Menemui cahaya dalam kegelapan warna. Sewaktu malam resah kebarkan sayapnya. Puisi cinta bersumpah cinta berdarah. Bercumbu khayal tiada menentu.
Bagaikan pelangi di simpang selempang cakrawala. Di atas kertas tertulis sebuah nama. Bagaikan pelangi disimpang selempang cakrawala. Di atas kertas tertulis sebuah nama. Dengan plah yang menggigil. Menulis kata di lautan beku!. Barisan tentara semut yang tak bergenderang. Menyerbu!. Menembak mati isi hati. Aku bagaikan kapas putih yang tak menentu, tertiup angin tanpa arah tujuan. Aku bagaikan mawar yang telah lalu, sebelum mawar hilang harumnya.
Biarkan amnesia melumpuhkan ingatanku. Dan aku telah mati sendiri dalam manisnya madu cinta. Aku terjatuh dan tertawan dalam pekatnya embun asmara. Kakiku tomplay, putus satu, ‘tak bisa berjalan. Tangan lepas satu. Angin membisu. Terdiam tanpa mata. Rindu cinta. Gelap mencari. Hatiku ditinggal bahagia. Berjalan sendiri.
Berjalan sendiri. Tak ada lagi tanganmu. Atau sekadar bayangmu. Dan bila kulewati semua ini, hanya kulewati gambar yang memudar. Tentang sebuah nama. Sehingga tiba-tiba hilang. Tiba-tiba pulang. Bahwa semua rencana hanya milikku jua. Semua jalan hanya jalanmu jua. Engkau pergi, pergi jauh dari rasa yang dulu ada. Aku harus pergi. Mungkin aku tak mau puisi. Semua harus diam. Karena ada yang diam-diam. Tak mau disembunyikan. Jangan laku puisi. Malam-malam. Bila pagi tiba begini rindu sapaan. Sapaan rindumu yang purna. Tetapi memang bahagia hanya cukup sampai di sini. Semua telah berpaling dan berakhir. Semua sudah selesai. Semua sudah pergi, tak ada yang dapat dipertahankan lagi. Apakah kau tak pernah tahu? Suara dengarkanlah aku apa kabarmu. Suara dengarkanlah aku. Apa kabarmu.
Aku rindu kupu-kupu yang mengecup embun setiap pagi. Aku sudah kunci tutup segala langit. Segala yang berhubungan denganmu. Aku sudah tidak mau lagi berhubungan denganmu sampai kapanpun. Kau hanya diam dan diam. Membandingkan pagi yang kosong tanpamu. Ini puncak kecewa. Puncak yang tak bisa kukendalikan. Pengendalian diri. Pemahaman.
Kau telah memiliki jalanmu sendiri. Kau telah memilih jalan berkelok. Oh angin yang selalu jujur, sampaikan aku, sampaikan salamku padanya. Aku suka dia. Aku cinta padanya. Aku selalu sayang padanya. Aku ingin selalu menyayangimu
Maafkanlah aku, maafkan salahku. Rasa sesalku, hinggaku pergi darimu. Kau akan kembali. Semua sudah kutahu sampai mana. Kualitas hatimu, sampai mana
Dan siapa kamu, kualitas cintamu. Aku akan mencintaimu. Seputih rasaku, seindah rasamu. Aku akan terus bersama, bersamamu. Bila aku cinta, bukan fantasi. Orang-orang yang sakit juga. Kau akan kurindukan selalu. Di mana dan kapan pun juga. Aku akan mencarimu,, menemukanmu. Sungguh aku tiada bisa melarang. Aku hanya ingin kau ingatkan Tuhan akan arti sumpah dan janji-Nya. Aku hanya ingatkan.
Jalan cahaya, sepertinya aku memang harus kembali pada jalan cahaya. Kau pasti bisa meraihnya. Sifat dasar manusia terutama adanya sekarang ini. Ogah-ogahan gak mau rekasa ga mau kerja keras. Tapi mudah menyerah dan mau enaknya saja. Semua sudah banyak menyerah tidak kuat hadapi cobaan.
