Mihrab An-Nabawi (Banjarmasin)
Darah Belati
belati, lari sambil menari
mengitari matahari yang kian terang sekali
sedikit bicara belati menyerang ulu hati
lalu pergi, entah dia masih wanita rapi atau sudah janda berulang kali
belati, pekik sungai andai di siang hari
banyak cerita yang ingin dibagi
dari memutik rambai sampai mencari kuini
melewati sela-sela kelotok yang
mampir di dermaga
sedikit menepi
sungai walau kali ini
sudah menguning, entah karena
sudah tua renta tak betulang rusuk
jemari atau ulah penduduk lokal itu sendiri
menjaga sungai yang kian hari kian kotor, berat rasa dibawa mandi dan
bersuci
belati, tolong kautusuk saja mereka yang mencemari
tanpa dosa, tanpa penyesalan, iri dengki
limbah dapur, limbah lumpur, limbah kapur
dibuang dengan penuh rasa takabur
rumbia hancur lebur
terseret luntur
Ya Ghofur
hanya belati, jalan untuk menari diatas hopper
Malang, LandungSari Asri
Jauh dari IndraSari
06 Maret 2016
Mihrab An-Nabawi,
berbuih di kota Banjarmasin pada tanggal 17 Februari 1993. Anak ketiga dari
tiga bersaudara, tercatat sebagai alumni SMA Darul Ilmi banjarbaru kemudian
pernah menjadi ketua umum Sanggar Ar-Rumi STAI Darussalam Martapura, Penggemar
club kebanggaan liga Inggeris Chelsia
ini Pernah mengikuti bermacam lomba mulai dari lomba Teater sampai lomba makan
kerupuk. Dan mempunyai hobi Salat Jumat Berjamaaah, amin. Tinggal di Kompleks
Geria Anggerek Merah (GAM) Indrasari Martapura. Kalimantan Selatan. Benua Asia.
Asia Tenggara.
Mohamad Firdaus
(Purwokerto)
Riwayat Serayu
1//
kau bawa diriku pada setiap lekuk
tubuhmu
melewati berbagai musim serta cuaca
sampai membuatku
menjadi bagian dalam dirimu. aku tahu,
telah kau peram segala benci
di sebuah ladang jantung yang terus
memacu denyut kehidupan
dan mengalir; membasahi tanah warisan
leluhur
sampailah kau di mana sabar adalah
harta berharga
tubuhmu nanar menampung beratus pedih.
setelah kulempar sampah,
kubuang tinja lalu mengalir mengikuti
permukaan tubuhmu
tersebab telah teracun jantungmu
sampai kematian kelak
akan menjemput dalam sebuah parade
sunyi. membuatmu
gamang untuk terus menyusuri pahit
sejarah kota ini
ini merupakan awal segala bencana akan
datang menyahutku
yang lupa muasal malu dalam diri
manusia
2//
demi pembalasan teruntukku. aku akan
melebur jadi bagian
tubuhmu yang mengarus tenang namun
menyimpan segala rahasia
bahwa kelak kau akan menenggelamkanku
dalam sebuah pusara
untuk menghiasi headline surat kabar di suatu pagi yang mendung
seperti tangis yang tertahan oleh
kelopak mata
ya. aku ingin mengarus dalam tubuhmu.
menikmati setiap riak
dan gelombang lembutmu sampai kutahu
sedalam apa, selebar apa
kau yang telah membelah jantung kotaku
Purwokerto,
6 Maret 2016
Mohamad Firdaus
lahir di Tegal, 8 Oktober 1993. Saat ini sedang menempuh pendidikan di
Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia. Aktif di HMPS Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Bergiat di
Komunitas Penyair Institut (KPI) dan Komunitas Pojok Stasiun. Ia pernah meraih
juara I Gebyar Mahasiswa (GEMA) PBSI UMP pada tangkai lomba penulisan cerpen
tahun 2014 dan meraih juara II pada tahun 2015 serta meraih juara II penulisan
puisi Piala Kaprodi PBSI UMP tahun 2016.
