Friday, December 31, 2021
Thursday, December 30, 2021
Bahasa Berangas dalam Dinamika Kehidupan Masyarakat Penuturnya
Penutur bahasa Berangas (Sumber: Kanal YouTube Mahmud Jauhari Ali) |
Yuliati Puspita Sari
Apakah Anda pernah mengenal bahasa Berangas? Bahasa ini merupakan satu bahasa daerah yang ada di Provinsi Kalimantan Selatan. Sesuai dengan namanya, bahasa Berangas ini dituturkan oleh masyarakat Suku Dayak Berangas. Suku Dayak Berangas adalah subetnis Suku Dayak Ngaju. Mereka mendiami bagian hilir Sungai Barito dan berpusat di Berangas, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan.
Sebagian orang ada yang menyebut orang Berangas dengan sebutan orang Alalak. Hal ini disebabkan para penutur bahasa tersebut berada di daerah aliran Sungai Alalak. Mereka tinggal pada beberapa desa yang terletak di perbatasan Kota Banjarmasin dan Kabupaten Barito Kuala.
Berdasarkan cerita rakyat yang berkembang dalam masyarakat Berangas, sebutan Berangas ini berasal dari kata baranggau yang artinya pohon mati. Menurut cerita, dulu ketika orang-orang Balandean (Ujung Panti) pindah ke Berangas, mereka menemukan daratan yang di sepanjang tepian sungainya terdapat banyak pohon mati. Kemudian, orang-orang tersebut menamai tempat itu dengan kata baranggau yang artinya pohon mati. Lama kelamaan, kata baranggau ini berubah menjadi barangas, dan sekarang lebih lazim disebut dengan kata berangas.
Seiring dengan berjalannya waktu, penutur bahasa Berangas kian berkurang. Jika diamati lebih lanjut, ada dua faktor utama yang melatarbelakangi hal tersebut, yakni pertama, secara geografis, wilayah konsentrasi pemukiman orang-orang Dayak Berangas berada di antara orang-orang Banjar. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama di lapangan, orang-orang Dayak Berangas terbiasa hidup membaur dengan orang Banjar. Tingginya tingkat interaksi antara orang-orang Dayak Berangas dan orang-orang Banjar sangat berpengaruh terhadap bergesernya bahasa Berangas yang merupakan bahasa minoritas ke bahasa Banjar yang merupakan bahasa mayoritas; kedua, adanya sikap kurang percaya diri orang-orang Dayak Berangas terhadap bahasanya. Ketika wawancara dilakukan terhadap orang-orang Berangas, terungkap bahwa mereka tidak percaya diri dengan bahasa nenek moyang mereka, yakni bahasa Berangas. Mereka menganggap bahwa bahasa Berangas tidak ‘sesantun’ bahasa Banjar. Akibatnya, mereka enggan menggunakan bahasa tersebut dan enggan pula mengajarkan bahasa itu kepada generasi di bawahnya; Keadaan seperti inilah yang akhirnya membuat bahasa Berangas mulai ditinggalkan oleh masyarakat penuturnya.
Saat ini memang, masih ada beberapa orang penutur bahasa Berangas yang dapat ditemui. Tetapi jumlah mereka sangat sedikit. Jika hal ini terus dibiarkan, bukan hal yang mustahil, suatu ketika bahasa ini hanya akan dapat ditemui dalam bentuk dokumentasi tertulis berupa laporan hasil penelitian.
Melihat kondisi yang tengah dihadapi oleh bahasa Berangas tersebut, perlu dilakukan berbagai tindakan preventif demi mencegah atau setidaknya memperlambat laju kepunahan bahasa yang satu ini. Sikap positif masyarakat Berangas terhadap bahasanya perlu ditumbuhkan sehingga para penutur aktifnya mau mengajarkan bahasa tersebut kepada yang lainnya dan orang-orang pun (khususnya orang-orang Berangas) dengan bangga mau mempelajari bahasa Berangas tersebut. Para orang tua perlu diberikan dorongan untuk menggunakan bahasa Berangas dalam ranah keluarga sehingga generasi muda Berangas tidak lagi asing dengan bahasanya sendiri.