33 Jalan Cahaya. Ya aku bertemu di sini, di jalan lurus siratolmustaqim. Setelah jalan patah daun-daun. Gugur tiba satu tempat pelabuhan terakhir kisah perjalanan di jalan Tuhan. Jalan cahaya para pencari-Mu yang terang dan penuh ketundukan iman yang terpancar dari cahaya kalbu. Jalan cahaya itu begitu bening menuntun sudut. Sudut jalan kalbu yang telah tertutup keindahan dan dardaah (kebahagiaan) duniawi yang menipu. Tiupan angin semata.
Aku bergegas menuju cahaya itu. Tanpa nanti-nanti, meski sepi-sepi. Perih dan pedih merajam ulu hati. Tapi aku bergegas pergi jauh, karena di sini rumah Allah. Aku bertemu. Singgah di kalbu, kebeningan air wudu. Pada perutku yang selalu lapar dan tak pernah kuuji dan kumanja dengan makan. Pergilah, pergi sebelum cahaya maha itu pergi, hijrah dari taman-taman keindahan cinta dunia. Aku menuju taman Firdaus di alam surga yang kucari.
Ketika kehilangan, jalan ini sunyi dan sepi. Hanya para pejalan yang teguh dan benar-benar saja yang akan sampai surga-Mu. Dari derita dan ketidakbahagiaan dunia, ‘tak ada yang lebih menenangkan kecuali zikir-zikir. Semua hanya untuk Allah, tidak ada yang lebih indah dari Allah itu sendiri. Jangan Ya Allah. Jangan sibukkan aku dengan urusan-urusan dunia yang tak ada berhentinya. Jangan murkai aku Ya Allah dengan memberi kesibukan-kesibukan urusan dunia yang membuatku lupa pada-Mu. Jangan kau giatkan dalam hal keduniaan Ya Allah. Aku takut penghuni neraka. Ya Allah jalan cahaya itu hanya satu, Allah Yang Maha Kasih, Dia lah pemberi bahagia sejati yang kucari. Wahai para pencari bahagia.
Jangan tertipu oleh kesesatan bahagia dunia hingga lupa pada bahagia yang kekal dan abadi di kampung akhirat nanti. Aku menemukan Allah di sini, di hatiku yang dilumuri cahaya jernih tanpa dosa tanpa noda-noda. Yang selalu menjaga tubuhnya dari noda, dan hasrat dan najis. Maka larut-larutkan aku dalam setiap dekap langkah-Mu. Aku telah hijabkan diri, terhapus dalam lautan zikir-Mu Yang Maha Dahsyat. Hanya Allah SWT pemberi gembira yang nyata, penyejuk iman di tengah kegersangan hidup yang berantakan dan kacau-balau.
Pada Allahlah segala tundukku, keberkahan hidup kuraih. Maka sawah, ladang, puisi, pujangga harus kutinggalkan jua sekarang, berlari dalam zuhudku pada-Mu. kusucikan segala noda ditubuhku pada-Mu. Saat aku labuh dalam terpaan angin yang cukup kencang, aku meninggalkan-Mu. Melenyapkan apa saja yang telah menipu hawa nafsuku. Kubasuh dengan linangan air mataku. Telah kuletakkan cinta di atas ayat-ayat-Nya nan agung dalam lautan zikir. Saat aku kembali pada tempat yang sejati
Engkau yang kucari, kutemui di dalam mahligai suci tanpa noda. Putihnya dalam kebeningan wuduku. Telah kuserahkan. Inilah titik nadir (puncak) segala kesombongan dan keserakahan. Pada bacaan subhanallah, pada junuud (cetek) dan dangkalnya pikiranku. Hanya pada-Mu kuserahkan cahaya yang terpancar di titik 33 cahaya. Subhanallah, laa ilaha illallah, alhamdulillah dan astaghfirullah. Selama ini telah alpa, dialpa kau, tertutup kabut kebiadaban dan keindahan dunia. Sampai kapankah semua ayat-ayat-Mu berlaku di atasku.
