Abu Ma'mur MF (Brebes)
Melankolia Sungai
sejulur sungai di pinggiran dukuh
kecil tempat aku lahir
orang-orang menyebutnya kali pah,
konon sungai itu bertuah
semasa aku masih bocah, pada Jumat
kliwon, kulihat
seorang dukun mengguyurkan sekujur
tubuhnya di sana
entah energi magis macam apa yang ada
dalam anasir airnya
aku hanya rasakan: jernih airnya
memantulkan keriangan dan
suara gemerciknya adalah nyanyian
musim hujan senantiasa setia gemburkan
kenangan
:anak-anak telanjang menikmati tarian
sungai,
sekawanan ikan yang sesekali menyembul
dari
kedalaman lalu jumpalitan di udara –
merindu cahaya
atau sekedar mengabarkan keriangan,
barangkali.
juga bebatuan kecilnya
sayang, peradaban terlampau rakus
menelan segalanya
cabikan cakarnya menyisakan kengerian
paling nyeri
kali pah perlahan sekarat meninggalkan
kenangan berkarat
tiada lagi jernih air ngalir tiada
lagi ikan jumpalitan
dan keriuhan anak-anak, melindap lalu
perlina
sejulur sungai di pinggiran dukuh
kecil tempat aku lahir
kini penaka comberan: genangan limbah,
timbunan sampah
meruapkan aroma kepedihan paling kuyup
mengabarkan memayu hayuning bawono
yang telah redup
kecupan hujan sore ini kembali
gemburkan kenangan
: serpihan riwayat yang mengigil, beku
dalam buku
Puisi
Brebes,
2016
Abu Ma'mur MF, seorang petani puisi, pecinta kopi dan buku.
Puisi-puisi dan tulisannya tersebar di Horison, Suara Merdeka, Wawasan,
Muslimah, Sabili, Perkawinan dan Keluarga, Tren, Kabar Pesisir, dsb.
Sejumlah puisinya juga termuat dalam Bunga Rampai: Mengenang
Piek Ardijanto Soeprijadi (2003), Persetubuhan Kata-kata (Dewan
Kesenian Jawa Tengah, 2009), Ngranggeh Katuranggan (Yayasan Pustaka,
2009), Munajat Sesayat Doa (FLP Riau, 2011), Kosong=Isi: Antologi
Puisi 107 Penyair Indonesia dan Malaysia (Lesbumi, 2012), Balada Asu (Yayasan
Pustaka, 2012), Dialog Taneyan Lanjang (Majelis Sastra Madura, 2013),
Ganti Lakon Sintren Dadi Ratu (Kampung Seni Kota Tegal, 2014), Puisi Menolak Korupsi Jilid 4:
Ensiklopegila Koruptor (Forum Sastra Surakarta, 2015), dan Lumbung Puisi
Sastrawan Indonesia Jilid III (Sibuku Media, Yogyakarta, 2015).
Prestasinya pernah meraih juara I Lomba Menulis Artikel
Buletin Nurani (2003), juara I Lomba Baca Puisi Bahasa Inggris dalam rangka
ultah Kab. Tegal ke 404 (2005), juara I Lomba Menulis Surat Buat Bupati Tegal
(2007), Juara I Festival Baca Puisi Tingkat Provinsi Jawa Tengah (2008)
Sempat aktif di aktif di teater Lare’s Dramatic, Komunitas
Asah Manah, Komunitas Klonengan, dan menjadi pengurus Lesbumi Kab. Tegal. Kini
menjadi Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Kabupaten Brebes. Pos-El: abumamur.mf@gmail.com.
FB: Abu Ma’mur MF (buih_cahaya@yahoo.com).
