ANGIN
Angin
masih saja setia mengirimkan rindu
pada dedaunan yang boleh jadi membuatnya luruh beterbangan
terbawa angin terhempas hujan
terhanyut selokan entah di mana berlabuh
Angin
masih saja setia mengeja cinta
pada bunga-bunga hingga benang sari berhamburan terbawa
melayang tak tentu rimba
boleh jadi bunga tertunduk layu kehilangan serinya
tapi
angin adalah teman setia
selalu ada tanpa kau minta
lembutnya menyejuk mengalun di jiwa
keindahan cinta yang tiada tara
Semarang, 10 Desember 2014
MALAM
SUNYI
Seperti
mimpi yang tak pernah usai
kau renda dalam bingkai
kau pajang dalam lekukan hati
entah sampai kapan tak ada yang mengerti
mengguratkan
cerita kita
pada wanginya tembang-tembang cinta
ketika purnama begitu indah membahana
dan bunga-bunga bermekaran aneka warna
tahukah
kau
aku masih saja setia
di ujung senja ketika hujan mulai melebat
meyakini semua mimpi akan menjelma nyata
hingga badai merengkuhnya
menjadi milik rahasia dalam pusarannya
di
penghujung senja
saat hujan mulai reda
lihatlah rona senja di cakrawala
di situ kutitipkan semua cita cinta
:
suatu hari nanti kau akan mengerti, bahwa cintamu adalah mimpi yang tak pernah
berhenti
Semarang, 13 Desember 2014
SENANDUNG
MENDUNG
Mendung
masih menggantung
seperti rindu yang terbendung
mengalunkan nada bersenandung
pada hati yang sedang limbung
menerawang
sejauh mata memandang
tak ada lagi bukit-bukit gersang
menghijau dalam redupnya mentari yang tak lagi garang
tidakkah kau melihat cinta yang begitu indah membayang
sebentar
lagi boleh jadi hujan merintik
membawa runtuhan rindu saling berbisik
tidakkah kau ingin titipkan sebaris lirik
senandung penuh cinta yang terbaik
Semarang, 15 Desember 2014
HARAPKU
Mentari
menghangat memeluk rapat
serasa pesan singkat bahwa langkahmu sudah dekat
meski sempat tersendat
pastikan langkah semakin cepat
aku
setia menunggu di perbatasan rindu
bersama luka yang lebam membiru
tapi percayalah pada takdirmu
luka-luka itulah penguat jiwamu
aku
masih saja bermimpi
tembang-tembang rindu masih bernyanyi
meski waktu terus berlari
menuju ke suatu titik nanti
aku
masih selalu berharap
saat titik itu kudekap
senyummulah yang terakhir mengendap
Semarang, 16 Desember 2014
LAMUNAN
Melangkah
dalam hujan
rintiknya mengalir menyusup ke setiap pori
serasa tikaman pedih merejam sekujur raga
begitulah yang kurasa saat semua fakta terpampang
nyata
Ada
tikam yang telak di ulu hati
menyesak hingga tangis tak lagi berarti
harus sebegitu sakitkah saat penyesalan tak punya ruang untuk kembali
hanya
tergugu dalam sepi
hujan terus meluruh membasahi
bolehkah kuberharap
saat hujan reda sakit itupun lenyap
Semarang, 18 Desember 2014
HARUSKAH
Pagi
masih saja menyisakan hangatnya rindu yang setia bersembunyi di kalbu
berteman secangkir kopi susu bercengkerama di beranda hatimu
senyummu masih membias rindu dalam teduh tatap
matamu
nyanyianmu masih merdu membiru walau tahun windu
berlalu
haruskah
masih kutanya di manakah cinta jika jawabnya nyata terpampang di depan mata
:
menggurat sejuta bahagia
Semarang, 19 Desember 2014
SUJUD
DINI HARI*)
Masih
membekas jejak-jejak biru
yang sekian waktu terselimuti debu
goresan-goresan pilu
semua tersimpan dalam ruang kalbu
Masih
terasa debar di dada saat kau menyapa
mengguncang duniaku dan mengkaramkan semua angkuhku
terpaku pada panah yang tertancap di dadaku
hingga takmampu ku berpaling darimu
ribuan
langkah telah berserah
meniti jalan tak mudah
menopang beban pada ranting-ranting patah
namun tak pernah ada kata menyerah
luka-luka
terus merajam dada
pedih perihnya hingga tak lagi kurasa