Sampai kapankah ayat-ayat-Mu kuarungi bersama para pemimpi-Mu. Surga-Mu nan agung. Pejalan sunyi, para pencari surga-Mu yang abadi tak berdaya di dalam dentuman ayat-ayat-Mu. Telah kuserahkan cinta di atas cinta. Tiada rasa sepiku untuk-Mu. Segala mengabdi memohon jalan ridho-Mu. Sungguh berat-Nya harus aku tahan untuk sampai di rumah-Mu. Ya Allah segala perjalanan kembali ke muara-Mu jua. Telah kukunci sebagian hati, telinga dan mata untuk melihat dunia. Hanya helaan napas, tipuan fatamorgana. Jangan terus berangan-angan dalam duka. Abadilah aku nanti di neraka. Kau telah kutuju segala damai dan bahagia.
Kutelan seluruh lautan air mata, agar menjadi tabah dan sabar menghadapi segala kekurangan dan kehinaan ini. Oh Ya Allah semua tentang-Mu, semua hanya untuk-Mu. Napas, kaki, tangan hidupku, kuabdikan hanya di jalan-Mu, jalan cahaya. Bersama para pencari-Mu, pencari dan yang ingin bertemu dengan-Mu Ya Allah. Mata ini berbinar karena cahaya-Mu, mata ini berbinar karena melihat-Mu, jalan cahaya yang kutemui di jalan sepi, para perindu-Mu, para takjiyah yang mengagungkan asmaul husna-Mu. Kutenggelamkan dalam zikir, lalu hatiku seperti kunang-kunang bercahaya di gelap malam maupun di terang benderang.
Hari ini aku mengadakan workshop penilaian rapot buat para wali kelas se-K3MA Kabupaten, dipandu dari Waka Kurikulum. Harapan penilaian yang diharapkan teradu dan kita bisa menilai secara general. Penilaian secara transparan dan akuntabel. Prosesnya tidak ada, lembaran nilai tidak dibagi. Anak tidak bisa komplain, lembar kerja siswa kita bagikan, jadi anak tahu hasilnya. Penilaian otentik baik input maupun output. Bisa penilaian diri dan portofolio, penilaian harian dan PAS (Penilaian Ahir Semester) tidak hanya hasil tapi prosesnya.
Bentuknya
observasi, diskusi yang ada cek list-nya. Ruang
Lingkungannya,
sikap, pengetahuan dan keterampilan, jangan lupa cek list-nya. Perangkat
pembelajaran semester genap, tugas kita mengisi sebagai wali
kelas. Kegiatan workshop dihadiri
Kakanwil dari provinsi,
juga seluruh guru guru madrasah, ustaz
pondok dan seluruh waka kurikulum di satuan kerja masing-masing.
Malam ini aku koreksi UAS Ulangan
Akhir Semester Ganjil madrasah. 16 amplop, kuselesaikan 8-an amplop semalam. Dari
8 kelas yang kuampu kelas XI, enam kelas, dan kelas X, dua kelas. Jumlah jamku
32 jam dan itu sudah terpenuhi target 24 jam mengajar untuk mendapatkan TFG.
Harapan memberi wacana untuk guru seluruhnya. Aku hanya guru biasa. Bukan orang dalam madrasah.
Aku membaca buku yang bagus dari Tim Wesfix Grasindo, Ikhlas itu dipraktikan. Harapan membuat hidup lebih hidup. Mengapa harus ikhlas?. Ketika kita mengamini perlunya pengorbanan, dan kita siap melakukannya itulah keikhlasan. Di saat itu pula dimensi jiwa kita mulai terkuak. Sisi lain yang memberanikan diri untuk keluar dari rantai tersebut. Melakukan tindakan-tindakan ilmiah dan nonilmiah, kita terpanggil untuk ikhlas, member ketimbang mengeruk, menangung ketimbang menghempaskan beban.
