SELAMAT
PAGI
Burung-burung
mencicitkan pagi
iringi embun membasah di daun
berkawan derai awan nan rupawan
bertasbih menyambut kuncupnya hari
Buka
jendela dunia
hirup semerbak wanginya
lepas seluruh beban di dada
biarkan ringan menari kaki-kaki hati
Jika
mentari pagi ini bersembunyi
tak usah cemas sayang
karena dia tak pernah pergi
dia menunggu di ujung hari
saat hujan berhenti membasuh hati
Mari
bernyanyi bersama pagi
menjemput asa yang semalam singgah dalam mimpi
dengarkan sapa dunia
tak henti mengucap selamat pagi
Semarang, 22 januari 2015
MENYAMBUT PAGI*)
Ingin
kusemaikan rindu pada pagi
saat mentari begitu hangat menyinari
bersama kepulan aroma kopi
yang hangat dan terangkan hati
Masihkah
kau dengar symphoni merdu
yang setia kulagukan untukmu
menemani sepanjang harimu
bersama doa yang tersemat di kalbu
Lihatlah
awan putih berarak melukisi langit biru
berceritakah dia tentang rindumu
yang pernah kau titipkan padaku
dan kudekap dalam setiap tarikan nafasku
Pagi
terus saja menyapa dengan sejuta warna
tak lupa memberi tengara
dia hanya melintas sekejap saja
sampai esok takdir membuatnya kembali tiba
:
seperti asa yang tak boleh sirna
meski topan badai menerpa
*)pernah dimuat dalam buku Negeri Laut
(2015)
Semarang, 24 Januari 2015
MERENDA MIMPI YANG TERTUNDA*)
Kau boleh putuskan segala cerita yang pernah kau mulai
bahkan kau boleh merobek semua catatan biru tentang janji-janji palsu
musnahkan saja segala rencana yang ternyata mangkrak di laci meja
tancapkan juga belati yang kau sembunyikan di balik diri ke ulu hati
untuk sudahi segala pedih nyeri yang tak terperi
Burung-burung kecil masih berbondong berarak pulang
berkejaran dengan senja yang segera menjelang
masihkah kau berharap senja menghadang
meratapi masa lalu yang telah nyata kaubuang
Jangan lagi bicara tentang janji
semua telah terkubur bersama dusta dan iri dengki
jika senyatanya cinta tak pernah bersemi
kenapakah kau paksakan menyirami
Kini di hamparan jalan lengang dan sunyi
biarkan aku sendiri
merawat luka-luka yang telah lama bersarang dan meradang
merajut kembali mimpi yang pernah kau rampas dan terhempas
semoga usiaku masih memberiku nafas
mengeja mimpi yang pernah tertunda
*)pernah dimuat
dalam buku Untuk Jantung Perempuan (2015)
Semarang, 24 Januari 2015
ANGIN MALAM
Berdesau lirih menyapa dedaunan
yang tenggelam dalam remang kesunyian
mengajak bercengkrama di tengah kepedihan
selagi bulan separuh tersenyum muram di balik awan
Alam mulai mendendang tembang sunyi
saat angin menyibak kelamnya laksana mantra-mantra
menyembul menggapai angkasa
bersama wanginya bunga aneka rupa
Angin masih menyusup menghampiri celah jendela
tersenyum melihat pulas tidurmu
tak tega menyibak rindu yang menghangat dalam selimutmu
melambai dalam bisik nan lirih
: Selamat tidur sayang...
