang cetakan ke-2.
Atas Singgasana bercerita tentang Kamila. Kekejaman hidup yang awalnya disaksikan menimpa ibunya, akhirnya dialaminya sendiri. Hal itu membuat seluruh potensi hidup dari kecerdasan, ketabahan, dan pemberontakan teraktualisasi maksimal dengan sempurna.
Atas nasib dukanya, Kamila sukses masuk kuliah di Robert Schumann University di Strassbourg untuk memperdalam urusan Hak Asasi Manusia (HAM). Atas nasib pilu juga, Kamila bisa tampil percaya diri menaklukkan satu saja wajah laki laki, tetapi ribuan kepribadian yang mampu mereka tampilkan, kepribadian penuh distorsi!
Perjalanan hidup membawa Kamila menjadi perempuan intelek dan pekerja keras. Dia menjadi mahasiswa, pekerja, dan juga aktivis. Idenya tentang HAM itulah yang telah sukses mengantarnya mendapatkan beasiswa ke Perancis untuk mempelajari HAM.
Sejatinya Atas Singgasana ditulis based on true story, kisah seorang kawan aktivis yang dibalut imaji percintaan tak biasa yang terjadi antara salik dan mursyidnya. Saya lakukan wawancara langsung dengan tokoh cerita, yang telah menghamparkan alur, karakter, konflik hingga ending (akhir) cerita.
Ide menulis Mataraisa saya temukan saat menyadari, bahwa ternyata saya tidak memiliki ruang atas hak jawab terhadap kasus kontroversi Perempuan Berkalung Sorban.
Kontroversi itu berkaitan dengan filmnya, tapi masyarakat dan media memojokkan dan menghujat penulis novelnya. Ini sungguh tidak adil. Saya merasa terzalimi. Namun sebagai penulis, saya tidak memiliki cukup peluru untuk membalas rentetan tembakan itu.
Mengingat hingga kini penyebaran COVID-19 belum berakhir, cetak ulang terbaru keduanya sudah dipromosikan dan didistribusikan via apa saja?
Kedua novel telah didistribusikan via toko buku, baik di marketplace daring, maupun secara luring, seperti Gramedia dan Togamas
Bagaimana tanggapan publik terhadap kehadiran cetak ulang novel-novel Mbak Abidah tersebut?
Tanggapan publik? Saya lihat mereka antusias tapi tidak seseru seperti saat belum pandemi. Contohnya review para blogger biasanya dapat like hingga ratusan netizen, sekarang kebanyakan hanya puluhan dan paling banyak seratus lebih sedikit.
Meskipun demikian, saya dan penerbit sudah siap sertabisa memaklumi kondisi. Apa pun kondisinya, kami para penulis dan penerbit harus mulai bangkit, menggeliat dari keterpurukan.
------------------------------------------------------
Sumber foto Abidah El Khalieqy: Arsip Abidah El Khalieqy
Sumber foto kedua novel: Facebook
0 comments:
Post a Comment