Keseimbangan jiwa manakala ketika
kita ingin mendapatkan kenyamanan, kita harus merelakan untuk memberikan
kenyamanan pula bagi orang lain. Ketika kita ingin meraih kesuksesan, kita
perlu membantu sukses. Ketika kita ingin
tampil terhormat, kita juga perlu menghormati orang lain. Tidak perlu kita
merasa rugi, jiwa kita akan menuai apa yang kita tanam. Jiwa kita adalah inti
kehidupan. Sebab jiwa kita dapat bertumbuh sesuai dengan nutrisi yang
dihasilkan dari tindakan kita. Ketika apa yang kita lakukan adalah hal hal yang
baik, menyejukkan, kita akan memetik buah berupa jiwa yang sejuk dan cerah pula.
Dan tiada lain itulah tempat jiwa tempat ideal bersemayamnya kebahagiaan dan
kesuksesan. Ikhlas berikan apa yang bisa
kita berikan, jangan pernah ragu untuk berkontribusi sekecil apapun (Buku
Ikhlas itu dipraktekin-Tim Wesfix Grasindo-buku yang aku baca berulang dan
kubeli sangat bagus sekali ).
Tak
‘kan mungkin ada
takdir lain. Takdir hanya sekali. Sekali saja perkawinanku dan tak
ada keajaiban cinta muncul. Tak ada cinta sejati. Semua hanya ada dalam novel
dan imajinasi. Yang tak mungkin tidak
bisa dijalani, semua sudah diukur kemampuan kita, jadi hanya Tuhan tempat
kuberserah. ‘Takkan mungkin puncak
jika kita tak pernah bisa mengukur kekuatan yang terbatas. Maka aku percaya
takdir-Mu. Dan
aku ‘takkan mungkin bisa
menyelesaikan semua persoalan hidup ini tanpa campur tangan-Mu. Wahai Tuhan
aku percaya, jika kau pun hadirkan kembali seperti kau hidupkan kembali Banyu
dalam takdir hidupku. Aku ‘takkan
mungkin bisa menerima tanpa campur kasih-Mu.
Aku
dengar Banyu masih hidup, setelah jauh lama 20-an tahun menghilang, dan entah
dunia begitu sempit sehingga aku dipertemukan kembali dengannya. Juga begitu
bahagiakah atau sedihkah jika aku tahu bahwa Banyu masih belum menikah? Belum berjodoh? Ataukah dia yang mencintaiku? Ataukah
kenapa aku tak begitu memahami?
Aku
tak mungkin
kembali pada duniamu, seperti juga dirimu ‘tak
mungkin bisa memasuki duniaku. Kita telah menempuh dunia masing-masing, baru dan
berbeda.
Aku
menemukan dunia yang tertutup, dan tak satu pun bisa ada
yang menemukanku lagi. Dua puluh
tahun pun berlalu, kita pun sudah jauh berbeda.
Banyu
pun semakin sayang. Aku
yang selalu percaya, dia tetap menjaga cintaku. Sejak dulu ia tak pernah ingin
merusak apalagi
menyakitiku. Sumpah
demi Tuhanku, aku
belum pernah disentuhnya, tanganku masih dalam kesucian dan karena aku tak
pernah pacaran dengannya.
Banyu yang selalu menjaga, tak pernah dia lakukan hal hal yang dilarang agama. Di saat zaman menggila, kebebasan
antarremaja, dunia remaja yang begitu terbuka. Banyak datang dengan cinta
dengan segala kekunoannya. Cinta kuno, seperti dia datang dari kampung yang
menjaga adat tradisi kuat dari nenek moyang leluhurnya yang dijunjung tinggi,
dengan perangkat kemodernitasnya. Di masa remaja, saat pergaulan muda-mudi
begitu bebasnya tak berjarak, di mana-mana kos- kos asrama, di kota-kota besar
begitu terbuka tak berjarak antara muhrim dan nonmuhrim yang hilang batasnya, Banyu
masih memegang batas batas kesucian itu sebagai cinta yang cinta putih dan suci.
