(Serial Santuy Utuh Bakencon)
Suara mesin kelotok menemani Utuh Bakencong menikmati indahnya Sungai Kuin yang eksotis. Ini perjalanan keduanya. Ya, sebelumnya ia berangkat dari rumahnya menuju dan sampai di Alalak Utara. Nah, setelah ia bicara panjang lebar dengan temannya yang orang Dayak Berangas di daerah tersebut, barulah dirinya naik perahu kelotok ini. Kini harapannya satu, bisa bertemu dengan pak Tajuddin Noor Ganie, temannya dan sekaligus budayawan Banjar terkenal itu.
Sebenarnya kelotok yang ditumpanginya ini tidak berhenti tepat di depan rumah pak Tajuddin. Ia harus berjalan lagi lebih kurang 500 meter dari pelabuhan untuk sampai di rumah temannya tersebut. Sungguh perjalanan yang melelahkan.
Langkah demi langkah terus meninggalkan jejak sejarah dan dirinya sudah berdiri tegap di depan pagar rumah pak Tajuddin. Hatinya gembira karena temannya terlihat sehat di teras depan rumah itu.
"Assalamu'alaikum!' seru Utuh Bakencong.
"Wa 'alaikumussalam!" sahut pak Tajuddin.
"Saya masuk ya?"
"Ya, silakan!"
Perlahan Utuh Bakencong membuka pagar di depannya, lalu berjalan menghampiri sang tuan rumah yang ramah.
"Lama sekali kita tak berjumpa. Bagaimana kabar Bapak?" Utuh Bakencong membuka percakapan kembali.
"Alhamdulillah aku baik. Kamu dari mana?"
"Dari Alalak Utara. Tadi malam ada teman di sana menelepon dan mengajak saya ke rumahnya. Ajakannya saya iyakan dan tadi kami asyik berbincang santai di rumahnya."
Mereka berdua pun terus berbincang ria, termasuk mengenai dunia tulis-menulis. Sesekali mereka juga menikmati seduhan teh hangat dan buah pisang yang segar.
Meski terlihat asyik, tapi sebenarnya hati Utuh Bakencong merasa sedih lantaran temannya ini tidak bisa lagi menulis sastra dan lainnya. Kata budayawan yang juga dikenal sebagai sastrawan nasional ini, penderita struk sepertinya tidak dianjurkan berpikir keras. Saat menulis otak bekerja sangat keras untuk menghasilkan tulisan berkualitas.
Utuh Bakencong berusaha menghibur temannya dengan kata-kata yang mengandung motivasi hidup. Ia tahu betul menulis ibarat jantung bagi temannya itu. Tanpa menulis, sudah pasti kehidupannya akan terasa sangat hampa.
Dan, karena hari sudah siang, rasanya tak elok jika ia tetap berada di sana. Dengan halus, Utuh Bakencong pun pamit menuju rumahnya. (MJA).
Saksikan pula film pendek serial ini di video berikut.
Sumber video: kanal Mahmud Jauhari Ali
0 comments:
Post a Comment