Selain itu, puisinya terantologi dalam; Negeri Laut (2015); Perempuan Pemecah Batu (2015); Merantau
Malam (2015); Fragmen Dua Puluh Satu
Nyala Lilin (2015); Menunggu di
Jendela (2016); Sendiri Berdekap Sepi
(2016); Ayo Goyang (2016); Requiem Terakhir (2016). Facebook: Mohamad Firdaus. Pos-El: Firdausmohamad08@gmail.com.
Sekarang penulis tinggal di kota Purwokerto, Kabupaten Banyumas. Nomor ponsel:
085747129924.
Moh. Ghufron Cholid
(Madura)
Sungai Harapan
: Ulfatun Ni’mah Cholid
Biarkan sungai harapan
Mengalir hanyutkan batang-batang
ketakutan
Biar jernih yakin
Tak lagi keruh keraguan
Biarkan sungai harapan
Mengalir dan terus mengalir
Agar reranting getir
Tak lagi tergambar
Dalam pikir
Sungai harapan adalah kau
Yang terus melangkah
Tinggalkan segenap ragu
Menuju hidup lebih maju
Madura,
28 Februari 2016
Moh. Ghufron Cholid
adalah nama pena Moh. Gufron, S.Sos.I, lahir dan dibesarkan di lingkungan
pesantren. Karya-karyanya tersebar di berbagai media seperti Mingguan Malaysia, New Sabah Times, Mingguan
Wanita Malaysia, Mingguan WartaPerdana, Utusan Borneo, Tunas Cipta, Daily
Ekspres, Bali Pos, Tanjung Pinang Pos, Majalah Sabili, Majalah QALAM, Majalah
QA, Koran Madura, Radar Madura, Radar Bekasi, dll juga terkumpul dalam
berbagai antologi baik cetak maupun online, terbit di dalam maupun luar negeri
seperti Mengasah Alief, Epitaf Arau, Akar
Jejak,Jejak Sajak, Menyirat Cinta Haqiqi, Sinar Siddiq, Ketika Gaza Penyair
Membantah, Unggun Kebahagiaan, Anjung Serindai, Poetry-poetry 120 Indonesian
Poet, Flows into the Sink into the Gutter, Indonesian Poems Among the
Continents, dll.
Beberapa puisinya pernah dibacakan di Japan Foundation
Jakarta (10 Agustus 2011), di UPSI Perak Malaysia (25 Februari 2012), di Rumah
PENA Kuala Lumpur Malaysia (2 Maret 2012) dan di Rumah Makan Biyung Jemursari
Surabaya dalam acara buka bersama Pipiet Senja (30 Juli 2012), di Jogja dalam Save Palestina (2012), di Sragen dalam
Temu 127 Penyair dari Sragen Memandang Indonesia (20 Desember 2012), di
Pekalongan dalam Indonesia di Titik 13 (Maret 2013), di Sastra Reboan dalam
Temu Sastra Indonesia-Malaysia (Agustus 2013), di P.O.RT AmanJaya, Mydin Mall
dan Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia dalam Kongres Penyair Sedunia ke 33
(21,23, 26 Oktober 2013), di Brunei ketika menikmati indah kampoeng air (7
November 2013) di Al-Izzah Islamic Boarding School Batu Jawa Timur dalam safari
menulis bersama Pipiet Senja dkk (Juli, 2014), di RRI Sumenep (5 Januari 2015),
di Pondok Pesantren Putri dan Putra Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan (27&28
Juni 2015), di Bandung dalam Temu Sastra Indonesia Malaysia (2015), di Janati
Park dalam Temu Mahasiswa Madura selepas shalat Idul Adha (24/09/2015), di
Kampung Toga Sumedang (2015), di Teater Gunung Kunci Sumedang (26/09/2015), di
Pesantren Al-Amien PRENDUAN dalam acara Bhineka Tunggal Ika (26/10/2015).
Penerima Anugerah Kedua Hescom2015 Vlog dan Rubaiyat (5 Desember 2015) di
Malaysia. Alamat Rumah Pondok Pesantren Al-Ittihad Junglorong Komis Kedungdung
Sampang Madura. HP 087759753073
M. Ridha Khairani
(Rantau)
Cinta Sungai Berevolusi
Ketika jemari lentikmu kaucelupkan ke dalam air sungai
Kau telah menghadirkan kembali nostalgia indahnya cerita
kita
Kita berjalan meniti tepian sungai
sambil bergandengan tangan ditemani suara alunan sungai
dan aku selalu menghitung hari dengan percikannya di
wajahku
kau pun selalu tersenyum saat lembutnya sungai memanjakanmu. itulah sungai
kita dulu.