“
Saat kau pergi, mengapa ‘tak
kau berusaha mencari!”
“Maafkan
aku karena ku’tak
bisa memaksakan kehendakku, jika kan kupaksa semua akan terluka!”
“Tak
ada yang bisa menyatukan cinta kecuali takdir Allah, pun tak bisa ada yang
memisahkan cinta kecuali takdir-Nya
juga,” kata
Banyu yag semakin kelihatan lemah dan sering sakit-sakitan.
“Kau
banyak berubah, Da ”
“Waktu
akan berubah dan mengubah kita.”
“Tak ada yang
abadi dalam hidup ini, semua fana, semua tak ada yang abadi!”
“Lalu
kita hanya sekadar jalani waktu apa yang ada, apa yang tergelar dalam dunia
yang serba terbtas ini!”
“Betul, Da.
Aku makin berumur, sakit
dan lemah!”
Haruskah kukembali padanya. Setelah
semua yang menjadi penghalang kebersamaan abah,
umi, dan Azam. Haruskah aku melihat Banyu lagi? Bertemu lagi di saat-saat Banyu
membutuhkan tanganku, saat kritis-kritis begini. Ya Tuhan, Engkau yang tahu
sebenarnya hatiku dan yang menguasai hatiku.
Hendak ke manakah hatiku ini Engkau bawa? Aku pun berserah diri pada-Mu.
Ya Allah jika engkau karuniai umur panjang seribu tahun buat apa? Aku akan
kesepian sendiri, merana karena tidak ada temannya lagi, karena mereka sudah
pergi meninggalkanku, tinggallah aku dalam kesepian-Mu. Lalu aku pun menikah
dengan Banyu, setelah lulus kuliah bertemu lagi.
“Eddy
Banyu ini harus segera dioperasi tapi
ini ‘dak mau, Eddy Banyu ini sangat membutuhkan dukungan untuk
dapat bertahan hidup!” Dokter sudah mendiagnosis penyakitnya yang akut.
“Izinkanlah aku
berbuat sesuatu Tuhanku dan, kecuali hanya untuk rasa sayangku pada Banyu
suamiku
“Aku sudah pasrah, Da, dengan
penyakitku ini!”
“Kau harus sembuh, Mas. Kau harus
hidup. Kau kebahagiaanku. Aku akan lakukan apa saja untukmu, Mas!”
Aku tahu karakter Banyu memang keras kepala. Di saat sakit pun dia akan tetap tidak mau menerima pemeriksaaan dokter dan aku tahu itulah Banyu, memang sangat keras kepala.
Dan pertemuan itu ternyata menjadi pertemuan terakhir dengan Banyu, sebelum akhirnya juga harus pergi menutup mata selamanya. Dia pergi karena kecelakaan maut sewaktu bersama perjalanan pulang dari rumah mertuaku. Dalam kecelakaan, dia mengalami luka yang serius dan tak tertahankan. Aku hanya bisa membantunya berdoa. Berdoa buat kesembuhan Banyu, meski dia bukan apa apaku meski dia menjadi amnesia. Aku terus memohon keajaiban bagi kehidupan keduanya. Aku bermohon masih ada doa-doa ajaib yang mengubah hidup dan kematiannya. Meski tanganku tak sanggup menolongnya. Pun juga dokter semua sudah takdir Allah, mengambil Banyu, agar ia terbebas dari penderitaan. Tuhan mengambil kebahagiaanku, mengambil Banyu dan bayiku yang masih baru saja lahir. Aku pun karena kecelakaan maut itu membuat aku amnesia bertahun tahun. Hingga selama 5 tahunan hampir 7 tahunan aku kehilangan ingatan tentang peristiwa itu sendiri.