Semarang, 27 Januari 2015
KAU
DAN AKU
Di
tengah hamparan masa
ketika semua mimpi memenuhi angkasa
berbaur indahnya semesta
kita pernah jumpa
Melagukan
symphoni merdu
menguntai benang-benang rindu
pada awan yang setia menunggu
di taman kehidupan yang tak tentu
Dan
ketika angin menerpa
membadai dan memporak poranda
kau dan aku terhempas entah ke mana
tak tampak lagi tangan-tangan untuk saling menyangga
Tapi
waktu laksana putaran roda
perpisahan dan perjumpaan bukanlah kehendak kita
kuyakin akan keajaiban yang kan tiba
ketika hati kita tak beranjak dari setia
Mungkinkah
suatu masa
melagukan lagi tembang-tembang kita
berpegang tangan menghalau rintangan
berjalan berdampingan
merenda mimpi-mimpi yang tertunda
meski waktu sudah menjelang senja
Semarang, 29 Januari 2015
KENANGAN
JANUARI
Ketika
hujan melebat
Ribuan rindu mendekap
Pada waktu yang telah lama tersekap
Dan bayangmu perlahan menyelinap
Mengisi
kisi-kisi hati
Mengalunkan symphoni
Sayup namun terdengar pasti
Melambai harapan bersemi
Hujan
terus bernyanyi merdu
Seirama rinduku dan rindumu
Di januari yang pernah bernuansa kelabu
Catatkan mimpi-mimpi pada derasnya waktu
Januari
hampir pergi
Untuk tepati janji bersua lagi
Entah kini atau nanti
Hingga sang waktu menepati janji
Sragen, 31 Januari 2015
MALAM
MINGGU DI AKHIR JANUARI
Ingin kucatatkan lagi
puzzle kenangan
yang pernah terangkai di suatu malam minggu
saat gerimis di akhir Januari
di suatu masa nun di suatu kota
di mana jantung pernah kencang berpacu
Seraut wajah berbinar
membawa debar seharum mawar
mengetuk pintu hati
yang telah begitu lama menanti
Malam minggu menjadi saksi
saat dua hati saling mengerti
ada yang terjalin tanpa permisi
menguntai indah senada pelangi
Terlukis senyum manis yang tak kan pernah terkikis
meski waktu dengan kejam menggilas habis
melarutkan semua jalinan manis
saat genggam tangan tak mampu lagi menepis
iringan badai yang tiba-tiba mendesis
Ke manakah angin mengaburkan cerita
saat mimpi tak kuasa lagi menjilma
meninggalkan luka yang melelahkan jiwa
menapak lelah lanjutkan cerita
Januari selalu tepati janji
datang dalam rintik hujan meredam nyeri
entah sudah berapa tahun terlewati
hingga tak pernah terasa lagi luka di hati
: Jika diijinkan sekali lagi bermimpi
Bolehkah Januari kukenang lagi
Yogya,
31 Januari 2015
AWAN
PUTIH
Mengambang
di birunya langit laksana buih
kembang-kembang kapas yang terkulum manis
Sekejap menawarkan pahit
yang pernah menahun tergurit
Angin
sekejap mengusirmu pergi
Membawa perihnya hati
Mengenangkan luka tak terperi
Dalam gelapnya mimpi-mimpi
Awan
putih tak peduli
Berarak tebarkan janji
Bagi hati yang setia menanti
Di ujung waktu senja berseri
Bilakah
kau tahu
Dalam senyapnya terselip tembang rindu
Untukmu yang setia menunggu
Meski waktu telah jauh berlalu
Semarang, 03 Februari 2015
FEBRUARI
Lembar
waktu berganti
Melukiskan detak-detak hari
Goresan-goresan janji
Pernah terpatri menghias pagi
Pernahkah
sekali saja kautengok kembali
Catatan februari yang pernah kau tulisi
Dengan segenap jalinan kasih suci
Merakit dua mimpi menjadi satu janji
Rintik
hujan sesekali bercanda
Riciknya tak berhenti menyela
Mencoba melongok di kedalaman asa
Masih adakah sketsa tua menyimpan cinta
Bukankah
februari pernah menjadi saksi
Membisikan mantra sakti pembius hati
Ketika hatimu tak mampu lagi bersembunyi
Pada senyatanya ada hati yang tengah menanti
Waktu
seperti anak panah melaju
Tak pernah lagi menoleh ke masa lalu
Dan Februari selalu datang seperti dulu
Bilakah langkahmu kan menujuku?