Tempat kita bertemu
Namun lihatlah sungai kita sekarang
Di sana hanya ada kesedihan
sungai tersedu-sedu
limbah-limbah berpesta pora
menginjak-injak harga dirinya
Lalu senyummu?
Aku rindu senyummu ketika kaucelupkan jemari kakimu ke
dalam sungai
Aku masih ingat saat debu bertengger di wajahku dan wajahmu
Sungailah yang selalu setia membersihkannya
Lalu sudahkah kita membalas kebaikannya?
merajut cerita tentang manisnya sungai:
menarik limbah-limbah dari tubuhnya,
membuang ke penampungan
hingga sungai menjadi mahkota
bagian dari hidup kita
Rantau,
5 Maret 2016
M. Ridha Khairani
aktif dalam dunia sastra sejak duduk kuliah di jurusan pendidikan bahasa dan
seni program studi pendidikan bahasa sastra Indonesia. Banyak puisi dan artikel
kebahasaan yang telah dihasilkannya dan sebagian dimuat di media massa
cetak. Sekarang dia mengabdikan diri
sebagai guru tetap pada Madrasah Aliyah Negeri 1 Rantau sejak tahun 2005 hingga
sekarang. Ibuku Mendaki Badai adalah
antologi puisi bersama yang memuat sebagian karyanya.
Muhammad Rizky
Ad'ha (Tanah Bumbu)
Pesan Sang
Hujan kepada Sungai
Di
balik jendela tua ini, aku mengingatmu
Mataku tertuju pada rintik kecil di sudut kenangan
Yang menjadi kisah awal perjalanan kita
Mataku tertuju pada rintik kecil di sudut kenangan
Yang menjadi kisah awal perjalanan kita
Embusan
angin yang mewarnai malam
Kau lukis dengan sebuah senyum merona
Kau bingkai menjadi satu dalam dekapan tanganmu
Ditengah dinginnya hati, tuturmu menghangatkan suasana
Memecah kebisuan di muaramu
Kau lukis dengan sebuah senyum merona
Kau bingkai menjadi satu dalam dekapan tanganmu
Ditengah dinginnya hati, tuturmu menghangatkan suasana
Memecah kebisuan di muaramu
Dan
malam semakin pekat seperti kemarin
Berharap engkau hadir dan menulis kenangan lagi
Disini, ditepian dinding hatiku....
Berharap engkau hadir dan menulis kenangan lagi
Disini, ditepian dinding hatiku....
Muhammad Rizky Ad'ha,
adalah seorang guru Mata Pelajaran Sejarah SMAN 1 Kusan Hilir dengan
alamat tempat tinggal Jalan H.M. Amin
Desa Mudalang RT.03 Kec. Kusan Hilir, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan
Selatan, Kode Pos: 72273.