Kumohon tuk tetap tinggal, jangan kau pergi lagi. Jangan kau tinggalkan. Bernyanyilah lagu cinta. Kuberdoa di tengah malam. Kuberjalan terus tanpa henti.
(Terdengar lagu Nidji). . . . .
Dia pun kini telah pergi. Kuberdoa di tengah indah dunia. Doaku ada di setiap hembusan napasku. Sepanjang detak jantungku dan aliran darahku. Ya Allah, berilah kekuatan di dalam kelemahanku. Jadikan kekuranganku menjadi kelebihanku. Ya Allah berilah penerangan di atas kegelapanku. Berilah kelebihan atas kekurangan ini. Di tengah balutan manis kata, permainan dunia.
Berilah ketetapan hati untuk tetap memegang teguh tali buhul-Mu. Jangan pernah kau lepaskan kusendiri. Sebab aku akan ketakutan dan kegelapan. Terus tetap Kau di sisiku. Menemani hari gelapku.
Agar kudapat hidayah-Mu. Jangan pernah kau lepaskan hidayahmu. Ketika aku mulai lupa daratan, melambung dalam tipu daya dunia.
Dan gemerlap kemewahan fana duniawi. Jangan Kau tinggalkan aku di rimba belantara persoalan. Tetap berikan aku kemudahan di tengah kesulitan. Berilah aku jalan di dalam kebuntuan. Tuhanku Ya Allah. Doaku terus mengalir menuju sampai akhir hayatku. Diakhir hidup memanjang di tepian zaman yang berserakan.
Di tepian hati yang berkeping-keping doaku terus menyentuh langit-Mu setiap malam dan pagiku agar kusampai keabadian dengan Cinta-Mu. Hidup tak pernah tenang karena hanya penuh dengan kekejian. Penuh kekejaman. Darah dan air mata. Terus mengalir bagaikan air comberan kotor. Seperti cerita fiksi yang tiada habis-habisnya dibaca dan ditonton. Kebenaran dan kejahatan hampir tak terbatas. Aku muak dengan kebohongan kemunafikan keserakahan demi keserakahan bersimaharajalela merusak sistem Tuhan, merusak syaraf otak merusak seluruh kebahagiaan dan pertahanan hati. Jangan kau busukkan hati ini.
Dengan racun hati mungkin ia semacam syetan atau dajjal. Setiap saat merebak bagai cendawan. Memberitakan kebohongan, pamrih dan menjual suara. Politik manipulasi mengotori setiap pintu hati. Dunia tipu daya kekuasaan menjajah ketakberdayaan, melibas kelemahan. Menjajah kaum kecil. Sampai kapan dunia berlangsung. Sandiwara yang tiada habisnya. Menumpahkan darah dan airmata ini? Jangan pernah ia ada di rumahku. Jangan pernah ia singgah di halamanku. Biar asri hijau nan bersih. Jangan kotori oleh gelapnya nurani, kebiadaban. Bersimaharajalela. Demi kekuasaaan, kerakusan. Rela menjual harga diri, menjual keyakinan. Menggadaikan kebenaran cinta sejati. Aku pasrahkan kekhawatiranku, aku pasrahkan ketakutan ini. Laparku dan kekuranganku pada-Mu. Aku tahu Engkau Maha Pemurah.
”TG tinggi,
mudah-mudahan tidak ada penyumbatan di jantung!”
”Aku sudah
sakit-sakitan, kasihan kamu, fisikku sudah makin tak ada gunanya!”
”Aku sudah
tidak tahu kondisiku seperti apa, dan kematian bisa kupercepat!”
”Badanku sudah
makin ringkih!”
”Aku takkan kuat melawan sakitku, aku makin lemah dan pesimis aku bisa bertahan!”