Peran pemerintah juga sangat diperlukan dalam hal ini. Membuat spanduk-spanduk berbahasa Berangas yang dilengkapi dengan bentuk pengindonesiaannya dan menempatkan spanduk-spanduk itu di tempat-tempat strategis merupakan salah satu langkah sederhana tapi akan sangat berharga dalam menumbuhkan kembali kebanggaan orang-orang Berangas terhadap bahasanya. Ketika kebanggaan seseorang terhadap bahasanya sudah tumbuh, peluangnya untuk menggunakan bahasa tersebut juga akan semakin tinggi. Semoga bahasa Berangas masih memiliki kesempatan untuk itu.
Yuliati Puspita Sari adalah peneliti di Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Sumber foto ilustrasi: Kanal YouTube Mahmud Jauhari Ali
Lebih Baik Berpikir daripada Menyusahkan Orang Lain
Serial Santuy Utuh Bakencong
Utuh Bakencong teringat keluhan salah seorang temannya minggu lalu. Dalam sebuah kisah yang disimaknya itu, ia sadar menyusahkan orang lain adalah kejahatan kemanusiaan. Betapa tidak? Temannya sampai sakit akibat salah seorang gurunya mempersulit kelulusannya. Perutnya mual, kepalanya pening, dan jiwanya terlampau stres.
Maka, terkenanglah Utuh Bakencong pada guru silatnya. Sang guru pernah berujar kepadanya, "Jadilah penyayang layaknya daun talas yang tidak tega membiarkan air hujan jatuh ke bumi."
Baginya berkasih sayang terhadap sesama makhluk Tuhan adalah prinsip yang sangat ideal dalam hidup dan kehidupan. Itulah sebabnya, ia berusaha untuk selalu menebar kebaikan. Misalnya saat ini, ia berpikir keras bagaimana caranya agar banjir tidak lagi melanda kampungnya. Saking kerasnya berpikir, ia mulai jenuh dan memutuskan untuk menghibur dirinya sendiri.
Ia memanfaatkan momen menjelang final sepak bola antara Indonesia versus Thailand sebagai bahan hiburan. Sebelum pertandingan dimulai, ia ingin memprediksi siapa pemenangnya. Tapi, hingga saat ini dirinya belum menemukan cara baru untuk memprediksinya.
Setelah berpikir cukup lama, ia menemukan sebuah ide cemerlang. Ia lambungkan dua kertas tipis. Kertas pertama bertuliskan Indonesia dan yang kedua Thailand.
Kertas yang jatuh di tangannya dengan nama negara berada di posisi atas menjadi sang pemenang kejuaraan itu. Kedua kertas akhirnya jatuh di kedua tangannya. Dan, tulisan Indonesia dapat dibaca dengan jelas, sedangkan kertas satunya hanya putih polos. Ia pun bersorak sambil berjoget-joget kegirangan.
Meski demikian, ia tak lantas berdiam diri. Jika pada final leg pertama tadi diprediksi dengan kertas, maka leg kedua ia prediksi dengan menggunakan kuliner. Lebih tepatnya makanan kucing.
Segera disiapkannya dua piring kosong. Lalu dituangkannya makanan kucing ke dalam keduanya. Setelah terisi, ia panggil kucing peliharaannya untuk makan. Tanpa menunggu lama kucing itu pun memilih piring Indonesia. Sekali lagi ia sangat legirangan. Bahkan, kali ini dirinya lebih bahagia daripada sebelumnya. (MJA).
Saksikan pula film pendek serial ini di video berikut.
Sumber foto dan video: Kanal YouTube Mahmud Jauhari Ali
Wednesday, December 29, 2021
Tuesday, December 28, 2021
Serial Santuy Utuh Bakencong: Popcorn Caramel
Setelah membeli beras dan garam, Utuh Bakencong juga ingin membawakan jagung kering mentah untuk dua keponakannya. Untunglah tak jauh dari tempatnya berpijak ada penjual bahan utama membuat popcorn yang nikmat itu. Tanpa basa-basi, ia segera membelinya.