terus melangkah meski gelap gulita
berharap ada setitik cahaya
kini
langkah semakin melemah
tulang-tulang rapuh terasa goyah
menapaki jalan yang tetap tak mudah
haruskah aku menyerah
namun
hidup selalu takjub
seuntai kata sudah cukup membuat jantung kembali berdegup
meniup tipisnya asa yang hampir sirna
kembali menyala bak lentera menerangi gulita
duhai
pemilik waktu
kupasrahkan dalam sujudku
ke mana hati dan kaki melaju
hanya petunjuk-Mu kumohon selalu
*)pernah dimuat dalam buku Negeri Laut
(2015)
Semarang, 20 Desember 2014
SEPEREMPAT
ABAD
Seperempat
abad pastilah bukan waktu yang singkat
dalam penantian yang penuh harap
dalam doa mengalun setiap senyap
seperempat
abad bukanlah waktu yang layu
jika itu untuk menimbun rindu
terenda dalam semerbaknya doa mendayu
mengendap dalam lekukan dasar kalbu
seperempat
abad bukan saat yang sepi
jika itu terkait pedihnya dua hati
ketika bulan purnama puluhan kali berlalu
tak jua mengubur harapan biru
:
dan saat merapat meski sudah seperempat abad dua hati tak bersekat
Semarang, 20 Desember 2014
HARUSKAH
KUTULIS
Entah
ke mana menghilangnya ribuan kata
ketika hadirmu menawarkan kebeningan telaga
aku mengeluh
kenapa tak mampu kutuliskan cerita tentang kita
dalam untaian puisi yang wangi
apakah
cerita kita perlu ditulis
bukankah lebih indah tersimpan dalam hati
karena ada satu hati lain yang ikut merasakannya
:
aku tergugu mendengar jawabmu
tak kusangka puisi terindahku telah lama ada di hatiku dan hatimu
Yogyakarta, 24 Desember 2014
KEHILANGAN
KATA
Sungguh
aku kehilangan kata
ketika kuingin merangkainya dalam untaian aksara
mengabadikan setiap rasa
saat kenanganku padamu menjilma
entah
kapan aku temukan lagi
bait-bait puisi
yang menghias malam-malam sunyi
ketika rindu mengisi denting-denting hari
katamu
ketika satu rasa juga dimiliki oleh jiwa yang lainnya
tak perlu lagi kata untuk melukiskan keindahannya
Yogyakarta, 26 Desember 2014
PESAN
HUJAN
Dalam
irama riciknya
seperti nyanyian para dewa
yang masih setia memanggul bokor kencana
meski pagi telah tiba
Rintik-rintik
laksana pesan gaib berbisik
jangan surutkan langkah walau setitik
jangan biarkan dirimu menjatuhkan palu
sebelum sang hakim agung memutus waktu
Hujan
masih terus mensujudkan diri
bermelodi pada damainya pagi
membisikkan pesan tiada henti
lewat cinta yang tak pernah mati
Yogyakarta, 27 Desember 2014
PENGHUJUNG
2014
Ketika
langit berpendaran
aneka warna berkilauan
teriring jedhar-jedhor suara memekakkan
hatiku kumelap
berkelebat semua peristiwa yang ingin kucatatkan
tapi
kali ini gemerlap langit membuat pengap
menyesak dada hampir lumat
hingga tak kuasa barang secarik kularik
catatan-catatan indah sebagai salam pisah
semua tertelan berita musibah
yang melanda negeri gemah ripah
meski
dada serasa pepat
ingin kuselip selarik lirik
tentang cinta yang selalu unik
menghantar sujud di akhir tahun
Yogyakarta,
1 Januari 2015
CATATAN
LUSUH
Ketika
lembar-lembar kosong kaubuang
yakinlah suatu hari kau harus menggantinya
dengan lembar berisi huruf berjejalan
hingga kau lupa bagaimana cara runtut menyusunnya
seperti
puzzle yang hampir kaususun
separuhnya
tiba-tiba sepasang kaki datang
menendang dan berantakan
hingga kau harus mula menyusun kembali
tanpa tahu di mana titik berawal
itulah
hidup
bukan rangkaian lurus
seperti rantai alkana panjang tak bercabang
tapi ruwet macam benang bundet...
Yogyakarta,
1 Januari 2015
PESANMU
Bukan
rangkaian kata penuh puja
Bukan rayuan manis penuh janji
Bukan pula senandung bidari yang memabukkan hati
Apalagi simfoni merdu penuh rindu
Hanya
pesan sederhana...
