Alhendra Dy. (Jambi)
Kembalikan Batang Merangin Kami
Muram wajah anak cucu bias di permukaan sungai
Tatapan pedih anak negeri geram
Warnanya keruh kumuh
Wajahnya layu lusuh
Pencari ikan murung
Pulang menggigit kecewa
Tak membawa apa pun juga
Kecuali kesal dan sumpah serapah
Di tepi hari bocah dusun melamun
Takut berenang ludah pun tertelan
Merindu cipratan air bermain sampan
Yang lama sudah mereka tambatkan
Batang Merangin dan TPA sama saja
Mirip comberan pembuangan limbah Muara sampah PETI petaka
Lubuk limbah kimia bencana
Pengusaha lapar makan serakah
Penguasa berebut tulang sisa
Pengusaha jadi dalang
Penguasa jadi anjing
Berpesta lantas berak di atas hidup kami
Air Merangin keruh
Sekeruh sisa hari dan harapan
Air Merangin kotor
Kotorkan cita buyarkan lamunan
Air Merangin sampah
Tempat tuan serakah hancurkan mimpi
Wajah anak cucu tergambar di permukaan sungai
Memeluk pelampung dari ban bekas
Menambat biduk menggantung dayung
Hanya sibuk menghitung sampah
Menangguk ikan-ikan mati
Dunia kami di rampas
Kebahagiaan kami di peras
Masa depan kami kandas
Manusia atau binatangkah tuan,
Tolong kembalikan Batang Merangin kami!
RKM
216
Alhendra Dy. Lahir di Jambi 46 tahun silam. Menulis
dan melukis ditekuninya sejak tahun
80-an hingga sekarang. Turut mendirikan teater Bohemian ’89 (arisan Acep
Syahril dan Iif Renta Kersa) di bawah pimpinan Ari Setya Ardi (Alm). Selain
sebagai jurnalis berbagai media mainstream dan digital, juga membangun
sekaligus pemimpin di Rumah Kreativ Merangin (RKM). Karya-karyanya tersebar di
berbagai media dan sejumlah antologi, baik tunggal, maupun bersama. Sekarang
berdomisili di Jalan Lintas Tebo, Bungo Km.3, Tebing Tinggi, Kabupaten
Tebo, Provinsi Jambi.
Aloeth Pathi (Pati)
Sungai Kampung Lereng Muria
Sungaiku adalah surga kecilku
Dulu gemercik air disela bebatuan
Pinggiran pematang tumbuh subur
Tanaman temulawak, kapulaga, jahe,
lengkuas, kunyit,
Gerumbul hijau berlumut di celah
tebing
Burung-burung merdu berkicau menyambut
pagi
Keasrian alam pedesaan memberi ketenangan
jiwa
Sungai jernih Pegunungan Muria
Mengalir sampai ke lautan Jawa
Bilik bongkahan batu tertata rapi
menjadi tampungan air tempat mandi
warga
Pohon beringin tua besar berdiri dekat
jembatan bambu
Menjadi pengikat bebatuan agar tak
longsor
Sungaiku adalah kerinduanku pada masa
kecil
Bermain kecipak air di sela-sela kaki
Mencari ikan-ikan kecil
Mencari madu sarang tawon di pohon
randu pinggir sungai
Membuat kapal dari pelapah kulit biji
kapuk
Menjadi petualangan mengasyikan di
kampung
Kini sungaiku tergerus zaman
Atas nama pembangunan merubah semuanya
Alat-alat berat menambang bebatuan
Menghancurkan pondasi sungai
Atas nama perluasan pertanian
Pohon-pohon ditebang
Hutan gundul
Suhu udara menjadi panas
Atas nama kemajuan industrialisasi
Sungaiku terkena limbah pabrik
mengalir putih seperti nanah
Sampah plastik menimbun
Ikan-ikan lenyap
Bau busuk menyengat hidung
Ada duka pada batang sungaiku
Terkubur menjadi riwayat pilu masa
lalu
Sekarjalak,
1 maret 2016
Aloeth Pathi
lahir di Pati, Jawa Tengah. Karyanya dimuat Mata
Media, antologi puisi bersama Puisi
Menolak Korupsi 2 (Forum Sastra
Surakarta, 2013), Dari Dam Sengon ke Jembatan Panengel (Dewan Kesenian Kudus
dan Forum Sastra Surakarta, 2013), Lumbung Puisi Sastrawan 2014, kelola Buletin Gandrung Sastra Media & Perahu Sastra. Tinggal di Jalan Ronggo
Kusumo 204, Sekarjalak, Margoyoso, Pati. Facebook: Aloeth Pathi II, Pos-El:
margoyoso-cah@yahoo.com. No Ponsel: 085225149959
Andi Jamaluddin, AR. AK. (Tanah Bumbu)
Mendayung
Sungai
hanyutlah ilung di kesendirian arus membawa sedihnya
mencari ranting muara sungai
: ia tak bersayap
jukung-jukung menepikan tebing, menggigil pepohonan
rambai
sebab hulu menjadi sungai pula
berpuluh anak; dan burung-burung
kehilangan dangau
sungai-sungai terus saja mendayung
luka!