"Aku yakin mereka akan sangat senang melihat yang kubawa ini," gumamnya pelan sambil melangkah menuju rumah kakak kandungnya.
Tepat di depan rumah, sang kakak sedang menyapu halaman. Setelah berbalas salam, dirinya segera masuk rumah dan mendapati dua keponakannya sedang berada di ruang keluarga.
"Sedang apa kalian?" Utuh Bakencong membuka percakapan.
"Ini kami sedang mainan, Om," jawab Ahya, salah seorang keponakannya.
"Main apa?" ia penasaran.
Lalu didekatinya kertas yang dimainkan keduanya.
"Oh, mainan ini rupanya. Sekarang lihat om bawa apa?"
Keduanya menoleh ke belakang dan wajah mereka seketika begitu ceria. Bocah-bocah itu terlihat sangat gembira.
"Horeeeee! Jagung kering! Kita buat popcorn!" seru keduanya.
"Ayooo kita ke dapuuuur!" suara Utuh Bakencong tidak kalah nyaring.
Mereka bertiga segera beranjak dari ruang tamu menuju dapur. Sesampainya di ruang memasak ini, Ahya dan Ikrima segera mencari bahan-bahan yang disebutkan Utuh Bakencong. Misalnya sekarang, mereka berdua sedang mencari-cari gula pasir. Padahal, yang mereka cari ada di tangan sang paman.
"Kalian sedang mencari apa?" tanya Utuh Bakencong.
"Gula!"
"Ini gulanya ada di tangan Om."
Lalu mereka sama tertawa riang.
Ya, Utuh Bakencong sengaja menyembunyikannya agar suasana menjadi lebih santai dan seru.
Proses memasak pun dimulai. Utuh Bakencong menyebutkan urutan bahan untuk membuatnya, kemudian kedua keponakannyalah yang mempraktikannya dengan sigap. Setelah semuanya lengkap, sang paman mengaduk dan menggoyang-goyangkan panci berisi jagung, gula pasir, dan minyak goreng hingga matang.
"Sekarang, bawa popcorn caramel ini ke ruang tamu. Kita makan di sana saja," ucap Utuh Bakencong kepada keponakan-keponakannya itu.
Tak lama kemudian, mereka pun sama menikmatinya dalam suasana santai dan menyenangkan. (MJA).
Saksikan pula film pendek serial ini di video berikut.
Sumber foto dan video: Kanal YouTube Mahmud Jauhari Ali
Sunday, December 26, 2021
Bahasa Asing dalam Ranah Penggunaan Bahasa di Ruang Publik
Eka Suryatin
Secara khusus, kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Dalam undang-undang itu ditegaskan bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa negara yang wajib digunakan sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, administrasi pemerintah, informasi publik, perundang-undangan, bahasa media massa nasional, dan bahasa komunikasi niaga, termasuk barang dan jasa.
Meskipun telah diatur tetapi bahasa Indonesia saat ini masih menghadapi kendala yang cukup berarti. Kendala itu muncul seiring dengan perubahan yang terjadi dalam tatanan kehidupan global yang ditandai dengan meningkatnya arus informasi, barang, dan jasa. Tatanan kehidupan global menempatkan bahasa asing, terutama bahasa Inggris dalam posisi yang strategis. Hal itu memungkinkan bahasa asing memasuki berbagai sendi kehidupan bangsa dan memengaruhi perkembangan bahasa Indonesia. Pengaruh itu tampak pada kecenderungan menggunakan bahasa asing dalam pertemuan-pertemuan resmi, di media massa, dan di tempat umum seperti papan nama gedung atau bangunan, permukiman, hotel atau restoran, pusat belanja, dan iklan. Kecenderungan itu merupakan indikasi bahwa ruang gerak penggunaan bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa Indonesia mengalami pergeseran.
