Inilah cinta Lifo kepada Kouru, nama gadis itu yang musim-musimnya adalah bunga bersemi dari Jepang. Yang diilhami dari novel Lifo dan Kouru.
“Hemmt jadi ini novel keberapamu Da?!”
“Ke empat, Er!”
“Aku penasaran, pingin baca
ceritanya!”
“Menarik?!” timpal Nana
“Jelas, aku suka konfliknya itu
jelas!”
“Tentang?”
“Ibu mana yang kuat jika anaknya
hilang!”
“Wah? Loh kok?”
“Kok apa Deny!”
“Kok hamper sama dengan kisahmu
sendiri Da!”
“Jangan jangan itu kisah nyata!”
“Sebagian iya sebagian tidak!”
kataku
“Deny, tidak semua novel itu harus
berangkat dari kisah hidup asli pengarangnya ‘kan?”
“Exanctly, aku suka yang super imajinatif!”
“Disitulah letak kepiawaian penulisnya memainkan imajinnya hidup tidak kering dan hambar tapi pingin membuka celah pemikiran pembaca untuk terbuka menemukan ruang terbuka menafsirkan sendiri!” kata Deny yang sekarang jadi dosen di Universitasku.
Aku senang dan bahagia novel-novelku banyak yang membaca dan dibahas, dikafe-kafe dan diskusi-diskusi kecil. Meski dalam hatiku perih, bagaimanapun aku belum menemukan surgaku yang hilang, anakku dengan Banyu Biru. Perjalanan ini adalah menemukan anak sekaligus membasuh dosa dosaku di masa silam.
Dimana keberadaannya. Anakku yang
dulu kutinggalkan. Aku masih mencarinya hingga ujung waktu. Seluruh panti
asuhan di kota Solo sudah kuubres
tapi tak tahu rimbanya. Juga keluarga Banyu Biru yang kutanya siapa yang
membawa anakku, mengapa harus dipisahkan dariku, mengapa dia harus terpisah
dari silsilah. Para pembantu dan seluruh abdi dalemnya sudah kutanya. Cinta mungkin
tak berestu hanya karena perbedaan pangkat derajat dan pandangan hidup tetapi
silsilah anak ‘tak mungkin lepas dari Bapak dan Ibunya.
“Banyu …aku datang ke makammu …. aku
menayakan dimana keberadaan anak kita, Banyu katakan padaku!”
Bunda mana yang tenang jika anaknya
hilang. Di Pondok Ustaz Zarkasi disinilah aku temukan ketenangan bersama anak
anak yatim yang dipelihara ustaz dan santri santrinya dari berbagai daerah. Aku
abdikan di madrasah di pondok tempat aku mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia
yang kuambil. Hidup memang tak seperti apa yang kita inginkan dan mimpikan. Hidup
‘tak mudah dalam perjalanan mungkin akan sangat jauh dari impian. Di sinilah
aku berhenti dan mencari. Berhenti untuk meratapi kehidupan masa lalu yang enuh
dosa dan durhaka. Kutebus dosa-dosaku dengan jalan mengamalkan ilmu dan ibadah
di sini. Dan akhirnya aku pun bertemu dengan Faiz (Abi Faizal) suamiku kedua
ini.
Disni aku aku sesungguhnya tak
berhenti menemukan, dan mencari surgaku yang hilang. Dimana anak yang kusayangi
dari perkawinanku dengan Banyu Biru. Dimana dan kemana harus kutemu dan kucari
lagi. Sesungguhnya hidup hanya misteri dan mistery ilahi. Kata sumber berita
Banyu meninggal bersama bayiku. Namun sumber kabar lainnya bayiku masih hidup
dalam kecelakaan maut itu. Sumber berita bayiku dikuburkan bersama dengan
suamiku …aku pun tidak tahu mana kebenaran berita yang mana yang benar. Hanya
Allah lah yang benar, aku hanya sekadar jalani takdir kehendakNya.
“Semua salahku mengapa aku sangat
percaya pada orang tuamu dulu sehingga aku tega menghilangkan anakku sendiri. Dan
penyesalanku mengapa aku tega memilih ibu dan bapakku untuk meninggalkan anakku,
demi laki laki lain. Oh Tuhan ibu macam apa aku ini, ibu macam apa yang rela
meninggalkan anakkya diasuh oleh orang lain yang tak pernah jelas. Mengapa aku
dulu begitu rapuh sehingga aku harus rela melepaskan bayiku”.