Muhsi Siradj
(Kudus)
Logung
seperti dulu
aku masih saja berenang
mengikuti deras arusmu
menembangkan kidung-kidung kehidupan
membacakan sajak-sajak tirusmu
meski tak seperti kala belia
ketika airmu masih jernih bersenandung
ketika ikan-ikan masih leluasa
berdendang
dan menari
menyusuri gemercik waktu
seperti dulu
aku masih saja berenang mengalir
mengikuti deras arusmu
meski kini tak lagi muda
dan kehidupan tak lagi bunga-bunga
masih seperti dulu
sepi angin dan gemercik airmu
mengalir dalam sajak-sajakku
cuma kulihat kau tampak lelah
membawa beban limbah
dan sampah-sampah
Catatan: Logung adalah sebuah sungai di Kudus
belahan timur
Muhsi Siradj. Lahir
di Kudus, 6 Juni 1963. Beberapa sajaknya dimuat dalam antologi bersama dan
beberapa media seperti Suara Pembaharuan,
Duta Masyarakat, Wawasan, dll
Mukti Sutarman
Espe (Kudus)
Dongeng Kali Mati
engkaulah
kali mati itu
tak
mengalir ke mana-mana
berhulu
di langit bermuara di bumi
tak
ada alir apalagi ricik apalagi riak apalagi ombak
dari
tepi ke tepi permukaan sedatar cermin
dalam
dan hening berkelindan memendam dingin
tiada
alur alir
hanya
hujan sesekali memberi kelimpahan air
hanya
alun sesekali dikirim angin semilir
yang sesudah deras dan sepoinya terperam
dayanya
kau bagikan kepada ikan
kepada udang
kepada siput
kepada lumut
kapada
segala yang terpaksa tinggal di lendut
engkaulah
kali mati itu
mengada
sebab musim yang keliru
sebab pohon hayat menjelma jadi
debu
sebab banjir bandang tiba salah waktu
tetapi
kodrat kali tetaplah sebagai kali
sungguhpun
hanya sedikit berarti
dharmamu
kepada bumi adalah mengairi
hingga
leladang bertanah pecah berubah basah
kebun-kebun tak kehilangan warna daun
persawahan kembali berlumpur
gembur
karangkitri bermakna indah bagi
petani utun
dharmamu
menjadikan
bumi lebih memberi
setenggat
pengabdian yang harus kau jalani
Kudus, 2016.
Mukti Sutarman Espe
lahir di Semarang. Alumnus IKIP PGRI Semarang (sekarang UPGRIS) Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Karya puisinya tersiar di Kompas, Sinar Harapan, Suara Pembaruan, Suara Karya,
Republika, Suara Merdeka, Solo Pos, Kedaulatan Rakyat, dan belasan buku
antologi puisi bersama. Di antaranya, Antologi Puisi Jawa Tengah, Jentera Perkasa, Mahaduka Aceh, Hijau
Kelon&Puisi, Jogya 5,9 Skala
Richter, dan Negeri Laut. Buku
puisi tunggalnya adalah Bersiap Menjadi Dongeng. Tinggal di
Kudus, Jawa Tengah.
Mulyadi Razak (Martapura)
Sungai Kuin
Sungai Kuin
Kala pasang dalam air dari muara
menembus nadi anak sungai
kadang hati menjadi ngeri melihat
wajahnya yang begitu bengis namun membuat hati terbuai
seakan berkata mari jamah aku
mari bermain denganku
diriku berhias eceng gondok dan kumpai
tapi awas ketika wajahku keruh
bercapur hitam aku bisa menjemput kalian
Sungai Kuin
kala pasang surut air dari Sungai
Martapura, anak sungai menembus ke muara
saat sesurut-surutnya terlihatlah
tebaran sampah di kedua pantai
membuat hati khawatir akan sahabatku
ini
Sungai Kuin
kamulah urat nadi kehidupan dan
tumpuan kemandirian para pengharap
hilir mudik jukung, kelotok
mendendangkan nyanyian kehidupan
seakan mengasyikkan untuk dirasakan
sesekali terdengar seruan dan lambayan
yang punya keinginan
Sungai Kuin
wajahmu dinodai oleh para penjarah
semaunya membuang limbah
seruanmu tak didengar
hiasanmu menjadi enggan bersekutu
mereka tinggalkan pesanggerahan di
perutmu
karena kau kotor tak lagi bersemu
Sungai Kuin
hatiku merasa miris apabila kau
berduka
hatiku menangis melihat wajahmu
bercampur tembaga
aku merasakan duka ini
aku mendengar jeritan ini
sekarang hilir mudik itu sudah tak
terdengar lagi
mungkin zaman sudah tak berpihak lagi
Sungai Kuin
mungkinkah dirimu akan berubah
atau hanya sebuah wadah
kau hanya dijadikan tempat sampah
padahal masih banyak berharap
namun mereka masih bersedekap
kita lihat saja nanti
aku yakin ada hikmah semua ini
Martapura,
08 Desember 2015
Mulyadi Razak,
lelaki ini lahir di Banjarmasin tepatnya, 9 Agustus 1968. Bertempat tinggal di
Cindai Alus Komplek Harapan Jaya No.18 RT 01 RW 01 Martapura.