Adanya kecenderungan penggunaan bahasa asing di papan nama ruang publik membuat kita merasa asing di negeri sendiri. Pertanyaannya, apakah pengguna bahasa tidak boleh menggunakan bahasa asing dalam menulis di papan nama ruang publik? Penggunaan bahasa asing di ruang publik sebenarnya dibolehkan saja asalkan mengutamakan bahasa Indonesia lebih dulu. Selain itu, penulisannya juga harus sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan, yaitu ditulis di bawah bahasa Indonesia, dicetak miring, ditulis dengan ukuran huruf lebih kecil, dan warna huruf tidak boleh lebih mencolok dari bahasa Indonesia. Papan nama di atas sudah mengutamakan bahasa Indonesia karena sudah tepat dalam memosisikan bahasa asing di bawah bahasa Indonesia. Dilihat dari cara penulisannya juga sudah tepat karena warna huruf lebih mencolok bahasa Indonesia, tulisan bahasa asing dicetak miring, dan ukuran tulisan lebih kecil.
Sebagai warga negara Indonesia sudah seharusnya kita mengutamakan bahasa Indonesia. Ayo kita bangga berbahasa Indonesia. Agar kita bisa menunjukkan kepada negara lain tentang jati diri bangsa kita, yaitu bahasa Indonesia.
Penulis adalah peneliti di Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Sumber foto: Eka Suryatin
Saturday, December 25, 2021
Makna Puisi Cinta bagi Bakencong
Serial Santuy Utuh Bakencong
Puisi-puisi Ahmadun Yosi Herfanda, Afrizal Malna, dan Agus S. Sardjono begitu kuat menarik minat Utuh Bakencong menulis puisi. Itulah sebabnya, sejak tadi pagi dirinya mulai membaca buku tentang penulisan genre karya sastra yang satu ini.
Dalam buku itu dituliskan jika hendak menjadi penyair hebat, syaratnya haruslah banyak membaca. Terutama buku-buku yang berkaitan dengan tema terpilih, seperti cinta, keluarga, dan masyarakat. Mengikuti anjuran tersebut, ia membawa setumpuk buku bertema cinta. Baginya tema cinta sangat layak dituliskan dalam puisi. Sebab, cinta tak pernah lekang dalam sejarah hidup manusia dari zaman ke zaman.
Rencananya setumpuk buku itu akan ia baca satu per satu. Proses membaca pun ia mulai. Selembar demi selembar dilahapnya tanpa ampun. Sementara wajahnya sudah tak sesegar tadi.
"Baru satu buku yang kubaca, mataku sudah mengantuk. Otakku juga sudah lelah. Tapi, aku tidak boleh menyerah!" serunya.
Benar saja, ia mengambil buku lainnya. Dibacanya dengan serius. Begitu selanjutnya hingga dirinya tertidur dalam posisi duduk. Satu jam kemudian ia tidur terlentang dengan pulas.
Detik jam terus bergerak menuju hitungan menit, terus begitu jalannya. Dan entah mengapa, mendadak dirinya terbangun. Ia melihat tumpukan buku yang berantakan di dekatnya. Lalu pria muda ini segera merapikannya dengan cepat.
"Oh! Ternyata aku tertidur cukup lama. Aku harus segera menulis puisi sekarang. Nah, itu kertas yang kusiapkan tadi!" ucapnya lirih.
Beberapa lembar kertas putih kosong memang sengaja dijadikannya media penulisan "bakal" puisinya. Harapannya sebuah puisi bagus dapat ia tulis hari ini.
Kini, sebuah puisi sudah selesai ia tulis, tapi dirinya merasa belum puas dengan hasilnya. Langsung ia gumpal dan buang kertas berisi puisinya itu. Seakan tidak mengenal lelah, dirinya menulis puisi kembali di kertas kosong yang lain. Hasilnya juga sama.
Dengan mata mengantuk, ia terus menulis puisi hingga dirinya tak bisa menahan lagi rasa kantuk itu dan akhirnya tertidur pulas. (MJA).
Saksikan pula film pendek serial ini di video berikut.