Kadang kadang aku merasa cemburu,melihat
wajah mereka yang polos. Sambil
menahan kelapan. Maka
sesuangguhnya mereka dapat mensyukuri yang dimiliki. Sesungguhnya dunia ini ladang. Oh angin bawalah daku sepotong kertas dan pena
tajam, akan kutulis tebal tebal, pelajaranku lewat dia, akan kusimpan dalam
dalam, pelajaranmu lewat dia …. syair Lagu Ebiet GAD mengalun saat
meluncur melewati gang gang sempit di kota Solo.
Bagaimana beratnya aku hidup dengan
beban kesalahan di masa lalu dan dikucilkan dihina dihujat dan disingkirkan?
“Aku paham, Da!”
“Aku tak bermaksud menggugah
kenangan kenangan lama itu!”
“Aku hanya berusaha untuk
membantumu!”
“Kau tahu, Ris bagaimana aku bisa
bangkit dan percaya bahwa aku sendiri sampai tak percaya bisa bangkit. Bagaimana
aku bisa hidup ditengah tengah orang orang yang membenci, mengucilkan dan
menyingkirkanku?”
“Ya Ris, aku mengerti, maksudmu
baik, tapi aku tidak bisa menerima bantuan modal darimu?”
“Please jangan kaitkan ini semua
untuk menebus masa lalu, kesalahan kesalahan dulu, tidak sama sekali, Da. Kau
paham bagaimana aku bisa menjadi seperti ini karena berkat abah ‘kan berkat Bapakmu ‘kan,
Da, sejak kecil aku hidup hanya di panti asuhan yang kemudian dipelihara abah di pondoknya. Aku hanya ingin
membalas jasa dan kebaikan orang tuamu, Da!”
“Iya kuhargai, sangat kuhargai
simpati dan apresiasimu, tetapi aku sudah terbiasa mandiri dan menyelesaikan
persoalan hidup ku sendiri. ”
“Apakah mandiri menjadi wanita
super harus menolak pengertian dan pemahaman orang terhadapmu, Da, aku tidak
punya maksud lain, semoga kamu masih bisa menilai orang dengan maksud yang
tulus!”
Kenapa mariede bukanlah menjawab
solusi persoalan. Namun makin menambah persoalan. Aku semakin tahu bagaiamana
topeng asli kedok abi. Laki laki egois yang selama ini kukenal. Aku heran
kenapa ada laki laki seperti itu di dunia. Seharusnya dia semakin paham arti
agaman menempatkan laki laki dan perempuan. Namun abi sungguh dunia kebalik. Dialah lelaki paling
egois yang kukenal. Dan rumah tangga hanya semakin kapal pecah saja. Tiap saat
perbedaan prinsip dari hal kecil dan besar mulai muncul. Sebagai perempuan aku
makin tidak punya kekuatan untuk bertahan. Cerai.
“Cerai?”
“Ya cerai, aku menggugat cerai
suamiku kedua ini!”
“Apa tidak ada jalan lain selain
kata cerai!”
“Tidak!”
“Ini sudah keputusanku!
“Aku berhak mengatur hidupku
sendiri kebahagiaanku tidak tergantung pada orang lain. !”
“Ini puncak dari rasa marah
kekecewaan dan keputus asaan serta ketertekanan yang menumpuk bertahun-tahun
hidup berumah tangga dengannnya ternyata tanpa cinta!”
Waktu yang tersisa aku tak mau
kusia siakan tersia sia lagi. Semua untuk kebahagiaan anak-anakku. Hanya pada
diriku sendiri semua yang bisa kuandalkan. Pada bahuku sendiri. Semua laki-laki
egois. Dan hidup dalam ruang terbuka emansipasi hanya slogan non sens. Semua hanya untuk topeng dan
kedok untuk menghormati perempuan, Kartini mov hanya untuk melegalkan
pembenaran phallus laki laki menjajah
perempuan. Dan Kartini Gugat. Kartini, aku akan menggugat. Bahwa pemberian
kebebasan untuk perempuan untuk merdeka dan mandiri hanya untuk mengenakkan
laki laki melepaskan tanggungjawab konsekwensi yang logis sebagai imam dan
melepaskan tanggung jawabnya menafkahi dan memberikan tanggung jawab pada orang
orang yang menjadi hak tanggungannya. Ini yang aku tak suka yang aku gugat
selalu dalam novel novel dan tulisanku. Laki laki tidak seharusnya begitu,
begitu enak saja enteng saja melepaskan tanggung jawab moral mendidik dan
membesarkan serta membiayai anak anak tanggungannya dibebankan kepada perempuan
yang secara pekerjaan mandiri baik secara psikologis maupun kejiawaannya
mandiri. Agama justru dijadikan tameng untuk bergantung untuk mencari aman laki
laki.