Nomor Ponsel: 085640123997
Ade Riyan Purnama (Jakarta)
Kesetiaan Muara Sungai
Gemercik air mengelus batu
Menyapa ranting
Menjabat lumpur
Dalam aliran hulu yang senantiasa
mendatangi hilir
Hujan,
Embun,
Mata air
,
limpasan bawah tanah
, salju
Adalah ibu dari perlintasan
tebing-tebing yang akhirnya memeluk laut
Berjalan dan mengalir mengikuti waktu
Melewati berbagai kekotoran dan
kebeningan
Melalui proses tatanan alam
:
Muara sungai yang setia pada laut
Pada takdir yang diberikan pada awan
Yang dipinangkan pada hujan
Dan di amin-kan oleh gunung dan hutan
Ade Riyan Purnama
lahir 29 tahun lalu. Menulis puisi di sela-sela tugas sebagai jurnalis di
Ibukota Jakarta. Puisinya terbit dalam antologi Tanya Dalam Koma dan Selimut
Kecil Kafan Penyair, disamping bisa dinikmati dalam audio visual Salon Sastra Volume 1 sampai 4. Tinggal di Jalan Pluit Dalam RT 009 RW 08
No.2, Kel/Kec: Penjaringan, Jakarta Utara. 14440. Pos-El: aderiyan.purnama87@gmail.com. Facebook: Ade
Riyan Purnama. ponsel: 0877 8258 8833.
Ahmad Dzikron Haikal (Semarang)
Kali
Gede
Di Kali Gede, matahari kemerahan
kilaunya. Sepanjang tepiannya, cahaya lunglai dan berbau basi. Menyisakan
kegelisahan burung-burung yang migrasi. Kicaunya teramat dingin. Membeku di
ujung sinar mentari.
Saat kududuk di ujung sampan, angin
mengancam rambutku. Sesekali kudendangkan syair. Bukan kepada senja, atau pun
mega. Tapi pada bocah-bocah yang mandi di sana.
Kali Gede tak sederas dulu. Arusnya
pergi meninggalkan sunyi. Hari makin surut, kekasih. Rumah-rumah yang kujumpai
di sepanjang kali, pintunya penuh kenangan dan selalu tertutup rapat-rapat.
Lampunya juga telah padam entah sudah berapa lama. Sampah dan sampan menaruh
rahasia, di atas sirip-sirip ikan yang melata.
6 Maret 2016
Ahmad Dzikron Haikal,
penggiat Sastra Malam Jumat dan
Klinik Art. Beralamat di Banyumanik Semarang. Dapat disapa di Pos-El: andhikasoepari@yahoo.com
dan akun Facebooknya oyex yexo xoye peyex
Ahmad Rifani
(Tanah
Bumbu)
Riak Cadas
Berteriak
Kala
kupandang lekukan meliuk-liuk
Bak reptilia melata
Gemericik riak berteriak
Batu-batu cadas terusik
Oleh sentuhan racun sianida
Yang membuat tubuhmu penuh dengan noda
Noda-noda sisa cairan kehidupan
Kulitmu yang dulu transparan
Berubah warna menjadi kuning
Penuh dengan daki-daki kehidupan
Keindahan, kesejukan, kedamian
Yang pernah singgah
Hilang seketika diterjang racun kehidupan
Salah siapa...
Manusia....
Bak reptilia melata
Gemericik riak berteriak
Batu-batu cadas terusik
Oleh sentuhan racun sianida
Yang membuat tubuhmu penuh dengan noda
Noda-noda sisa cairan kehidupan
Kulitmu yang dulu transparan
Berubah warna menjadi kuning
Penuh dengan daki-daki kehidupan
Keindahan, kesejukan, kedamian
Yang pernah singgah
Hilang seketika diterjang racun kehidupan
Salah siapa...
Manusia....