Sering ikut dalam satu bulan sekali pementasan acara
“Poetry an Action” di panggung Bundar Mingguraya Banjarbaru. Ada beberapa pantun dan puisi sudah ditulis
seperti, pantun berjudul Makan di
buku kumpulan lomba baca Puisi dan Pantun
Olimpiade Sastra Pelajar Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2014 Banjarbaru;
puisi Meniti Jalan dan Hantaran di buku Kumpulan Puisi Penyair
Kalsel Tadarus Puisi Ada Malam Bertabur
Bintang Banjarbaru 2015; dan puisi Rindu
di buku Kumpulan Puisi penyair Kalsel Aruh Sastra ke XII Kalimantan Selatan: Menolak Untuk Menyerah Martapura 2015. Mulyadi
Razak bisa dihubungi via ponsel 085249236368,
facebook: Mulyadi Razak, Pos-El: mulyadi_razak@yahoo.com
atau ibnuaz84@gmail.com.
Muzammil Frasdia
(Bangkalan)
Cerita dari Sungai Junok
Pagi ini jam 05.00 di telapak tanganku.
Aku berniat mengajakmu pergi menyusuri pagi. Air
sungai mengalir ke arah barat.
Di atas pepohonan burung-burung
berkicau. Loncat-loncat ke sana kemari.
aku lintasi sebuah titian pendek jalan menuju rumahmu.
Pagi berucap dibibir: wajahmu, satu-satunya yang kumiliki dalam ingatan hari
ini. Sebentar lagi aku akan sampai menjemputmu. Tunggulah di sana. Jangan kemana-mana. Langkahku tinggal dalam hitungan jemari. Aku
gemetar. Sebab baru pertama kali ini aku beranikan diri masuk halaman rumahmu.
Kau di mana?
Catatan semalam masih kau simpan, bukan!
Kita akan berangkat sebelum jalan ramai. Aku
sudah tak sabar menunggumu di sini. Keluarlah.
Hari ini kita mau ke mana, ucapmu cemas.
Sepihak peta ini menunjuk lurus ke arah timur.
Mengikuti sepanjang arus sungai. Di belakangku kau diam menoleh ke kanan. Entah
apa yang ingin kaulukis di sana. Tak berani kutanya, hanya saja kutangkap
seperti kabut menyelimuti pepohonan. Kuabaikan kekhawatiran. Mobil-mobil
kubiarkan mendahului dari belakang.
Jalan berliku dan bergelombang. Aku menghindari
beberapa lubang di sepanjang ruas jalan.
Dingin-dingin kurasakan mulai menyentuh
tulang-tulang. Aku menggelepak sesekali.
Menghempas angin. Menahan dingin.
Ke mana kita?
Jalan kian panjang dan memanjang. Kususuri
kediamanmu menuju selatan. Tapi tetap saja tak kujumpai ucapmu yang
menggetarkan. Pagi pun perlahan tanggal pada siang. Dan kita berdua saling
terasing di atas kendaraan. Mengekalkan kesunyian. Menahan hujan dalam ingatan.
Bangkalan, 2010 – 2011
Muzammil Frasdia, lahir di Bangkalan, pada 6 Februari
1988. Menjadi guru (honorer)
di Sekolah Dasar Negeri Ra’as, Kecamatan Klampis, Kabupaten Bangkalan. Sekarang
aktif mengelola Komunitas Masyarakat Lumpur Bangkalan.