hutan yang terkapar hanya duduk
berselingkuh
sementara rawa mengalirkan cokelatnya
mendayung sungai pada lekuk peradaban
galah,
sapat, papuyu, haruan, biawan, tauman, kihung, saluang;
termangu menghitung napas satu-satu
dalam lukah yang terbelah
dan sungai menjadi meradang
dalam liang pedalaman
ilung mendayung sungai tak lagi berair rasa
semata hanyut membawa luka
mencari muara
Pagatan,
27/01.16 #14.02#
Catatan
:
-
Ilung = enceng gongok
-
Jukung = perahu/sampan kecil
-
Galah, sapat, papuyu, haruan, biawan,
tauman, kihung, saluang
= jenis-jenis ikan sungai/rawa
Andi Jamaluddin, AR. AK.
lahir 14 Februari dan bertempat tinggal di Pagatan Kabupaten Tanah Bumbu
sebagai tanah kelahirannya. Mulai aktif menulis sejak awal 80-an, terutama
puisi dan cerpen. Juga aktif di berbagai forum sastra, khususnya di Kalimantan
Selatan. Berkali-kali menjadi pemenang sayembara penulisan naskah buku yang
diselenggarakan Pusat Perbukuan Nasional, baik di tingkat provinsi maupun
nasional.
Kumpulan puisi tunggal maupun antologi bersama adalah Kehidupan, Domino, Matahariku, Pidato Seekor
Kakap, Zikzai, Wasi, Seribu Sungai Paris Barantai, Tarian Cahaya di Bumi
Sanggam, Konser Kecemasan, Tragedi Buah Manggis, Sungai Kenangan, Bentara
Bagang, Tadarus Rembulan, Bait-Bait 7 Februari (Editor), Mappanretasi di Radio dalam Lingkar Lilin
Kecil (Kumpulan Cerpen : Editor),
Sepucuk Surat dari Temanku (Kumpulan Cerpen : Editor), Memo untuk Presiden, Siluet Rumah Laut, Tentang Kota yang Menjaga Takbir dalam Degup Dada, Membuka Cakrawala Menyentuh Fitrah Manusia,
Ada Malam Bertabur Bintang, Pada
Batas Tualang, Tarian Burung-Burung Laut, Elegi Rindu Senja di Rumah-Rumah
Bagang, Memo untuk Wakil Rakyat, Kalimantan Selatan Menolak untuk Menyerah,
Kilau Zamrud Khatulistiwa dan Jalan Mulai Terang yang merupakan salah
buku pemenang ke-2 Sayembara Penulisan Naskah Tingkat Nasional tahun 2000 dan
telah diterbitkan oleh Analisa Jogjakara.
Pada lomba cipta puisi ASKS X terpilih sebagai pemenang
Harapan 1 dan puisi “Tadarus Duka di
Pelaminan Gaza” (dalam antologi Tentang Kota yang Menjaga Takbir dalam
Degup Dada) terpilih Juara Terbaik II pada lomba cipta puisi Bebaskan Palestina
yang dilaksanakan oleh FAM tahun 2014 lalu. Puisinya yang berjudul “Indonesiaku
Menuju Perubahan” menjadi materi wajib Lomba Dramatisasi Puisi di Padang
(Sumatera Barat). Menerima hadiah seni dari Gubernur Kalsel bidang sastra Tahun
2012. Sekarang tinggal di Jalan Karya II RT.03 Desa Batuah Kec. Kusan Hilir,
Pagatan, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel.