Kampung Baru, 26 Pebruari 2016
Ahmad Rifani lahir di Margasari, 4 Nopember 1986. Pendidikan terakhir S1
Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah FKIP Unlam Banjarmasin dan
sekarang bekerja di SMAN 1 Kusan Hilir. Alamat rumah sekarang Komp. Sepunggur
Raya Indah Blok D1 No. 12 Kusan Hilir, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Akhmad Cahyo Setio (Tanah
Bumbu)
Sungai-Sungaiku
Tinggal Riwayat
Bila
nanti sungai-sungai itu telah mengering
Tak setitik tirta pun
tersisa
Ke mana para ikan-ikan itu
bersua
Ke mana kumpulan katak itu
bercanda
Hanya bebatuan koral yang
menganga dan hampa tiada arti apa-apa
Dulu di sungai itu adalah
surga bermainnya para lundu
Dengan kumis-kumis kecil
lucu
Membuat hati sesiapa pun
tersipu
Saling berkejaran ini
dengan yang itu
Ada pun kodok di tepi
sungai tertawa lucu melihat cengkrama sendau gurau
Aah... aku pun iri pada
kedamaian mereka
Namun semuanya kini
tinggallah cerita di atas kertas
Ikan kecil, lundu-lundu
lucu dengan kumisnya itu, dan kumpulan katak telah pamit tergulung oleh waktu
Pohon-pohon tumbang,
hamparan nan luas berlubang-lubang, bukit tinggi pun gersang, sungai-sungai
kering mengerontang
Tanah tandas tinggal
bebatuan cadas tak berbekas
Isi perutnya semua habis
terkuras
Mesin eksapator terus saja
menyosor
Suara mesin dumping adalah
musik yang paling dibenci oleh para ikan-ikan itu, sebab mengusik ketenangan
dan kedamaian mereka itu
Air mengeruh pekat seperti
berkarat
Napas ikan-ikan kecil
tersekat
Membuat mereka semakin
sekarat
Dan sungai-sungaiku kini
hanyalah tinggal sebuah riwayat
Mantewe,
25/01/2016
Akhmad Cahyo Setio
kelahiran 11 Nopember 1993. Sering dipanggil akrab dengan sebutan Cahyo.
Mengenyam pendidikan di STKIP PGRI Banjarmasin. Ia aktif dalam sebuah sanggar KOMUNITAS
BAGANG SASTRA di kota Tanah Bumbu.
Ia juga pernah menuliskan goresannya dalam buku antologi
puisi TANAH BUMBU, antologi
puisi ASKS XII Martapura Menolak
untuk Menyerah, antologi puisi Mengungkap Tabir Bumi Khatulistiwa,
dan antologi puisi Kabut Asap. Ia tinggal di Desa Rejosari Kec.Mantewe
Kab. Tanah Bumbu Kalimantan Selatan. Nomor ponsel: 085248543011 dan Pos-El: akhmadcahyosetio@gmail.com, Nama Facebook :
Akhmad Cahyo Setio
Akhmad Sekhu (Jakarta)
Sungai Code dalam Bingkai
: catatan mengenang YB Mangunwijaya
Code dalam bingkai persembahan seorang
arsitek
Yang sukses mengangkat citra pemukiman
kumuh
Cintaku, jadi permukiman nyaman penuh
warna-warni
Sebuah persembahan yang tulus jadi
kenangan abadi
Code, Cintaku, kini menjadi sedemikian
asri
Aliran airnya percikan perenungan
memberi inspirasi
Lalu berlanjut sampai perenungan
meluat
Di sini, dunia tak lagi pemandangan fatamorgana
Bila matahari terbit dan cakrawala
menjelang
Code seperti bukan lagi sungai,
Cintaku, arus
Yang kita tempuh, syair yang begitu
deras mengalir
menuju pemahaman hidup kita penuh
kedamaian
Yogyakarta—Jakarta,
2016
Akhmad Sekhu lahir 27 Mei 1971 di Desa Jatibogor, Suradadi, Tegal, Jawa Tengah. Besar
di "Kota Budaya" Yogyakarta, kini hijrah ke "Kota Gelisah"
Jakarta. Menempuh pendidikan di SD Negeri Jatibogor 3, SMP Negeri 2
Kramat, SMA Pancasakti Tegal, LPK Prisma Asri Yogyakarta, Universitas Widya
Mataram,Yogyakarta.