Sumber video: Kanal YouTube Mahmud Jauhari Ali
Friday, December 24, 2021
Utuh Bakencong dan Istana Kucing
Serial Santuy Utuh Bakencong
Sebuah pesan WhatsApp diterima Utuh Bakencong malam ini. Ia pun membaca kiriman dari paman Banu itu dengan saksama. Isinya berupa tawaran kerja memperbaiki rumah Haji Hirang lengkap dengan alamat dan disertai rayuan agar dirinya mau menerima pekerjaan tersebut. Ya, dikatakan bahwasanya Haji Hirang adalah orang yang kaya raya sehingga mengenai bayaran tidak perlu dipikirkan. Tinggal datang, kerja, lalu dibayar. Bahkan, kemungkinannya malah ada bonus tambahan setelah pekerjaan selesai. Tanpa pikir panjang lagi ia langsung mengiyakannya.
Keesokan harinya lengkap dengan peralatan tukang, dirinya mendatangi rumah tersebut. Dan, sesampainya di depan rumah Haji Hirang, mendadak ia heran.
"Apa benar ini rumahnya? Tapi, kok kecil ya? Bukankah Haji Hirang orang yang kaya raya?" sejumlah pertanyaan beterbangan di kepalanya.
Rasa penasarannya kian menjadi-jadi dan ia teringat kalau paman Banu memberi tahunya untuk langsung saja membuka pintunya. Setelah mengucapkan salam, pintu di depannya itu langsung ia buka.
Alangkah terkejutnya Utuh Bakencong melihat bagian dalam rumah itu. Betapa tidak? Selain ruangannya sempit, beberapa barang tampak sangat berhamburan, sebagian lantainya juga jebol, dan ada beberapa plafon yang terlepas
"Ini rumah atau kandang kambing?" gumamnya lagi.
Guna menghindari peristiwa yang tidak diinginkan, ia bergegas mengambil cakar penggaruk sampah bertangkai. Itu digunakannya untuk memastikan tidak ada ular di dalam rumah tersebut. Kondisi rumah yang berantakan saat musim penghujan seperti ini memang sangat disukai ular sebagai tempat bertelur.
Untunglah tidak ditemukan seekor ular pun di dalam sini. Dengan hati-hati ia membersihkan seisi ruangan.
"Susah bersih!" gumamnya agak nyaring.
Meski demikian, ia tak lantas mengerjakan perbaikan lantai dan lainnya. Pertanyaan seputar rumah ini masih bergelayut di hati dan pikirannya. Misalnya saja, mengapa lantai yang jebol harus ditutupi dengan kawat, dan bukannya kayu. Itulah sebabnya, ia menanyakannya kepada paman Banu.
Jawaban pun ia terima, "Itu sengaja pakai kawat karena rumah lama beliau tersebut akan dijadikan istana kucing liar yang terlantar."
Seketika hatinya terenyuh. Ternyata Haji Hirang sangat berhati mulia. Dengan penuh semangat dirinya segera memperbaiki rumah itu hingga selesai. (MJA).
Saksikan pula film pendek serial ini di video berikut.
Sumber video: kanal YouTube Mahmud Jauhari Ali
Thursday, December 23, 2021
Wednesday, December 22, 2021
Mencabut Rumput "ala" Bakencong
Serial Santuy Utuh Bakencong
Angin sendalu berembus lembut dari arah timur sore itu. Dari kejauhan terlihat Utuh Bakencong sedang asyik mencabuti rumput di pekarangan rumahnya. Benar, meski gemar bergurau, sebenarnya pria muda ini rajin dalam hidupnya.
Sambil terus menggerakkan kedua tangannya, ia bergumam, "Selagi ada waktu luang begini, lebih baik kumanfaatkan untuk mencabuti rumput."
Ya, sudah menjadi kebiasaannya kalau sedang bekerja ia gemar sekali bergumam. Alasannya unik dan membuat tertawa. Katanya, dengan itu ia merasa sedang ditemani bidadari cantik dari langit ketiga.
Dan, baginya kebersihan adalah keindahan itu sendiri, termasuk bersih dari rerumputan liar yang merawankan hati. Saat mata memandang keindahannya, jiwa pun terasa nyaman dan gembira.