Betapa kemandirian seorang
perempuan dipakai alibi untuk membenarkan laki laki semau gue, egois dan lepas dari pertanggungjawaban. Perempuan jangan mau
dibohongi kalau memang mau cerai dan tidak pas dengan pasangan ya kenapa harus
berlama lama memikirkan ya cerai saja. Perempuan mandiri dipakai kedok laki
laki untuk menumpang hidup tidak mau memanggung beban keluarga dan
menggantungkan semua pada perempuan. Lelaki macam apa begitu itu.
Lelaki menjadi parasit,
menggantungkan hidup pada perempuan, tidak mau mandiri dan selalu saja
kehilangan kehormatan di depan seorang istri dan perempuan.
“Lalu buat apa aku berharap padanya
lagi, Nur!”
“Aku sudah capek, aku ingin segera
berakhir!”
“Tak ada kebaikannnya sekalipun
yang bisa aku tunggu dan kuharapkan dari Faizal!”
“Masak separah itu Da rumah
tanggamu!”
“Iya memang parah buat apa hidup
tanpa kebahagiaan, menunggu apa yang kita tunggu hanya kekosongan dan tak ada
perubahan yang bisa ditunggu dari sikap keras Faizal dengan dogma-dogma dan
segala keyakinannya!”
“Kau tahu bagaimana latar belakang
Faizal, Nur, Dia tidak pernah mendapat kebaikan dan tanggungjawab pendidikan
dari orang tuanya ‘kan selama sejak
kecil pendidikannnya di urus oleh orang lain jadi Dia tidak pernah menghargai
kebaikan orang dan tidak pernah mau tahu!”
“Parah, ada ya laki laki seperti
itu!”
“Nyatanya ada ‘kan, dan aku menyesal aku sudah salah memilih Nur!”
“Memilih jodoh itu untuk selamanya
sebaiknya memang tidak gegabah daripada kita menyesal di tengah perjalanan!”
“Aku telah memilih surga yang salah
Nur, aku telah memilih lelaki yang kukira baik ternyata tidak baik, buat apa
aku memilih orang yang sama sekali tidak pernah tahu tanggungjawabnya sebagai
ayah sebagai abah sebagai Abi dan sebagai orang tua!”
“Tak mengira kau begitu sangat
tertekan Da!”
“Hidup bertahun tahun dengan
memendam kebencian dan ketidak sukaan dan tidak pernah tahu ada perubahan pada
sikap Faizal, membuatku menyerah Nur!”
“Lalu mengapa kau tidak menggugat
cerai dulu dulu saat anak anakmu masih kecil!”
“Itulah Nur, perempuan di dalam
adat patriarkhi selalu saja tidak bisa terbuka dan bisa saja bertahan meski
dalam penderitaan dan ketidak bahagiaan, tapi kini aku sudah tidak bisa Nur aku
harus bisa menghentikan penderitaanku sendiri!”
“Apa tidak ada
jalan lain Da, mediasi kau perlu
mediasi pernikahan, kau butuh konselor pernikahan!”
“Sudah terlambat!
“Terlambat!”
Iya keadaan tidak akan berubah
baik, karena karakter Faizal memang akan seperti itu akan selalu begitu!”
“Kupikir semua karena kebencianmu
Da kebencianmu kepada Faizal!”
“Iya mungkin juga kau benar, tetapi
bagaimana aku bisa mencintai orang yang tidak pernah mau menghargai pengorbanan
cintaku!”
“Sudah redakan dulu emosimu Da!”
“Aku memang sduah bertekad bulat
untuk menggugat cerai Faizal!”
“Ingat anak anakmu!”
“Aku justru aku cerai demi anak
anakku, anak anakku sudah jadi korban keegoisan sikap keras Faizal!”
“Andai anak anakku tidak punya ayah
Faizal, anak anakku pasti bahagia, paling tidak mereka mendapatkan kasih saying!”
“Loh emang suamimu itu makhluk apa
kok jahat banget kayaknya gak punya kasih sayang sama anak anaknya!”