Sudah Shubuh...selamat beribadah Shubuh
yaa...
Sejuk
menyusup ke segenap pembuluh
Adakah
yang lebih indah dari pesanmu...
Yogya, 6 Januari 2015
PAGIKU
DALAM RINDU
Menghirup
pagi dalam napas yang sunyi
menyusup menelisik menyusuri liku kalbu
dalam endapan masa lalu
dalam mimpi-mimpi yang masih tersembunyi
dalam
simpuh aku berkeluh
ketika langkah serasa semplah
menyusuri jalan-jalan penuh buluh
ketika kaki tak lagi kukuh
bermohon energi-Mu kembali membasuh
irama
pagi masih bernyanyi
senandungkan mimpi di balik mentari
taburkan benih-benih asa yang tak henti
simpulkan kasih yang setia menemani
kenapa
membiarkan ragu berlagu
jika rindu yang kau tunggu sejatinya ada dalam genggammu
menarikan janji-janji melukis pagi
sedamai hati dalam naungan cinta sejati
Semarang, 8 Januari 2015
MENJEMPUT
MIMPI
Dalam
pagi yang senyap
tunas-tunas harap rimbun berderap
membasah dalam gerimis hati
berpayung dalam lantunan suci
sujud
demi sujud terajut
menguntai lembar-lembar berkabut
berharap luruh dalam kelunya simpuh
ketika sampan serasa tak kuasa lagi terkayuh
angin
pagi lembut menerpa bumi
nyanyian surgawi bangunkan mentari
bersiap tunaikan janji
menjemput mimpi hingga usainya hari
untukmu
terangkai syair penyejuk jiwa
agar jangan lagi terlena
peluklah mimpi selagi bisa
jangan pernah lepaskan hingga akhir senja
Semarang, 9 Januari 2015
NAMAMU
Hanya
membaca namamu
tahukah kau serasa sesak rongga dadaku
lantas menurutmu bagaimanakah aku harus menghapusnya dari hatiku
Membaca
namamu
serasa deburan ombak yang menghempas pantai
lantas kau kira dengan apa aku meredakannya
Membaca
namamu
ya hanya membaca
serasa badai menghempas dan mencabik hatiku
lantas ke manakah menurutmu aku harus berlari
agar tak terlanjur berkeping nanti
Ternyata
cukup di sini
sambil bersenandung lagu abadi
yang pernah kita lantunkan di hati
dulu...sekarang...nanti...
Semarang, 11 Januari 2015
BIRU
Telah
kau sematkan birunya hatimu sejak mula kita bertemu
telah kusimpan di relung hati tersembunyi
melukiskan berjuta guratan mimpi
terangkai dalam alun doa di setiap asa
Terbawa
gelombang waktu menekuri jalanan hidup
tertiup badai terombang-ambing gelombang
terhempas di tepian cadas
namun tak pernah kandas
Birumu
selaksa napas yang menyusup dalam setiap harap
menyemai kekuatan laksana genggam tangan
meniup api semangat yang sering tak bersarat
merangkum seluruh rindu yang pernah tercipta dalam sendu
Kini
waktu jauh berlalu
birumu telah menyatu dalam jiwaku
adakah waktu masih menyimpan indahnya mimpiku
memetakan rindu dalam birunya cintamu
Semarang, 12 Januari 2015
KETIKA
CINTA MENUNJUKKAN WAJAHNYA
Bukankan
sudah berpuluh tahun kau mencari
jawaban dari ribuan tanya yang tersembunyi
di manakah kau letakkan sejumput hati
saat kerikil tajam melukai tapak kaki
Bukankah
sudah beribu lembar kautulis
luka hati pedih peri saat ribuan pisau mengiris
pada birunya diary indah kaulukis
meski penuh air mata dalam tangis
Bukankah
sudah kau relakan berlalu
mimpi-mimpi yang membilur biru
ketika waktu terus melaju
tapak kakimupun kebas dan kelu
Tapi
siapakah yang bisa melukis realita
ketika esok memetakan dengan sempurna
ujung pencarian yang kau kira tak mungkin tercipta
saat rambut sudah memutih dan raga merenta
Tidakkah
kau patut mensyukurinya
meski derai air mata mengaburkan tatapnya
tapi cinta berkenan menunjukkan wajahnya
sebelum langkahmu sampai ke batas cakrawala
Semarang, 15 Januari 2015
0 comments:
Post a Comment