Di pekarangan rumahnya ini, ia juga menanam laos, temulawak, dan lainnya. Tanpa kecuali, rerumputan turut serta tumbuh di sela-selanya. Itulah sebabnya, di bagian ini dirinya harus perlahan mencabutinya agar tidak merusak tanaman-tanaman dapur tersebut.
"Kini, saatnya mencabuti rumput di pekarangan belakang rumah!" gumamnya sambil berjalan membawa ember sebagai wadah rumput yang telah dicabut.
Ada lebih banyak rumput di belakang sini daripada di samping tadi. Hal ini membuat Utuh Bakencong harus ekstra mengerahkan tenaganya. Nah, saat mencabut rumput yang akarnya menembus tanah agak dalam, ia terjengkang karena bagian atas rumput putus. Akarnya terlalu kuat mencengkram tanah. Itulah sebabnya, ia memutuskan menggunakan parang agar mudah mencabut rumput-rumput jenis itu.
Sementara matahari terus beringsut menuju barat. Ranting-ranting pohon menutupi sebagian sinarnya yang jingga kemerahan. Melihat alam yang demikian, ia menyudahi aktivitasnya sore ini.
"Ada dua yang kudapatkan, pertama sehat dan kedua bersih. Mantap!" gumamnya lagi seraya menikmati minuman segar di bawah langit sore hari. (MJA).
Saksikan pula film pendek serial ini di video berikut.
Monday, December 20, 2021
Tajuddin Jadi Youtuber dan Mencurhati Bakencong
Berkunjung di Rumah Budayawan Tajuddin Noor Ganie
Saturday, December 18, 2021
Friday, December 17, 2021
Thursday, December 16, 2021
Kandang Ayam di Luar Dugaan
(Serial Santuy Utuh Bakencong)
Derasnya hujan tak menyurutkan niat Utuh Bakencong membuat rak bunga impiannya. Berbekal sebuah payung ia menerjang guyuran air dari langit. Udara basah yang dingin juga tidak mampu menahan langkahnya. Ia terus berjalan dan tibalah dirinya di tempat orang jual kayu bangunan.
Setibanya di sana, paman Gayam ternyata tidak berada di tempat. Penjual kayu itu sedang makan di warung acil Haruan. Beberapa waktu Utuh Bakencong menunggu, terus menunggu hingga paman Gayam muncul di hadapannya. Dan, ibarat buah masak di pohon, Utuh Bakencong akhirnya membawa pulang empat batang kayu di bawah terpaan hujan dan dinginnya udara yang basah.
"Lelah juga membawa kayu. Mana harinya hujan lagi. Untunglah bahannya sudah ada. Kini tinggal membuat rak bunganya. Oh rak bunga!" gumamnya sambil tersenyum-senyum sendiri membayangkan rak bunga yang cantik rupawan.
Tak lama kemudian ia pun menyiapkan peralatan seperti palu, gergaji, dan meteran miliknya. Ya, pria muda ini memang sudah sejak kecil menyukai dunia pertukangan. Jadi wajar jika dirinya pun gemar membeli peralatan di dunia itu.
"Sekarang semua peralatan sudah siap digunakan. Saatnya bergerak!' serunya.
Utuh Bakencong mulai mengukur panjang kayu yang ia butuhkan. Hatinya berbunga-bunga. Sedang pikirannya berada dalam bayangan akan indahnya tanaman-tanaman hias di rak bunga impiannya nanti.
Lalu dengan hati-hati ia menggergaji satu per satu menjadi potongan-potongan pendek.
Sambil melepas lelah sehabis menggergaji, ia bergumam, "Selesai juga aku memotong-motong empat batang kayu ini."
Perlahan ia letakkan semua potongan kayu itu di lantai. Sementara itu bayangan tanaman hias dalam kepalanya tadi hilang entah ke mana. Ia amati lekat-lekat hasil potongan di hadapannya.
"Tunggu! Sepertinya potongan-potongan ini tidak sesuai dengan rencana semula. Waduh! Coba kupastikan lagi!" gumamnya.
Beberapa saat ia pun sangat serius mengamati semuanya.
"Yaaaaah benar ini ternyata salah! Kalau mau membuat rak bunga tidak seperti ini panjangnya! Wadduuuuuuh! Lantas bisa dibuat apa ya kayu-kayu ini?" Utuh Bakencong benar-benar bingung.