“Maksudku setiap saat anak anakku
minta kepada bapaknya dan Bapaknya tidak bisa member itu yang membuatku sakit
dan kenapa anak anakku harus mendapatkan Bapak sejahat itu < tak seharusnya
Bapak seorang dewasa harus tahu tanggungjawabnya kalau memang sudah siap
married!”
“Kupikir Faizal tidak siap menikah!”
“Aku merasa hanya salah pilih saja,
salah pilih laki laki untuk menikahiku dan menjadi bapak bagi anak anakku!”
“Aku mati matian menulis membuat
buku buku demi menghidupi dan menafkahi anak anakku Rul!”
“Lalu apa pekerjaan suamimu?”
“Pekerjaan!”
“Pengangguran!”
“Pekerjaannya yang menganggur!”
“Aku capek dengan beban anak anak
semua dibebankan ke aku sendiri, suamiku gak
tentu dapat kerjaannya kalau pas ada proyek ya kerja kalau gak yang gak dapat duit. !”
Aku tahu Banyu hidup ini mengalir
seperti dirimu, seperti namamu Banyu yang selalu jernih biru seperti pikiran
pikiran kita. Itu yang kau wariskan kepadaku sebuah pemikiran yang jernih dan
bersih sebersih banyu (air ) yang biru. Aku juga tahu Banyu hidup ini terus
mengalir mengikuti ilening waktu, tak ada yang berkuasa sedikitpun bisa
menghentikan waktu. Seperti juga cintaku hanya untukmu meski aku hidup dengan
orang lain. Karena aku harus membalas budi kebaikan orang tua angkatku Ustaz Zarkasi
yang telah merawat selama aku sakit dan kehilangan segalanya bahkan kehilangan
ingatanku. Hidup inijuga penuh misteri kehidupan yang tak bisa tahu awal prolog
dan sampai dimana ending kehidupan.
Bagaimana aku bisa hidup dengan
masa lalu yang penuh kelam, kepedihan dan kesedihan tetapi Tuhan selalu menjadi
kekuatan untuk berbagi. Betapa besar ampunanNya kepada hamba yang penuh dosa,
durhaka dan penuh kepedihan lainnya. Tetapi syukur nikmat tetaplah kita syukuri
hidup yang kedua, setelah terlepas dari takdir kematian. Mungkin aku belum
saatnya untuk mati.
Hidup seperti novel, dimana saat
nya prolog harus dimulai dn endingpun juga harus ditiik dan diakhiri. Hidup
penuh dikucilkan disingkirkan karena dosa dosa karena salah memilih jodoh. Semua
puisiku dibakar dihilangkan jejakku disembunyikan keberadaanku, dan seluruh
buku buku di rumah habis tak
bersisa, namun pikiran kita masih ada. Kita bisa mulai lagi hidup untuk
selanjutnya. Kita bisa menulis novel-novel baru cerita cerita baru.
Mengapa energi kebencian bukan
diubah menjadi energi cinta yang lebih indah dan positif. Maka janganlah engkau
sangat membeci atas segala sesuatu barangkali apa yang kita benci itu akan jadi
lebih baik bagi kita. Mengapa kita perempuan tidak berhak menemukan dan
menentukan untuk dirinya sendiri yang terbaik. Mengapa kita tak punya hak
menemukan pilihan hidup yang pas dan terbaik buat hidup kita sendiri.
Hidupku yang tak menarik untuk
diceritakan ini penuh noda dosa dan kekotoran hidup. Mungkin inilah kutukan
kutukan cinta ataupun misteri hidup yang tiada habisnya.
Hidup yang lelah. Apalagi yang
kupikirkan kecuali anak anak. Memikirkan nasib anak anakku ke depannya. Melanjutkan
hidup yang selanjutnya. Masih banyak tanggung jawab dan konsekwensi yang
menjadi tanggunganku. Selain mengajar menjadi profesi utamaku, aku bisa sambil
menulis di rumah tanpa harus meninggalkan anak anakku. Sekalipun mereka sudah
besar-besar tetap tanggungjawab orang tua menjadi peran utama dan penting dalam
mendidik dan membesarkan mereka.
Dalam setiap doa doa pertiga
malamku kusebut engkau wahai anakku, bayiku yang malang yang kini sudah tenang
bersama pelukan ayahandanya di surga. Semoga engkau mendapatkan surgamu dengan
doa doa yang tak putus Bunda panjatkan.
Selanjutnya? Klik Daftar Isi atau Bagian Selanjutnya, yakni Starry Oh Starry.
0 comments:
Post a Comment