Andrian Eksa
(Boyolali)
Membaca Sungai
Kubaca tubuhmu yang alir
dari hulu ke hilir, ikhlas
sebagaimana mestinya takdir
menuju muara akhir.
Kubaca kau, sungai
rumah bagi lumut dan batu-batu
yang kadang terabai.
Dan terus kubaca kau, sungai
selama alirmu tak usai.
Jogja, 2016
Andrian Eksa lahir di Boyolali, 15 Desember 1995. Mahasiswa Bahasa dan Sastra
Indonesia, FBS, UNY. Beberapa karyanya termuat di Jurnal Kreativa, Majalah
Pewara Dinamika, Buletin Mimesis,
dan antologi bersama, seperti, Sang Peneroka
(Penerbit Gambang, 2014), Jaket Kuning
Sukirnanto (Eugine Learning Center untuk PDS HB Jassin, 2014), Memo
untuk Presiden (Forum Sastra Surakarta, 2014), Kalimantan: Rinduku yang Abadi (Disbudparpora Kota Banjarbaru
bekerjasama dengan Dewan Kesenian Banjarbaru, 2015), dan Buku Nasib (Penerbit
Gambang, 2015). Saat ini aktif di Sanggar Kesenian Kolaborasi (SANGKALA), FBS, UNY. Tinggal di Tegalsari Rt.02/ Rw.12, Tumang,
Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah (Kode Pos: 57362). Dapat dihubungi di
andrizian78@gmail.com.
Andy Moe (Bangkalan)
Sungai Jerujuk
di lipat keriputmu dulu. aku mengalir
sebagai kanak
kapal gabus yang terikat. dengan layar
kantong
plastik dijelujur lidi
lidi nasib. ungu. legam. seperti buah
juwet.
jatuh membuat noda di kaos oblong
masa depan. aku berenang bersama
ganggang
dan kotoran dari anus pabrik.
di bruk dadamu. aku lumut
hijau sisa botol kunang-kunang.
dilempar.
diserampangkan. jalanmu yang kecil
kini
kerapkali rindu memeluk ibu. dengan
restu
berdiri di runcing celuritku. sendiri.
sebagai lelaki.
Andy Moe lahir
di Bangkalan, Madura 1983. Kini, berdomisili di Ponkesdes (Bidan Mangkon) Desa
Mangkon, Arosbaya, Bangkalan, Madura.
Karyanya
berupa Cerpen dan Puisi dimuat di koran lokal dan nasional. Antologinya, yakni Mata yang Bercerita (antologi bersama event Nasional Rumah Kayu
Indonesia, 2015) Dari Kaboa hingga Karto
Lamus (antologi puisi bersama ASASUPI, 2014), dan Rampak Naong (antologi puisi bersama penyair Bangkalan) Gerilya
Sastra, Dewan Kesenian Jawa Timur, 2015.
Penulis
bisa dihubungi melalui Pos-El: moe.andy@ymail.com/andymoe47@gmail.com,
No. ponsel: 085731545437, atau
facebook: Andy Moe.
Ani Hidayatul Munawaroh (Ponorogo)
Tameng Muara
Cekungan batu mengabarkanku
Dalam lekukannya yang nyata
Sungguh deras arus sungai pagi itu
Memesona hati bercumbu waktu
Di antara tameng yang akan kubuat
nanti
Terdengar, deru napasku mulai meragu
Mengajakku, menggambar siluet maya di
atasnya
Di bawah raja siang dan rembulan
Serta sampah nakal yang akan kaubawa
Ke arah mana muara ini?
Mengekor sudah irama sunyi pagi ini
Melintas nyaman bersama pencari ikan
Undakan muara suatu saat nanti
Ani Hidayatul Munawaroh.
Biasa dipanggil Ani. Gadis ini lahir di Kota Ponorogo, 9 Agustus 1998. Bisa
dibilang ia adalah cerpenis. Namun lebih
suka mengambil seting di luar Indonesia. Ia lebih memilih mencari tempat unik
yang akan ia temukan dalam ceritanya nanti.
Ariadi Rasidi
(Temanggung)
Nyanyian
Sungai
Berawal
dari kaki gunung rimba perawan
melewati
kelokan demi kelokan
sungaiku
mengalir
meliuk-liuk
dari hulu ke hilir
Batang-batang
padi senang
ikan-ikan
menari-menari riang
bersama
dendang air sungai yang datang
harapan
petani jadi mengawang-awang
Gemercik
air melahirkan simfoni
terus
mengalir menderas menuju samudera biru
sesekali
menerpa batu-batu
memberi
berkah makhluk Ilahi.