Dirinya tersandar di kursi panjang dengan pikiran yang mampet dan hati yang gundah.
Dan, tiba-tiba saja sebuah ide mendarat di kepalanya, "Ya! Aku tahu sekarang! Potongan-potonhan kayu ini akan kubuat kandang ayam. Benar, kandang ayam!"
Tanpa membuang waktu, ia langsung bergerak membuat kandang ayam di luar dugaannya itu. Satu demi satu potong kayu dirakit menjadi rangka yang kukuh. Selanjutnya ia pasang kawat sebagai dindingnya. Tidak lupa dirinya pun membuat pintu kandang tersebut.
"Akhirnya selesai juga!" serunya dengan hati gembira. (MJA)
Saksikan pula film pendek serial ini di video berikut.
Wednesday, December 15, 2021
Tuesday, December 14, 2021
Serial Santuy Utuh Bakencong: Mencuri Adonan
Hari masih terlalu pagi. Embun terlihat begitu betah menggantung di dedaunan ranum. Sedang di atas sana sekumpulan awan hitam bagai latar sebuah lukisan naturalis yang eksotis. Sementara itu Utuh Bakencong sedang asyik menyiapkan peralatan membuat bakpao. Seperti saat ini ia sibuk dengan sebuah baskom. Sambil menatap tajam, dibolak-baliknya benda cekung berbahan baja putih yang tipis tersebut dengan saksama.
"Berlubang atau tidak ya baskom ini?" tanyanya berulang-ulang dalam hati.
Tak puas dengan hasil indra penglihatannya, ia pun mengambil cerek tua berisi air. Perlahan dituangkannya air itu ke dalam baskom tersebut. Dan, setelah memastikan tidak ada air yang menetes, barulah dirinya menyiapkan bahan-bahan untuk membuat bakpao.
Ada tepung terigu, maizena, mentega putih, santan cair, ragi, telur ayam, gula pasir, dan sedikit garam. Dengan hati-hati, satu demi satu bahan ia campurkan sesuai resep yang diberikan acil Binjai kepadanya. Ya, begitulah biasanya perempuan muda itu dipanggil masyarakat sini. Seorang perempuan yang sangat mahir memasak dalam beragam menu sehari-hari.
Seakan pendayung ulung, Utuh Bakencong terus menguleni adonan bakpao agar cepat kalis. Mulai dari menekan-nekan hingga memukuli adonan itu tanpa ampun.
Kini, saatnya adonan yang sudah kalis itu ditutup dengan plastik.
Setelah berselang satu jam, Utuh Bakencong pun membuka tutup adonan tadi. Oh, alangkah sedih hatinya. Betapa tidak? Ternyata adonan yang dibuatnya tidak mengembang. Artinya, proses pembuatan bakpao olehnya ini gagal total.
Di tengah kegalauan hatinya itulah, tanpa sengaja ia mendengar perkataan acil Binjai dengan seseorang melalui saluran telepon. Acil Binjai dalam percakapan tersebut mengatakan dirinya sedang membuat bakpao dan sebentar lagi bisa ia ditinggalkan.
Seketika sebuah ide melesat dan mendarat di kepala Utuh Bakencong. Benar, terpikir begitu saja olehnya untuk mencuri adonan bakpao tetangga sebelah rumahnya itu. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, Utuh Bakencong mengendap-endap dan berhasil mencuri adonan yang dibuat acil Binjai.
Baginya hal itu bagian dari pembalasan rasa kesalnya karena sudah dibohongi Acil Binjai soal resep membuat bakpao. Wanita muda yang gemar mengunyah sirih itu memang terkenal juga sebagai pembohong.
Meskipun demikian, Utuh Bakencong akhirnya menyerahkan bakpao yang sudah matang kepada acil Binjai dan menikmati kelezatannya bersama-sama. (MJA)
Saksikan pula film pendek serial ini di video berikut.
Sumber video: kanal YouTube Mahmud Jauhari Ali dan Wartamantra