Sewaktu kuliah jadi kontributor rubrik "Suara Mahasiswa" di
Harian Kedaulatan Rakyat Yogyakarta, kemudian lulus kuliah pernah menjadi
kontributor rubrik "Catatan Media" Republika sebagai pengamat masalah
film dan pertelevisian, juga rubrik "Kota Kita" Kompas sebagai
pengamat masalah arsitektur perkotaan. Pernah menjadi Guru Menggambar di
beberapa SD di Jakarta, termasuk SD Besuki 1, Menteng; SD-nya Barack Obama,
kemudian pernah juga menjadi wartawan di Majalah Architecture, Engineering,
Interior INDONESIA DESIGN (1996-1998), dan bekerja sebagai wartawan Majalah
Film MOVIEGOERS dengan media online: www.moviegoersmagazine.com.
Menulis, berupa puisi,
cerpen, novel, esai sastra-budaya, resensi buku, artikel arsitektur-kota,
kupasan film, telaah tentang televisi di berbagai media massa, antara lain:
Majalah Horison, Majalah Tempo, Majalah Gatra, Kompas, Republika, Jawa Post,
Suara Pembaruan, Suara Merdeka, Suara Muhammadiyah, Seputar Indonesia, Bisnis
Indonesia, Jurnal Nasional, Sinar Harapan, Serambi Indonesia, Koran Tempo,
Koran Jakarta, Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Bernas, Yogya Post, Solo Post,
Surabaya Post, Lampung Post, Nova, Aufklarung, Kuntum, Bakti, Annida, Sabili,
Gaul, Ceria Remaja, Story, dll. Juga dapat disimak dalam buku antologi komunal;
Cerita dari Hutan Bakau (Jakarta,
1994), Serayu (Purwokerto, 1995), Fasisme (Yogyakarta, 1996), Mangkubumen (Yogyakarta, 1996), Zamrud Khatulistiwa (Yogyakarta, 1997), Tamansari (Yogyakarta, 1998), Jentera Terkasa (Solo, 1998), Gendewa (Yogyakarta, 1999), Embun Tajalli (Yogyakarta, 2000), Jakarta dalam Puisi Mutakhir (Jakarta,
2001), Nyanyian Integrasi Bangsa
(Jakarta, 2001), Malam Bulan
(Jakarta, 2002), Nuansa Tatawarna Batin
(Jakarta, 2002), Aceh dalam Puisi
(Jakarta, 2003), Bisikan Kata Teriakan
Kota (Jakarta, 2003), Maha Duka Aceh (Jakarta,
2005), Bumi Ini adalah Kita Jua (Jakarta,
2005), Komunitas Sastra Indonesia: Sebuah
Perjalanan (Tangerang, 2008), Antologi Seratus Puisi Bangkitlah Raga Negeriku! Bangkitlah Jiwa Bangsaku! (Seratus Tahun
Budi Utomo 1908-2008, diterbitkan Departemen Komunikasi dan Informatika RI,
Jakarta, 2008), Murai dan Orang Gila (Jakarta,
2010), Antologi Puisi dan Cerpen Festival Bulan
Purnama Majapahit (Mojokerto, 2010), Kabupaten
Tegal; Mimpi, Perspektif, dan Harapan (Tegal, 2010), Antologi Puisi Penulis
Lepas (Jakarta, 2011), Negeri Cincin Api
(Jakarta, 2011), Equator (antologi 3
bahasa; Indonesia, Inggris, Jerman, setebal 1230 halaman, Yogyakarta,2011),
Antologi Puisi Religi "Kosong = Ada"
(Tegal, 2012), ENSIKLOPEDI GUBERNUR
JAKARTA dari Masa ke Masa (manuskrip, Depok, 2013), Buku cerita anak-anak Hantu Siul dan 14 Cerita Keren Lainnya
(Jakarta, 2014), Memo untuk Presiden
(Solo, 2014), Antologi Puisi 100 Penyair Indonesia – Malaysia Syair Persahabatan Dua Negara
(Yogyakarta, 2015).
Merespon fenomena jagat internet dunia maya yang membudaya di masyarakat,
tahun 2014 karya-karyanya berjudul Maha
Cinta, Jus Cinta Campur Cemburu, Lima Menit Bersama Suzanna dan Burung Kertas diterbitkan dalam bentuk
e-book oleh aksara maya, jika ingin menyimak ceritanya silakan klik http://moco.co.id.