Temanggung, 2016
Ariadi Rasidi
lahir di Purwokerto pada tanggal 15 April 1959.
Menulis puisi sejak tahun 1980-an. Puisi-puisinya terdokumentasi di
beberapa antologi puisi bersama di antaranya, Menoreh 2 (1995),
Menoreh 3 (1996), Progo 1, Tangan-tangan Tengadah (2015), Progo
2 (2008), JenteraTerkesa (1993 ), Progo
3 (2015), antologi puisi penyair Jawa
Tengah (2011), Antologi Puisi Tifa
Nusantara 2 (2015), dll.
Tahun
2015 mendirikan komunitas Sastra bernama KSS3G (Keluarga Studi Sastra
Temanggung). Bertempat tinggal di Dusun Kampung RT 01/RW 1 Desa/Kec. Kaloran,
Temanggung, 56282. Pos-El: ardiras53@gmail.com.
Nomor ponsel: 081329979188.
Arief Rahman
Heriansyah (Banjarmasin)
Sang Kuning
yang menjabat tangan
pembuat etalase berkaca pribumi
saat kapal-kapal kecil
mengibaskan ombak serunai ke tepi saga
langit merah yang berkaca
dan berteriak pasti
“Lihatlah, senja telah
menyapa!”
dialah sang kuning
yang berbisik akan
kehampaan beringas kaki langit
kotoran dan limbah yang
bersangatan sengit
di ufuk nadir
berbelasungkawa bila mana
relung lazuardi hakikat
tak berbendung nyata
adanya sahutan penghunimu
yang telah berlalu sampai
perginya ruh para Datu
kerangkanya memantulkan
celotehan risau
perantara pengabdi dan
pembudidaya aksara
mereka berdendang ria
Banua dalam harapan kecil
berbanding seribu noktah
catatan itu masih mencerna
khayal
menanak nasi tumpuan
celoteh bergerilya
di sisi rumah-rumah
lanting tidak bertonggak
kita adalah sampan yang
berlabuh tanpa dermaga
ilusi tak berkesudahan
tentang seribu sungai yang
mendesah gamang
kuning kulitnya, tenang,
dan bercahaya
namun itu hanya lah dulu
kini sang kuning suram
dihantam peradaban
meniti buih sekar padi
impian
gemulai melayu baksa
kembang
jaga tangan aneka ragam
hayati
tanah dan sungai-sungai
kami
menghantam pasir
putih berkoar
melelang buaian hakikat
terpatri
lumpur itu larut dalam
keharibaan
duhai
tanggul itu retak
mengusik tidurnya pohon
Kariwaya
sungaiku adalah
tubuh-tubuh kecil yang selalu minta perdongengkan sajak cakrawala
sungaiku adalah sebuah
kisah yang menjadi saksi sapaan orang-orang pribumi
sungaiku adalah jurang
tanpa dasar di lubuk hati Ibu Pertiwi
sungaiku adalah
malang-melintang saat ufuk timur membelah angkasa
sungaiku adalah rona abadi
berlukiskan kelabu tanpa syarat membelah putaran roda
sungaiku adalah tonggak
kokoh yang akhirnya roboh dalam penistaan kapak bernoda
sungaiku adalah cerutu
tembakau sampai ia bisa membiusmu dengan racun alam
dan sungaiku adalah yang
meninabobokan elang-elang berkuncir dan akhirnya,
tertidurlah ia dalam
sejarah tanpa arti
ada seorang nenek tua,
mengguyuri ombak menyulam
aksara
tudung raksasa bundar
melingkar pudar
selendang biru
mendayu-dayu
sulaman lampit, rotan,
jangkar pucuk katu
tangan layumu, menyanggar
Banua..
antara sungai yang kau
ikat dengan rencana
o
andai dia masih seorang gadis..