Nailatul Azizah
(Sumenep)
Sungai
Senja berdetik keliaran di udara
Menemani para katak menghitung jari
Berlabuh para bebatuan sungai
Semilir air suara gemuruh menerpa
Jejakan batu bergandeng di pinggiran
Berteman para pemancing
Tali panjang pemunggut ikan
Dapat ikan penuhi hasrat terbitnya
pagi
Rumput mengibas cahaya menari indah
Berteman sungai menyambut malam
Capung mulai menghitung detik
Menuju erosi putaran matahari dan
rembulan
Nailatul Azizah
lahir di Sumenep, 15 Agustus 1999. Sedang belajar di MA. Bustanul Ulum. Alamat
Ellak Daya Lenteng Sumenep
Nastain Achmad
(Bojonegoro)
Rahim Sungai
aku menulis potret sungai yang tak
pernah surut
di himpitan deburan napasmu
aliran yang terus membasahi bebatuan
waktu
menetes deras melebur pori-pori
hitamku
hamparan lukisan bening di antara
tebing
serupa panorama Bengawan Solo
di waktu senja beradu
merekam nyanyian anak
celupkan tubuhnya biar tak bernoda
aku menulis potret hijau di lingkaran
sungaimu
merekah lekukan senyum
atas nyawa yang kau siram
tiap jengkal waktu
tak pernah surut sumber air mata dari
rahimmu
aku menulismu
selalu
Rengel, 13
Maret 2016
Nastain Achmad,
mahasiswa Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, IKIP PGRI BOJONEGORO. Lahir di Tuban 19
April. Alumnus Pondok Pesantren Sunan Drajat Paciran Lamongan. Suka menulis
artikel, puisi, dan cerpen. Sebagai content
writer. Beberapa karyanya pernah dimuat di Radar Bojonegoro, Radar
Sampit, Radar Surabaya, Banjarmasin Post, Koran Madura, Medan Bisnis,
Metro Riau, Tabloid Gaul, Wawasannews.com.
Memiliki puluhan antologi bersama, di antaranya Tifa Nusantara 1 (2013), Tifa Nusantara 2 (2015), Lentera Sastra II (antologi puisi
Penyair Asia Tenggara, 2014), Lumbung
Puisi II (2014), Memandang Bekasi
(2015). Penulis bisa dihubungi di Pos-El: nastainachmad9@gmail.com,
melalui nomor ponsel: 085852041427, atau facebook: Nasta’in Achmad.
Navys Ahmad
(Tangerang)
Sungai
pada riak-riak wajahmu
ada kanak-kanak mengukir pelangi
dengan butiran bebuih yang mewarna
dan rerumput yang mengoles cerita di
atas kanvas alam
di hamparan bebatu besar kecil
ada cerita perawan-perawan membasuh
kain
di antara cerita tentang
kumbang-kumbang
yang merayu kembang-kembang di halaman
pada ikan-ikan yang mengejar umpan
ada harapan para pemancing tentang
rezeki hari ini
dan keluh tentang sisa beras untuk
esok lusa
tentang cerita kanak-kanak, cerita
perawan-perawan
keluh hidup para pemancing, engkau
adalah pendengar setia
hingga kini kisah terus menoreh tinta
kelam di wajahmu
pada riak-riakmu, berjuta kubik sampah
keserakahan berserakan
melumuri dan menyesakkan hirup napas
bebuih
bebatu besar kecil merintih
berkeping-keping
dipalu pesanan istana impian di
kota-kota besar
pun pepasir meluruh pedih dari garis
bibirmu
ikan-ikan mengunyah sobekan limbah
plastik
dan para pemancing berkeluh tentang
beras penuh kutu
dan ikan-ikan yang mati di pinggir
sungai
tentang cerita kanak-kanak, cerita
perawan-perawan
keluh hidup para bapak, sekali lagi:
engkau tetap pendengar setia
Tangerang,
15 Maret 2015
Navys Ahmad adalah pendidik dan pembina Sanggar
Sastra Drama di MTsN 2 Tangerang. Menulis Legenda Cisoka (kumpulan
cerita rakyat Kabupaten Tangerang, 2011) dan memenangkan perlombaan menulis
cerita rakyat, Jambore Perpustakaan Tangerang (2015).
Puisinya
tergabung dalam antologi: Memo untuk Wakil Rakyat, Forum Sastra
Surakarta, 2015; Bunga Putra Bangsa, Sajak Kepahlawanan, Nitramaya
Magelang, 2016; Sakkarepmu, Penyair Mbeling Indonesia, Sanggar Sastra
Meronte Jaring, Indramayu, 2016; dan Puisi
Kampungan: Goyang WC, RIC Semarang, 2016. Fb: navys ahmad. Pos-El:
ahmadnavys@gmail.com. Tinggal di Balaraja, Tangerang, Banten.
0 comments:
Post a Comment