Catatan tentang kesastrawanannya masuk dalam Bibliografi Sastra Indonesia (2000), Leksikon Susastra Indonesia (2001), Buku Pintar Sastra Indonesia (2001), Leksikon Sastra Jakarta (2003), Ensiklopedi Sastra Indonesia (2004), Gerbong Sastrawan Tegal, dll.
Catatan tentang kesastrawanannya masuk dalam Bibliografi Sastra Indonesia (2000), Leksikon Susastra Indonesia (2001), Buku Pintar Sastra Indonesia (2001), Leksikon Sastra Jakarta (2003), Ensiklopedi Sastra Indonesia (2004), Gerbong Sastrawan Tegal, dll.
Karya-karyanya dijadikan bahan penelitian dan skripsi tingkat sarjana,
seperti di antaranya skripsi "Deskripsi Mitos Pulung Gantung Dalam Novel
Jejak Gelisah Karya Akhmad Sekhu" (Retno Octavianny, Fakultas Sastra,
Universitas Sumatra Utara), skripsi "Budaya Jawa dalam Novel Jejak Gelisah
karya Akhmad Sekhu" (Faizia, Universitas Negeri Semarang), skripsi
"Aspek Psikologi dalam Novel Jejak Gelisah Akhmad Sekhu serta Implikasinya
bagi Pembelajaran Sastra di SMA" (Artika Anjayani, Pendidikan Bahasa
Indonesia dan Daerah, Universitas Pancasakti Tegal), "Kajian Sosiologi
Sastra pada Novel Jejak Gelisah karya Akhmad Sekhu dan Implikasinya bagi
Pembelajaran Sastra di SMA" (Aris Sutrimo, Pendidikan Bahasa Indonesia dan
Daerah, Universitas Pancasakti Tegal), "Nilai-nilai Religius dalam cerpen
'Lelaki Tua yang Lekat di Dinding Masjid' Karya Akhmad Sekhu" (Zainal
Arifin, Prodi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidiian).
Buku antologi puisi tunggalnya; Penyeberangan
ke Masa Depan (1997, Pengantar: Piek Ardijanto Suprijadi), Cakrawala
Menjelang (2000, pengantar DR. Faruk HT, Prof. DR. Suminto A. Sayuti, Prof. DR.
Rachmat Djoko Pradopo, dan Sambutan Sri Sultan Hamengkubuwono X), sedangkan
novelnya: Jejak Gelisah (2005)
diterbitkan Penerbit Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo, Gramedia Group),
dan Dibuai Dimanjakan Kenangan (2005)
dimuat cerita bersambung di Harian Sinar Harapan.
Memenangkan Lomba Cipta Puisi Perguruan Tinggi se-Yogyakarta (1999),
Penulis Terbaik "Suara Mahasiswa" di Harian Kedaulatan Rakyat
Yogyakarta (1999), Pemenang Lomba Mengarang Pahlawan Nasional Mohammad Husni
Thamrin di Jakarta (2004), Pemenang Favorit Lomba iB Kompasiana Blogging Day
(2010), Pemenang Media Writing Competition Review Film “Laura & Marsha”
(2013), Pemenang Cerpen Festival Fiksi Anak (2013).
Mantan Ketua Kelompok Sastra Mangkubumen (Teater Dokumen) Universitas
Widya Mataram Yogyakarta, pernah aktif di Komunitas Study Sastra Yogyakarta
(KKSY), Himpunan Sastrawan Muda Indonesia (Hismi), Masyarakat Sastra Jakarta
(MSJ), Sanggar Teater Populer di Padepokan Seni Drama dan Film Teguh Karya,
Sanggar Mentaya Estetika Gelanggang Remaja Planet Senen, mejabudaya PDS HB
Jassin TIM, Komunitas Planet Senen (KoPS), Komunitas Penulis Tegal, Komunitas Penulis
Pancoran, Yayasan Biografi Indonesia, Akademi Kebangsaan, Ikatan Keluarga Besar
Tegal (IKBT) Bahari Ayu Jakarta, Paguyuban Jatibogor Bersatu, Komunitas Penulis
Skenario dan Sutradara Indonesia (KPSSI), anggota PWI (Persatuan Wartawan
Indonesia) DKI Jakarta.