Semarang, 04 Februari 2015
DI
SUATU MUSIM*)
Pada
suatu musim di mana pernah kau catatkan rindu paling biru aku menunggu
di bawah derai hujan di taman impian
untuk kau jemput dengan sebuah payung di tangan
Di
tempat yang sama di mana pernah kau tinggalkan aku
dalam rintik hujan yang selebat itu
dengan langkah panjang tanpa ragu
bahkan tak sekejapun kau menoleh padaku
Masih
adakah derai tangis di balik rinai gerimis
berbaur dengan luka yang selalu terasa mengiris
melukis semua impian manis yang pernah habis terkikis
derunya angin kehidupan yang tak jua berhenti menebar giris
Sekali
lagi kusampaikan pesan
pada musim yang penuh rinai hujan
bisakah sekali lagi kau bawakan
sebuah payung untuk menjemputku di taman impian
*)pernah dimuat dalam buku Negeri Laut
(2015)
Semarang, 8 Februari 2015
MENCINTAIMU
Berlayar
di samudra luas tanpa batas
dalam hempasan topan badai
terombang-ambing dalam alun gelombang
terdampar jua di dermagamu
Berjalan
jauh menyusuri padang ilalang
terik mentari serasa hanguskan hati
tapak kaki lelah lecet bernanah
bertemu jua di gerbang hatimu
Dalam
hujan menderas
berbasah kuyup berlari
di bawah naungan daun talas
terhenti jua dalam peluk hangatmu
Adakah
jalan untuk berpaling
berlayar menjauh
berlari meneduh
Semarang, 17 Februari 2015
TIAP
KALI INGIN KUTULIS
Lembar
demi lembar kubuka
Terpampang bilur-bilur luka lama
Yang membiru dimakan usia
Anehnya...aku lupa bagaimanakah rasanya
Ingin
kutulis ribuan kata pedih
Yang pernah melukiskan laranya hati teriris
Yang mengaburkan pandang karena tangis
Anehnya...kata-kata itu semua sudah membatu
Tak mampu lagi kucongkel untuk sekedar kutata lagi menjadi satu puisi
Ingin
lagi kurangkai cerita lama
Yang pernah berkubang air mata
Semua fakta masih rapi tercatat di sana
Anehnya...aku tak punya lagi logika
agar cerita itu mampu menguak lagi lara yang nyata pernah terjadi di sana
Tiap
kali ingin kutulis
Sebaris senyum menatap manis
Hanya itu yang terlukis
:
adakah lagi yang masih bisa kutulis
Semarang, 22 Maret 2015
MALAM
HUJAN
Pada
denting hujan yang merintik merdu pecahkan senyapnya malam
Aku ingin titipkan pesan
Larutkanlah ribuan titik debu yang sempat kotori dedaunan
Ditiup angin musim hujan yang kadang tak mau diajak
berkawan
Pada
dinginnya malam dalam pelukan hujan yang tak henti menerpa
Kuhiaskan sepucuk rindu pada mimpi-mimpi yang setia berlagu
Selimutkan jiwa ringkih yang letih dengan selimut kasih
Membuai tidurmu dalam indahnya mimpi tentang esok pagi
Berceritalah
rintik hujan pada dinginnya malam
Tentang selaksa rindu yang telah berwindu menunggu
Bertemu di ujung pagi bersama hangat mentari
Terbias senyum berseri sebening embun pagi
Semarang, 15 Maret 2015
GALAU
Ribuan
aksara berdesakan di kepala
Melompat, merayap, mendesis, meraung
Tak sabar menunggu giliran ditebar
serupa benih yang telah terpilih di tangan petani
terlatih
Aneka
tanya beserakan
huruf-huruf berhamburan
kenapakah kau sia-siakan
bukankah telah lama kau kumpulkan
Aku
duduk di tepi malam
mencoba bicara padanya
apa coba yang harus kutuliskan
malam hanya diam
tersenyum melambaikan tangan
Semarang, 9 Maret 2015
DI
SUATU SORE
Masih
saja terdengar
denting gitarmu meski samar
juga bias mata nanar
saat kau tercekat pada satu kunci nada
Melemah
jarimu
terhenti pula laguku
pada sebaris kata
selamat jalan kekasih
Daun-daun
berguguran
satu salam perpisahan
kita relakan semua berbingkai kenangan
ketika sore mulai beranjak malam
Tak
usah kau urai rasa sakit
bunga-bunga di taman telah lama merakit
sebait ceritamu telah terbersit
sepucuk cinta yang seharusnya tak terbit
Semarang, 1 Maret 2015
SEPAGI
INI
Senyummu
menyapaku lewat emoticon rindu
menyusup melesap ke seluruh segi jiwaku
senandungkan simfoni mendayu
membelai sukma melaras rasa
melayang ke langit biru
Nun
jauh di relung hati
suaramu tak asing berdenting merdu
sentuhan penuh kasih seirama nyanyian surga
lenakan hatiku membelah angkasa
terbawa alunan jiwa semakin membara
Sepagi
ini terdengar cericit burung menari
ingatkan indahnya hari yang tak pernah sepi
di antara redupnya mentari pagi
hadirmu selalu hangatkan hati
semaikan semangat arungi hari
:
Yang maha pengasih dan penyayang...