Beberapa sms Banyu mengabarkan kondisinya yang parah, sakit menahunnya yang akut. Kasihan dia. Tapi aku bisa apa toh kematian tidak bisa kita tunda sedetik pun waktu atau kita majukan sedetik pun. Semua hanya takdir. Takdir yang selalu bicara.
Dan mengapa
berdoa harus dengan suara keras menghentak hentak Tuhan dan begitu memekakan
telinga dengan load speaker yang
keras dan volume yang besar? Mengapa berdoa harus dipertontonkan kepada
khalayak? Mengapa? Apa Allah tidak punya telinga dan Tuhan sudah tuli? Sehingga
kalau berdoa harus bengok-bengok seantero
jagat tahu dan langit seperti terbelah, bintang bintang gogrok berjatuhan oleh kerasnya suaramu dalam berdoa? Betapa indah
jika ibadah itu hanya Tuhan kita Allah dan diri kita sendiri yang tahu dan
paham, bahkan tangan kanan kita tak pernah tahu amal dari tangan kirinya?. Subhanallah
namun sekarang ini semua sudah diniati riya untuk diperlihatkan kepada orang
lain, agar ibadahnya itu dinilai oleh orang lain. Agar orang lain dapat melihat dan tahu, serta
mengapresiasi bahwa si A alim, si A kafir, si A religius, si A orang iman, dan
sebagainya. Bukankah riya akan menghapus amal ibadah jika niatnya melenceng
jauh dan jauh dari niat semula mengharap ridha illahi. Niat dan hati yang
bersih insya Alllah akan menimbulkan perbuatan ikhlas. Ikhlas hanya bisa
ditemukan pada hati dan jiwa yang bersih. Niat tulus dan suci tidak perlu
dikata-katakan dan diumum-umumkan.
Tilawah debu. Debu-debu semesta,menjadi klilip di mata, menempel di bibirku yang hitam gincu-gincu dunia, menyelip di lidahku yang tak bertulang, nyelilit di sela napasku dan kemarin jejak sepatu-Mu menghukum bibir ini janji-Mu pasti sabda-Mu benar ajari hamba berkata-kata Ya Rabbi
Puisimu terdengar dari semesta yang jauh seperti rindu ini tak letih menunggu mungkin sampai rambut memutih tak pernah letih antara batu dan desir pasir. antara debu dan angin yang mendesir antara dada kiri dan jantung kanan semesta adalah puisimu doa terindah untukmu.
“Aku sudah banyak berubah, Banyu!”
“Aku bukan orang yang kau kenal dulu!”
“Lalu buat apa ketemu?!”
“Hanya untuk membuat sakit lebih
sakit!?”
“Kau hanya hidup dulu di masa lalu, ‘tak
mungkin kau bisa kembali dan aku kembali padamu, meski sesal apapun nasi telah
menjadi bubur ‘tak mungkin kembali jadi beras!”
“Tapi, aku meyakini bahwa kau
sebenarnya cinta aku hanya ego dan kecuekanmu yang membuat kita keras kepala
untuk masing masing saling mengakui!”
“Maafkan aku tak bermaksud menyakiti
begitu!”
“Hidup memang sering begitu tak
terlalu kupikirkan bagaimana pun tak ada yang perlu disalahkan!”
“Meski kukatakan seribu kali pun kau
‘tak mungkin paham, karena sikapmu memang bukan begitu!”
“Kau tak pernah mencintaiku!”
“Bahwa aku hanya sampah di matamu,
tak lebih!”
“Lalu kau menghilang dan tak mau
lagi menghubungiku mengontakku!”
“Silahkan semua berondongkan
kepadaku, aku akan diam dan terima, jika memang kau ingin menyalahkanku!”
“Kau tidak pernah bersalah!”
“Kau teramat membenciku, ya kau
membenciku!”
Telpon berdering dan kuangkat lalu
telepon operator nada dering nomor yang ada tuju sedang dialihkan. Aku angkat berhenti.
0 comments:
Post a Comment