Akhmad Zailani (Samarinda)
Sungai Kami yang Mengalir
di Kepalaku
memikirkan
sungai, kepalaku penuh kenangan
mengingat
kenangan-kenangan manis yang mengalir di kepala, menusuk-nusuk pikiran dan
membuat sesak dada. mengingat kenangan
berarti kembali ke cerita derita
sungai
kami, Mahakam tak lagi seperti dulu.
apalagi anak-anaknya. tubuh
anaknya, Karang Mumus kotor dan berbau.
sekelompok manusia kotor dan berbau dengan hasil onaninya telah memperkosa
Mahakam dan Karang Mumus. dengan sedih aku sampaikan; perkosaan itu
dilakukan terus-menerus entah kapan berhenti
Itulah
kenangan deritanya. tak ada lagi canda anak-anak manusia yang berenang, terjun
dari atas jembatan, hanyut mengikuti arus air, dengan berpegangan pada batang kayu,
yang membawa kabar tentang pembabatan hutan di hulu. Tak ada lagi anak-anak manusia yang menyusu
di tubuhnya. air di tubuh Mahakam dan
juga anaknya, Karang Mumus sudah mati.
kenangan musim banyu bangai * yang
datang, membuat kami berebutan menangkap ikan-ikan sekarat yang hanyut, sudah hilang
Mahakam, anaknya Karang Mumus dan anak-anaknya yang
lain memang masih ada. namun tubuhnya kian hari kian sekarat dan diujung-ujung bagian tubuhnya sudah
dikubur
mengingat
kenangan sungai, berarti kembali ke cerita derita, yang mengalir berkelok-kelok
di kepalaku. tentang tangisan pesut yang
menangisi tangisan sungai yang menangisi tangisan hutan yang dibabat yang
menangisi bumi yang berlubang-lubang. Ikan yang menyeret-nyeret gelombang tak
hanya mengabarkan tentang hutan yang perlahan habis dibabat, tapi kini cerita
derita tentang tanah-tanah dengan
lubang-lubang besar, dan limbah batu baranya yang membuat pesut mati dan
jumlahnya terus berkurang. kenangan memang masih manis. puisi masih enak
dihirup, dengan pandangan mata bila berdiri di sisinya. bibir yang dipoles
indah, hanyalah untuk menutupi penyakit dalam kronis yang diderita
rinduku
pada pada sungai, dengan kenangan-kenangan manis yang mengalir di kepala, kini menusuk-nusuk pikiran, dan membuat sesak
dadaku
sungguh
sungaiku sedang sekarat dan hingga kini secara terus menerus masih diperkosa.
memikirkan sungai, dengan duduk di
sisinya berarti mengingat kenangan dan kembali ke cerita derita. Tentang cerita
derita sungai kami, dalam kamar pikiran di kepalaku, yang menusuk-nusuk dan
membuat sesak dada.
Tepian Mahakam, 7 Pebruari 2016
Keterangan.
*banyu bangai = pada saat banyu bangai, ditemukan banyak ikan-ikan yang mati mendadak. Banyu bangai disebabkan oleh perubahan
temperatur air yang drastis, yang diakibatkan oleh kemarau yang cukup lama dan
dilanjutkan dengan hujan lebat yang cukup lama.
Akhmad Zailani,
alumnus Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman Samarinda. Lelaki yang akrab dengan Sungai Mahakam dan
Sungai Karang Mumus Samarinda ini menulis puisi sejak SD. Puisinya pernah
dimuat di Majalah Anak Bobo dan
Majalah Anak Kuncung. Ketika remaja, cerpennya juara pertama lomba Mengarang
Cerita Daerah yang diselenggarakan Dharma Wanita Kaltim ini pernah dimuat di
Majalah Remaja HAI dan Majalah Anita Cemerlang. Sambil kuliah bekerja sebagai koresponden Majalah FAKTA Surabaya. Setelah itu,
sempat berpindah-pindah sebagai wartawan hingga redaktur pelaksana di koran
harian lokal di Samarinda, di antaranya Surat Kabar Harian (SKH) Suara
Kaltim, SKH Poskota Kaltim, SKH Matahari Kaltim.