Izinkan rasa ini selalu kumiliki....
Semarang, 27 April 2015
SEPASANG
KUPU-KUPU*)
Kita
dulu adalah sepasang angsa putih
berenang di ketenangan danau biru
tak pernah terucap janji untuk saling setia
seiya sekata dalam suka dan air mata
tapi dari tatap mata senantiasa terbaca
besarnya kasih yang tak terkira
Dulu
tak pernah terlintas sebuah kata pisah
jalinan hati terpatri selaras harmoni alam yang penuh misteri
hingga petaka merusak segala yang ada
danau biru kehilangan riaknya
kau dan aku terhempas entah ke mana
Waktu
melaju bak anak panah lepas dari busurnya
melesat jauh ke jaman yang serba riuh
sepasang kupu-kupu beterbangan di taman
mengitari bunga-bunga bermekaran
aku duduk di tepian rindu
menunggumu yang telah berjanji untuk menjemputku
berkali kulongok perputaran waktu
:
tiba-tiba kuberharap kitalah sepasang kupu-kupu itu
*)pernah dimuat dalam buku Untuk
Jantung Perempuan (2015)
Semarang, 26 April 2015
KETULUSAN
Pada
lipatan waktu entah berapa windu
ingin aku memprasastikan di taman itu
tautan hati yang tak pernah mati
menjadi nektar di bebungaan yang berbunga di
sepanjang musim
agar kautahu sejauh mana angin membawa
hati kita tetap tertinggal di sana
Pada
catatan hari yang melusuh dilarut waktu
ingin aku tuliskan dengan tinta paling berharga
yang tak terhapus meski hujan tiba
pelangi hati yang rapat terpatri
hingga tak memudar meski windu abad tahun mengelana
Tapi
bisakah semua terlaksana
karena sejatinya yang kupunya hanya sekeping hati
yang tulus mencintai
sejak pagi meranum di ujung timur
hingga rembang petang menjelang
:semua
hanya tersimpan dalam kenang
Yogyakarta, 14 April 2015
MENYAPA
PAGI
Senyummu
merekah di ujung angan
menyemai rindu yang pernah hampir karam
berdenting bagai melodi pagi
selaras harmoni membuka hari
Entah
berapa ribu kali kan terlampaui
jalan ini selalu menyejukkan hati
membubung harap tak bertepi
meski batu karang menghadang
badai topan menerjang
Pagi
tak pernah berhenti membuka pintu hati
di mana mimpi saatnya terpeta nyata
dalam gairah yang tak pernah sirna
bersama genggam cinta yang selalu setia
Semarang,5 April 2015
TENTANG
RINDUKU PADA KALIAN
Pernahkah
kau mengingat
saat kaki telanjangmu berkecipak
di lumpur kedokan sawah
saat musim tanam hampir tiba
bersenda gurau berlari berkejaran
saling melempar gumpal-gumpal lumpur nan subur
hingga wajahmu tak berupa
Pernahkah
kau mengenang
saat berlarian di pematang basah
mengejar layang-layang jatuh
saling tarik saling tubruk
hingga jatuh terjerembab
namun tawa tetap gegap menyahut
Pernahkah
kau bermimpi
sawah-sawah itu suatu waktu
hanya diam membisu
tak kudengar lagi canda tawamu
derap kaki-kaki menjauh
pada usia yang semakin rapuh
Kini
saat kupandang jauh
kedokan sawah itu masih utuh
namun kelengangan merambat sepi
yang kutemui hanya upacara kematian
:
di manakah kalian?
Sragen, 28 Maret 2015
0 comments:
Post a Comment