yang memegang kali pusaran
tragis
oi
ada jukung tergeletak di hamparan
pelabuhan
mengayuh bahtera yang
telah lama menjadi lapuk
dan serumpun capung
sabamban menjadi saksi
tidak ada lagi nyanyian
tirik
manakala tarian dadap
disanggulkan
bumi leluhur kita, di
tangan nenek tua
tak ada lagi pemuda yang
bisa menggenggam Banua
dengan nyata
kini sang kuning menangis
terisak akan tubuhnya yang
tak pernah henti terkikis
andai tanah bisa membaca
tarian ombak terjal meringis
sungaiku tetaplah sungaiku
walau pahit menjalang
sembilu
sejatinya ia adalah
candu dalam mimpi sang
benalu
dalam genggaman sebait doa
gemericik lirih Datu
berucap gerai air mata
tabur karomah beras kuning bunga rampai
tancap bambu ranting kayuh baimbai
bila mana purnama menjadi
janur harapan
akan kupetik dawai panting
berpagar rembulan
berbuih kasturi merah
jagad raya
Banua kan kita bangun jua
Banjarmasin,
25 Februari 2016
Keterangan:
Jukung :
Perahu masyarakat Suku Banjar
Karomah
:
Mengambil berkah
Kayuh Baimbai : Selogan adat Banjar yang berarti
bekerja membangun bersama
Arief Rahman Heriansyah, pemuda
kelahiran Amuntai 14 Juni 1992 ini adalah putera pertama dari pasangan H.
Heriansyah dan Hj. Noor Thaibah. Setelah menamatkan studi belajarnya selama
tujuh tahun di Pon-Pes Al Falah Putera Banjarbaru, Kalsel ia melanjutkan
pendidikan S1 di IAIN Antasari Banjarmasin. Sejak kecil Arief bercita-cita
ingin menjadi Psikolog.
Selama berkuliah aktif di lembaga/organisasi kemahasiswaan
seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Banjarmasin, UKM Sanggar Bahana
Antasari sebagai ketua umum periode 2014-2015 dan BEM/Dema (Dewan Eksekutif
Mahasiswa) sebagai ketua umum/presiden mahasiswa periode 2015-2016, Forum BEM
PTAI Prov. Kalsel sebagai ketua koordinator wilayah, Forum Lingkar Pena Cabang
Banjarmasin sebagai anggota, dan lain-lain.
Pernah menorehkan prestasi diantaranya: Nanang Banjar (Duta
Wisata HSU) 2012, Finalis 8 besar Duta Mahasiswa Prov. Kalsel tahun 2013,
Finalis Nanang-Galuh Kalimantan Selatan 2013, Juara III Mahasiswa Teladan
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Antasari 2013, Juara II Lomba Cipta Puisi
PBSI tingkat Nasional Jakarta 2011, Juara III Cipta Puitisasi Al-Qur’an tingkat
Nasional POSPENAS V di Surabaya, Juara 1 Cipta Cerpen Hari Pendidikan
se-Kalsel, dan lain-lain.
Motto hidup : “Setialah
kepada Proses!” Arief bisa dihubungi lewat nomor ponsel 085249880607,
Pos-El: arief_brian@yahoo.co.id, atau via twitter/line/
instagram: arief_sba dan alamat rumah sekarang di Jalan Banua Anyar RT 06 No
26, Kecamatan Banjarmasin Timur, Kalimantan Selatan.
Bagus Setyoko
Purwo
(Bekasi)
Mengenang Ciliwung Rumah Asal Mereka
Aku menyusuri sepanjang aliran
Ciliwung
menangkap riangnya kecipak air
bebunyian jari para pemilik nasib pinggiran
Aku mendengar obrolan-obrolan mereka
membilas potongan-potongan peristiwa menceburkan badan dan membasuh berulang
kali bagian derita
Mereka akan tergerus regulasi penguasa
memindahkan nasib pinggiran entah di
pojok tanah siapa
Penguasa berbaik hati agar
sungai-sungai kota bebas gangguan
Bilik-bilik rata dengan sukarela
Tembok-tembok rata dengan alat-alat
berat
Bulir-bulir kesedihan seperti gerimis
di bawah reruntuhan
Tak sanggup memberikan kekuatan
sabar—ketabahan, media menebalkan headline
selama sepekan: nasib para pemukim pinggiran Ciliwung
Mereka berasal dari penjelajahan akan
arti kebebasan menentukan hidup
Sepanjang Ciliwung menuju muara mereka
tanam tiang-tiang harapan: mungkin ini cara Tuhan memberikan kehidupan awal
berdampingan dengan getir dan ketertidakdugaan
Namun megahnya tata ruang mengubah
tata nasib mereka
Relokasi sebagai jawaban pertanyaan
sampai kapan mereka menempati ruang kosong itu
Tangan penguasa adalah tangan yang
maha kuasa
Ketika mereka membuka kenangan
Ciliwung rumah asal mereka: mereka mendekap syukur dalam dada dan tangan
terbuka
Bekasi,
15 Maret 2016
Bagus Setyoko Purwo,
tinggal di Babelan Town, menulis fiksi dan non fiksi, penggiat literasi Forum
Sastra Bekasi, dan Kampus Fiksi Non Fiksi, Jogjakarta. Nomor ponsel:
085659602572. Alamat tinggal:
Jalan. Apel 2 No. 11, Perum Harapan Baru 1, Kel. Kota Baru, Bekasi Barat 17139
Bambang Widiatmoko
(Bekasi)
Sangkan Paraning Dumadi
Setiap kali mengingat aliran sungai
Yang bersumber dari kaki Merapi
Inilah sungai yang penuh misteri
Menyimpan mitos dengan rapi
Sangkan
paraning dumadi
Manunggaling
kawula Gusti.