Setelah itu sempat membuat media (tabloid dan majalah)
sendiri dan menjadi pemimpin umum/pemimpin Redaksi. Di antaranya Tabloid Habar Samarinda, yang sempat bekerja
sama dengan Pemkot Samarinda sebagai koran sosialisasi informasi
pembangunan. Tabloid Info, kerjasama dengan Dinas Pendapatan
Daerah Kota Samarinda, serta Majalah Umum METRO,
Tabloid Keagamaan Qalam dan Tabloid Qolbu dan banyak media cetak
lainnya.
Selain aktif dengan koran sendiri, juga sempat membantu menerbitkan lahirnya
Koran Sentawar Post (Koran Kabupaten Kutai Barat) yang didirikan Korrie Layun
Rampan (alm), yang saat edisi awalnya dicetak di percetakan Suara Kaltim,
Samarinda. Puisi dan cerpennya, selain pernah dimuat di media lokal, juga
pernah dimuat di Koran Harian Utusan
Borneo, Sabah Malaysia. Selain
menulis puisi, cerpen, cerita bersambung, esai,
juara pertama lomba Menulis
Resensi Buku yang diselenggarakan perpustakaan Kaltim ini juga menulis buku. Di
antaranya, buku sejarah berjudul; Wajah
Parlemen Samarinda. Tulisan
perjalanannya bersama wartawan lokal dan nasional yang mengikuti kunjungan
Gubernur Kaltim, juga dijadikan judul
buku “Gubernur Datang, Bawa Uang Nggak?”
Cerpen dan puisinya terhimpun dalam beberapa antologi,
termasuk di trilogi buku kritik sastra, yang diterbitkan Sastra Welang Pustaka,
Bali; yaitu antologi puisi Negeri
Sembilan Matahari, antologi puisi Langit Terbakar Saat Anak-anak Itu Lapar,
dan antologi cerpen Semangkuk Nasi dan Presiden.
Juga tulisan jurnalistik Ketua Umum Ormas Forum Kepedulian Kota
(Forkkot) Kaltim yang berjudul, Mengungkap
Bisnis Sampingan ABRI (1998) termasuk tulisan terbaik menurut penilaian National Democratic Institute (NDI).
Al-Fian Dippahatang (Makassar)
Cenranae
Kisah
yang tak mungkin berulang,
mengingat
waktu terus menghantam usia.
Kau
tak pernah malu, selalu begitu
setiap
kau memintaku ikut mandi-mandi di Sungai Cenranae.
Sepertinya,
sudah putus urat malumu.
Masa
kanak-kanak di desa selalu terbuka
dan
tak mengenal rahasia.
Kendati
kau adalah lelaki.
Kau
tak pernah merasa tertampar
jika
aku melihat keseluruhan lekuk tubuhmu.
Kau
tetap riang dan memang kau anak periang,
selalu
membuatku betah berteman denganmu.
Tanpa
malu-malu, kau melepas seluruh pakaianmu.
Tetapi,
dasar, naluri berahi anak-anak tak sekejam orang dewasa.
Kau
selalu duluan meloncat ke dalam sungai,
selalu
duluan, selalu begitu.
Tak
ingin perempuan melombaimu.
Ketika
sekujur tubuhmu basah
dan
selesai sekali menyelam pada wajah kepuasanmu.
Barulah
kau meneriakiku.
Meski,
waktu itu kupikir terlalu berlebihan.
Cukup
dengan bersuara rendah saja,
aku
bisa mendengar ajakanmu.
Jarak,
antara kau dan aku begitu dekat.
Lekat
kuingat selalu.
Kebersamaan
menjadi alasan terdepan.
Aku
dan kau sepakat merenangi
sungai
perasaan dalam ikrar, menghindari ingkar.