Batu tak akan habis dicari
Pasir tak akan surut digali
Sebagian menjadi candi
Berkah melimpah letusan Merapi
Menyuburkan tanah kami
Keringat leluhur menjadi saksi.
Jika malam hari terdengar air tersibak
Tak perlu jiwa ikut merebak
Kereta melesat lewat tak beriak
Menjadi pertanda akan datangnya
bencana
Lewat penguasa laut selatan yang bau
dupa
Dan kita pun bersiap tanpa rasa duka.
Yogyakarta tetap setia menjaga sungai
jiwa
Membelah kota dengan segenap rasa
cinta
Mengalir tenang dan kadang
menghanyutkan
Menjadi saksi zaman yang tak bisa
diciutkan
Mengalir di sisi timur istana membawa
harapan
Lalu lurus menuju muara laut selatan.
Kali
Code, 2016
BAMBANG WIDIATMOKO.
Penyair kelahiran Yogyakarta ini memiliki buku kumpulan puisi tunggal Kota Tanpa Bunga (2008), Hikayat Kata (2011), Jalan Tak Berumah (2014). Sajaknya
terhimpun dalam antologi puisi antara lain Negeri
Langit (2014), Negeri
Laut (2015). Kumpulan esainya Kata Ruang (2015). Peneliti tradisi lisan dan anggota
Asosiasi Tradisi Lisan (ATL). Alamat:
Jalan Meranti Raya H 200, Bekasi Timur 17515. Pos-El: bwdwidi@yahoo.com
dan nomor ponsel 08122786397.
Budhi Setyawan
(Bekasi)
Suara Sungai
di celah sempit
kaki bukit memancar lahir
lewati ragam
kelok zaman mengalir takdir
sawah dan ladang
mendamba tarian arus
desa dan kota
menyebutku di kala haus
cuaca dan iklim
meramalkan lambai
kemarau dan hujan
mengarsir perangai
siang hari acap
menimbun gemercik
sedangkan malam
tekun merawat bisik
matahari
hangatkan golak nyanyi
purnama
menggetarkan lubuk sunyi
ikan dan segala
binatang air melukis riang
lumut dan
ganggang menyusun mozaik kenang
pasir
menghamparkan usapan suam
bebatuan meneguhkan
jejak curam
penyanyi rajin
melantunkan lekuk kias
penyair gemar
merangkaikan liar majas
ricik desir
menuliskan sejarah waktu
kepada hilir
kusampaikan rindu hulu
Bekasi, 2014
Budhi Setyawan, yang akrab
dipanggil ”Buset” dilahirkan di Dusun
Kalongan, Desa Mudalrejo, Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah pada 9 Agustus 1969. Bekerja di Badan
Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan di Jakarta, berkegiatan di Sastra Reboan
di Jakarta dan sebagai Ketua Forum Sastra Bekasi (FSB). Tinggal di Bekasi, Jawa
Barat.
Beberapa tulisannya
banyak dimuat media massa dan antologi bersama. Beberapa kali diundang ke acara Temu Sastrawan Indonesia,
Pertemuan Penyair Nusantara, Temu Karya Sastrawan Nusantara, Temu Sastrawan
Mitra Praja Utama, Silaturrahim Sastrawan Indonesia, dan lain-lain.
Laman: www.budhisetyawan.wordpress.com dan Pos-El: setyawan.budhi@gmail.com.
0 comments:
Post a Comment