Kini,
uban bertumbuh banyak di kepalaku.
Sedang,
tak lagi kudengar keluhanmu yang resah itu,
setidaknya,
kau bilang seperti ini:
“Sayang,
jika urusanmu di dapur sudah tuntas.
Ke
sini, aku capek menggaruk kepala,
sepertinya
ada satu uban lagi yang tumbuh di kepalaku.”
Tetapi,
aku malas untuk mencabutnya.
Sebab,
ubanmu tetap ingin kubiarkan tumbuh.
Kubiarkan
menandai ikrar kita.
Sisir
kutu yang juga sering kupakai
menyisir
rambutku, menjadi saksi
cintaku
dan cintamu berloncatan
sampai
hidupmu memutuskan berlabuh di hidupku.
Di
sinilah aku berdiri, di tepi Sungai Cenranae,
tempat
kau berpuluh tahun lalu berdiri, meloncat,
di
dekatnya juga ada pohon yang biasa kaupanjati,
jika
kau ingin meloncat dari ketinggian lagi.
Setelahnya,
kau suka mendengar pujian dariku,
kau
hebat.
Selepas
mengunjungi makammu.
Di
sinilah aku berdiri, di tepi Sungai Cenranae,
selalu
mengenang kenangan.
Catatan:
Sungai Cenranae terletak di Kabupaten
Bone, Sulawesi Selatan.
Al-Fian Dippahatang
lahir di Bulukumba. Kuliah di Jurusan Sastra Indonesia Universitas Hasanuddin
angkatan 2014. Sehari-hari belajar sastra di Komunitas Lego-Lego, Komunitas
Lamaruddani, Malam Puisi Makassar, dan Pembatas Buku. Mengikuti Workshop Cerpen
Kompas di Makassar International Writers Festival 2015.
Juara 1 Lomba Menulis Cerpen Nasional Gebyar Bahasa dan
Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia Bandung (GBSI UPI) 2015,
Finalis 1 Lomba Menulis Cerpen Nasional oleh Rumah Baca HOS Tjokroaminoto Bekasi
2015, Juara 2 Lomba Menulis Cerpen Nasional LASFIC (Ling Art Science Fiction)
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang 2015, Juara 1 Lomba Cipta
Puisi Tingkat Mahasiswa Se-Sulawesi di Biology
Open Day 2015 HIMABIO FMIPA UNM, Juara 1 Lomba Menulis Cerpen Se-Sulawesi
Selatan pada Festival Tradisi Seni dan Sastra FKIP HMJ Pendidikan Bahasa
Indonesia Universitas Muhammadiyah Makassar 2014, Juara 2 Lomba Cipta Puisi
HIMAPEM FISIP Unhas tahun 2015, Pembaca Puisi Terbaik pada Pekan Seni Mahasiswa
Unhas tahun 2014 dan 2015, Juara 2 Lomba Cipta dan Baca Puisi Festival Musik
dan Sastra SKETSA HMJ PGSD FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar tahun 2014,
Penyair Terpilih dalam Antologi Gelombang
Puisi Maritim Dewan Kesenian Banten tahun 2016, Nominator Lomba Menulis
Cerpen Remaja Nasional Writing Revolution Yogyakarta tahun 2016.
Tulisannya termuat dalam Antologi Cerpen Pemenang (Ground
Zero, 2014), (Kisaeng, 2014), Antologi Puisi Pemenang (Jejak Sajak di Mahakam,
2013), (Kitab Cinta Kota Batik Dunia, 2014), (Negeri Laut: Dari Negeri Poci 6,
2015). Menulis puisi, cerpen, dan esai di koran. Twitter: @pentilmerah. Alamat:
Jalan Damai Kampus Tamalanrea Unhas (Indekos: Pondok Hasil cengkeh) Makassar,
Sulawesi Selatan.
1 comments:
halo kak, saya pemilik puisi Akhmad Cahyo Setio. tolong kak biodatanya kaka edit. tolong hapus nomor telpon dan nama komunitas. saya tidak ingin mempublikasikan. terimakasih.
Post a Comment